Ashton menarik gelasnya, meminum seteguk wine sebelum semilir angin malam dibalkon membawanya pada kejadian tadi siang."Aku pikir anda tidak akan pernah kembali Your Grace."
"Mana mungin? aku memiliki banyak tanggung jawab disini."
"Tapi anda pergi terlalu lama. Aku yakin Doweger Duchess Rosella sangat merindukan anda."
"Apa kau tidak?" tanya Ashton penuh selidik.
"Hal mana yang anda tanyakan?" Ashton merubah posisi duduknya, pertanyaan itu malah membuat suasana menjadi semakin canggung. Sepertinya ia telah salah langkah.
"Melihat responmu, aku yakin kau sama sekali tidak merindukanku."
"Itu sudah terlalu lama."
Dan itulah yang Ashton sesali, seharusnya sesaat setelah mendapatkan surat dari Darrellyn ia segera pulang dan memperbaiki hubungan mereka. Ia tidak tahu bahwa hari ini akan tiba, berhadapan dengan seseorang yang baru disadari bahwa ia begitu merindukan orang ini. Bodohnya ia biarkan hubungan itu berakhir begitu saja. Ia tidak berjuang memperbaikinya, ia tidak beralasan, bahkan tidak pula membalas surat tersebut.
"Apa kau marah padaku?"
"Untuk apa aku menyalahkan orang lain? seharusnya aku yang bertanya kepada diriku sendiri, 'kenapa orang lain mengabaikanku?'"
"Aku tidak mengabaikanmu. Aku hanya.."
"Ashton, ayo kita pula.. oh My Lady, Maafkan kelancangan saya."
Ashton hampir mengumpat dalam hati, Paul tiba-tiba datang dan membuatnya harus menghentikan penjelasannya kepada Darrellyn.
"Ashton, ayo kita pulang. Ada sesuatu yang harus segera kita urus di Edinburgh."
"Maafkan aku My Lady, Aku akan berkunjung lain kali." Dengan terpaksa Ashton mengecup punggung tangan Darrellyn lalu mengikuti langkah Paul untuk kembali ke mansionnya.
"Ayah tidak bisa dikunjungi mulai minggu depan. Ada sesuatu yang harus ia urus, anda tidak bisa menemuinya." Mendengar itu Ashton menghentikan langkahnya.
"Sayangnya, aku datang untuk menjelaskan hal tadi. Bukan untuk menemui Ayahmu."
"Tapi anda harus mendapat izin darinya." Kilah Darrellyn.
"Kalau begitu aku akan datang besok."
Ashton kembali meneguk winenya. Ia akan segera menemui Darrellyn lagi setelah pekerjaannya selesai besok pagi.
"Ashton?"
"Kenapa kau jadi sering kemari?" tanpa perlu berbalik Ashton tahu itu suara Paul. Bahkan ia tahu derap langkah kaki Paul yang mulai mendekatinya.
"Aku memiliki pertanyaan sejak sepulang dari kediaman keluarga Orva tadi." Ucapnya, seraya menyandarkan punggungnya pada besi balkon.
"Apa yang ingin kau tahu?"
"Kau jadi sedikit diam sepulang dari sana. Sebenarnya kau juga tidak banyak bicara bersama Sir.James tadi, apa mungkin terjadi sesuatu antara dirimu dan Lady Darrellyn tadi.?" Tanya Paul, penasaran.
"Sejak kapan kau mengetahui nama-nama seorang Lady?" Ashton berbalik menatap Paul.
"Aku tidak banyak tahu, tapi putri-putri dari Sir.James sangat terkenal dikalangan ton karena kecantikan mereka." Ungkapnya malu-malu.
"Begitukah?" Tanya Ashton acuh tak acuh.
"Lagipula akhir tahun kemarin Lady Darrellyn sangat terkenal, ia bahkan masuk dalam surat kabar berita."
"Surat kabar?" Tanya Ashton sedikit penasaran.
"Ya, karena ia gagal melangsungkan pernikahan. Kekasihnya menikahi wanita lain, dan keluarga Orva jadi bahan pembicaraan banyak orang dibulan-bulan itu."
Ashton jadi semakin penasaran. ia terus bertanya hal ini dan itu mengenai berita Darrellyn kepada Paul. "Kau menyukai Lady Darrellyn?" Oh sejak kapan adiknya ini sangat ingin tahu urusannya?
"Menurutmu?" Ashton sedikit tersenyum sebagai respon. sebenarnya bukan karena pertanyaan itu ia tersenyum, tapi karena ia merasa memiliki kesempatan setelah mendengar semuanya dari mulut Paul.
"Kau menyukainya, itu pasti. Aku melihat raut wajahmu sejak pertama kali aku sebut namanya. Huh dasar.. ketara sekali." Ujar Paul.
"Kalau begitu kenapa kau bertanya? Lagi pula bukan hal yang aneh jika menyukai seseorang yang pernah ada dalam hati."
"Tunggu, Aku menangkap sesuatu. Apa kalian pernah berkencan?" kedua alis Paul terangkat, bahkan telunjuknya mengacung kearah wajah sang kakak dengan tidak sopannya.
"Hmm.."
"Lalu??? Kapan? Ah.. salah, Kenapa kalian berakhir?" Tanyanya bertubi-tubi.
"Itu sebelum aku pergi, kami tidak banyak komunikasi. Itu sebabnya kami berakhir." Ucap Ashton seadanya.
"Yah, sayang sekali, kau akan sulit mendapatkannya sekarang. Ia benar-benar menutup diri juga hatinya saat ini." Paul mendesah, cukup simpatik atas apa yang akan Ashton hadapi setelah ini.
"Aku rasa seperti itu. tapi kita lihat saja akhirnya nanti."
***
Pagi ini setelah sarapan Ashton langsung pergi ke ruangan kerjanya. Ada beberapa dokumen menumpuk yang harus ia tanda tangani dan ia periksa hari ini juga diatas mejanya.
Ashton melipat kemejanya sesikut sebelum benar-benar duduk dan berkutat dengan pekerjaan. dilihatnya sesaat seluruh interior ruangan kerjanya. Sedikit berbeda, ia baru sadar padahal kemarin ia sempat kemari dan berkerja.
Dulu tempat ini begitu kolot, seluruh furniture terbuat dari kayu dan minim pencahayaan. Tapi sekarang lain, satu meja besar dengan kursi milik Ashton membelakangi jedela yang menghadap langsung kearah taman belakang rumah mereka.
Dihadapannya, tepat dibawah tiga undakan tangga terdapat tiga sofa pastel yang saling berhadapan dengan meja diantara mereka. ditambah pohon bonsai diatas alas mejanya.
Satu rak dokumen disisi kanan, satu rak minuman beralkohol, satu rak lagi beberapa koleksi antik milik ayahnya disisi kiri. Ashton berpikir sesaat, ia hendak menaruh beberapa tumbuhan hijau diruangannya. Ruangannya yang penat mungkin akan terlihat menyegarkan nantinya.
Dan itu akan menjadi topik untuk dirinya bersama Darrellyn nanti. Ashton tahu Darrellyn sangat menyukai tumbuhan, ia akan meminta Darrellyn merekomendasikan sesuatu untuk ditaruh ditempatnya.
..
KAMU SEDANG MEMBACA
Untitled Love (Our Lady Orva)
RomanceLady Darrellyn Orva, adalah kakak tertua dari enam bersaudara. Suatu ketika nama keluarga Orva tercoreng olehnya karena gagal melangsungkan pernikahan dengan seorang Viscount berengsek yang malah mengkhianatinya dengan menikahi wanita lain. Sejak sa...