Chap 25

1.8K 187 16
                                    


"Ayah memiliki enam putri dengan jarak masing-masing dua tahun." Balasan untuk kesekian kalinya ketika Sir.Jordan bertanya asal usul Valerrie. Sir.Jordan tak percaya ayah Valerrie sangat handal dalam urusan seperti itu, atau mungkin ibunya yang kelewat subur?

"Kau bilang ayahmu akan menikah lagi, itu berarti kau masih akan memiliki banyak adik lainnya nanti." Valerrie melirik penuh emosi pada Sir.Jordan yang hanya terkekeh dengan raut wajah emosi Valerrie yang sama sekali tidak menakutkan baginya, malah lebih terkesan lucu saat ini.

"Aku membencimu, Sir" tukasnya keras.

Sir.Jordan hanya mampu memberi senyuman atas ucapan yang sama sekali tak membuatnya tergertak. Diraihnya lengan Valerrie lantas keluar menarik wanita itu untuk berkeliling disekitar mansionnya. Berderap menelusuri setiap lorong ke lorong beralaskan karpet maroon. Sebenarnya rumahnya tidak terlalu mencolok dengan furniture-furniture mahal, hanya saja beberapa ukiran pada tembok membuatnya kian artistik. Mungkin sedikit sentuhan wanita akan membuatnya layak disebuat istana kecil.

"Ini ruangan kesukaanku."

Sebuah taman kecil dengan tembok dan atap kaca yang menjulang bagaikan sebuah akurium tanpa ikan. Terletak disamping mansionnya setelah berkeliling diarea dalam melihat ruangan dapur hingga beberapa ruangan-ruangan kosong yang entah dibuat untuk apa. Terik mentari menelusup diantara celah dedaun, cicitan burung serta sayap indah kepakan kupu-kupu beterbangan sengaja dilepas begitu saja disana. Sir.Jordan menuntun kearah kolam dengan patung air mancur wanita yang semakin diperindah bunga teratai merah mudah.

Terdapat sebuah kursi kayu seukuran satu koma lima meter disana, sengaja ditaruh untuk menikmati keindahan taman yang Sir.Jordan sebut sebagai Heavden dari singkatan Heaven dan Garden. Sir.Jordan mempersilakan Valerrie untuk duduk disana dan menikmati keindahannya. Ia bilang spot paling indah disana saat suasana cerah dimalam hari. Dimana bintang-bintang dan bulan akan menerangi air hingga terlihat berkelap-kelip kebiruan seolah tertanam pecahan krystal yang akan membuatnya kian romantis dipandang mata.

"Aku biasa kemari ketika merindukan sesuatu atau seseorang, meredam emosi, atau hanya untuk mencari insfirasi."

Demi apapun, Valerrie saja betah disini. Andai kediaman keluarga Orva memiliki tempat seperti ini, mungkin ia tak perlu kabur untuk sekadar mencari obat sakit hati dan emosi. Semuanya akan terlupakan, hanya dengan menatap keindahan alam dalam sebuah akuarium raksasa tanpa perlu berenang. Tak hanya Valerrie, bahkan Zane yang kurang menyukai hal-hal seperti ini akan suka melihat tempat ini. Memang dasarnya keluarga mereka harus sering melihat yang hijau-hijau untuk melempengkan kembali pikirannya yang acak kadul.

"Aku telah meminta pelayan untuk membantumu dalam segala hal, mereka akan mengantarmu setiap jam delapan malam ke meja makan. Untuk malam ini, makanlah tanpa menungguku."

***

Sir.Jordan duduk dengan satu kaki ditekuk diatas kursi, tangan kanannya menuang whisky pada sebuah gelas diatas meja. Di ujung sana pelayannya menarik uang dari beberapa pria yang baru saja selesai membongkar muatan yang tersisa. "Bung, boleh aku bergabung? tidak ada lagi meja yang tersisa disana."

Sir.Jordan mendongkak menatap seorang pria berambut blonde sepundak yang ia ikat kuncir memperlihatkan garis tegas wajah tampannya. Sir.Jordan yakin pria ini bukan dari Birmingham, ini pertama kalinya ia melihat pria ini bahkan jika seharusnya para imigran telah sampai ke penginapan bukan untuk berkeliaran tak tahu arah seperti pria ini.

"Ya, ini untuk umum," sahut Sir.Jordan sembari menuang whiskynya kedalam gelas kosong di hadapan pria itu.

"Terima kasih."

Pelayannya tiba, berbisik sesaat sebelum memberinya sekantung uang yang baru saja ia terima dari pria-pria di sekitar dermaga. Pria asing itu memperhatikan Sir.Jordan, ia tahu dari ekor matanya yang masih mampu memergoki pria sepuluh jengkal di hadapannya ini.

"Kau pengelola pelabuhan ini, bung? kau pasti bukan orang biasa. Senang bisa duduk satu meja denganmu," ujar pria itu basa-basi.

"Aku kira kau akan menuduhku melakukan pungutan liar. Tapi sungguh ini bukan sesuatu yang istimewa dan yang pasti melelahkan." Sir.Jordan tersenyum miring.

"Bukankah memang seperti itu pekerjaan lelaki mapan? lagi pula tidak ada yang mudah, aku pikir tidur saja melelahkan." Sir.Jordan sedikit berdesis pelan sembari memiringkan kepalanya, kenapa hari ini ia banyak menemui orang-orang yang putus asa? cukup Valerrie yang membuatnya kewalahan dengan keluhannya tadi siang, sekarang ia harus bertemu pria serupa dengan wanita itu? Ohh god..

"Ada apa denganmu, bung? kau terlihat putus asa," tanya Sir.Jordan sok akrab.

"Bukankah kau yang baru saja mengeluh?" Pria itu malah balik bertanya.

"Tidak. Itu akan mereda dalam hitungan detik saja. Tapi kau berbeda denganku." Pria itu menuang kembali whisky dalam gelasnya seraya mencerna ucapan Sir.Jordan.

"Aku sedang mencari seseorang," gumamnya, lantas meneguk minuman beralkohol dari fermentasi serealia dalam gelasnya yang terisi penuh.

"Kau suruhan Lord Alodie juga?" Pria itu menggeleng kuat, berusaha menarik kesadarannya kembali sebelum mulai berbicara.

"Apa aku bisa mempercayaimu, bung? aku pikir kau akan tahu orang-orang yang turun naik kapal ini." Dapat Sir.Jordan lihat keseriusan dari maniknya yang mengkilat diterpa cahaya rembulan dari barat.

"Banyak yang naik turun dan berlalu begitu saja. Kau tahu tugasku bukan untuk menyalami mereka semua lalu mengatakan selamat tinggal dan selamat datang sembari menanyai nama mereka satu-persatu?" ungkap Sir.Jordan yang membuat pria itu tertawa tanpa suara.

"Namaku, Henry Orva. Aku mencari sepupuku."










..


Untitled Love (Our Lady Orva)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang