Pertama Pacaran

0 0 0
                                    

"Hai semuahh." Sapa Egios pagi ini.

"Jijik anjir, lu kesurupan hantu apaan sih Gi?" Tanya Karin.

"Tau, kemarin aja ga sekolah 6 hari sekarang cengengesan, bener berarti kemarin lu bukan sakit tapi stres" Ucap Hans.

"Semerdeka kalian aja dah, pokonya sekarang gua lagi happy." Ucap Egios sambil mengeluarkan buku tugas nya.
"Mana buku tugas kalian? gua isi semua." Lanjutnya.

"Nih nih," Kata Hans sambil menyodorkan buku nya "Sering-sering dah lu bahagia kayak gini."

"Lu kesurupan setan apaan Gi? gua jadi khawatir sama lu." Karin.

"Lu berdua tau gak?"

"Ya enggak lah!" Ucap Hans dan Karin berbarengan.

"Gua jadian sama Alena kemarin."

"Ohh jadi bayi kecil gua udah besar sekarang." Ucap Hans sambil terkekeh sambil mengacak gemas rambut Egios.

Egios menepis lengan Hans "Jijik anjir.. gua lebih pantes jadi cucu lu."

"Mmm, gua pergi dulu ya.. mau pinjem buku ekonomi ke kelas sebelah." Izin Karin.

Karin meninggalkan kelas dan obrolan mereka karena ia sakit mendengar Alena dan Egios berpacaran. Ia berfikir bagaimana mungkin wanita polos yang terlampau bego bisa mendapatkan hati Egios. Sedangkan ia yang sejak dulu berusaha membuat Egios nyaman tidak bisa mendapat kesempatan itu.

Apa mungkin karena cantik? Pikirnya dalam hati. Tapi ia tahu Egios bukan tipe orang seperti itu dia berbeda, sangat berbeda.

"Gi, gua mau kasih tau rahasia." Bisik Hans.

"Apaan?" Tanyanya cuek sambil membulak-balikkan bukunya.

"Karin tuh suka ama lu, udah lama."

"Udah tau." Jawabnya datar.

"Lu biasa aja Gi?"

"Terus gua harus gimana? HEY GIMANA INI, KARIN SUKA AMA GUA UDAH LAMA. TAPI GUA GAK PEKA, GIMANA INI? APA GUA KUDU NYUCIIN SEMUA KANCUTNYA SI KUTU PARIS? gitu?" Ucapnya sambil berlagak panik.

"Hmm iya sih, tapi gua kasian sama dia, dia udah nahan perasaan sama lu lama banget."

"Sorry bro, gua ga bisa bantu." Ucap Egios sambil beranjak pergi.

"Lu mau kemana?"

"Ke kamar mandi, bentar."

-------------

"Hai Len," Ucap Egios setelah sejam lebih ia menunggu Alena keluar dari kelasnya.

"Eh Gi, kamu udah lama nunggu?"

"Ngga, bentar ko." Ucapnya bohong.

"Mau pulang sekarang?"

"Iya, tapi jalan-jalan dulu ya."

"Okee" Ucap Alena sambil mengacungkan jempolnya.

Egios merasa senang ia bisa bersama dengan Alena, rasa takut yang kemarin ia rasakan seakan sirna begitu saja.

Ia tidak menyangka, Alena yang sering dibilang idiot sekarang menjadi pacarnya.

Bahkan sekarang ia tidak bisa membayangkan bila tanpa Alena. Hanya Alena yang bisa membuatnya tenang dari trauma masa lalu nya.

Sekarang, wanita hebatnya ini ia bawa ke suatu tempat yang menurutnya sangat spesial. Sepanjang jalan,  Alena terus memeluk Egios karena ia merasa nyaman berada dekat lelaki itu.

"Kamu bawa aku ke-" Alena terkejut Egios membawanya ke sini.

"Ke pemakaman, ya. Ini tempat spesial ku. Tapi tenang aku ga bakal ngantar kamu ke pemakaman terakhir, haha ayo ikut"

Alena merinding mendengarnya, ia mengikuti langkah Egios. Namun ia merasa senang, Egios tidak menyebut dengan sebutan lu-gua lagi.

"Ini, makam orangtuaku."

"Jadi mereka di makamin disini?"

"Iya, aku ngerasa seneng disini karena cuma disini aku gak ngerasa kesepian. Tapi disini juga tempat yang bisa ngingetin aku kejadian 12 tahun yang lalu."

"Ada apa 12 tahun lalu?"

"Orangtuaku meninggal karena dibunuh, mereka diperlakukan seperti hewan. Yang aku ga habis pikir, orangtua ku yang baik, dermawan, ga punya musuh bisa dibunuh dengan sadis."

Alena mengelus punggung Egios lembut dengan maksud memberinya semangat.

"Dan sekarang, ketiga orang yang sangat aku sayangi berada disini, mood ku jadi baik."

"Gi, boleh aku nanya?"

"Boleh dong sayang.."

Alena kaget sekaligus senang, Egios begitu hangat padanya, Tetapi tidak untuk sekarang. Alena merasa jantung nya akan melompat mendengar kata asing yang begitu menyentuh keluar dari mulut seorang Egios.

"Apa sikap kasar, dan obsesi kamu sama darah akibat kematian tragis orangtua ka-mu?" Tanya Alena dengan ragu.

"..." Egios tidak menjawabnya ia hanya menundukkan kepala dan menatap tanah dengan tatapan kosong.

"Maaf, Gi. Aku lancang. Gimana kalo kita do'a  aja buat orang tua kamu."

Egios hanya menganggukkan kepala nya dalam-dalam.

----------

"Makasih ya, Len udah anter aku ke makam orangtua aku." Ucap Egios ketika mereka berdua berada di depan rumah Alena.

"Iya, sama-sama Gi. Aku seneng ko kamu ajak ke sana. Aku jadi kenal sama calon mertua aku."

"Hahaha.. kamu ngomong gitu seakan-akan kamu kenalan sama orang yang masih hidup."

"Eh, heheh." Alena, sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Aku pulang dulu yaa." Egios mengecup kening Alena membuatnya mematung. "Pipi kamu kayak tomat."

----------

Dear, diary

Hari ini Egios mengajakku ke pemakaman orangtua nya, aku senang sikapnya tidak sedingin dulu lagi, ya meskipun itu wajar karena aku pacarnya.
Dan satu hal yang aku pelajari, Egios mempunyai sikap kasar dan haus darah layaknya psychopath itu karena kematian orang tua nya.. aku juga akan seperti itu jika di posisinya.
Hari ini aku berjanji aku akan berusaha menjadi seorang psikiater agar aku bisa menyembuhkannya, aku akan kubur dalam-dalam keinginanku dahulu demi orang yang sangat aku cintai

Tulis Alena di buku catatan hariannya.

"Len?" Ayah Alena memasuki kamarnya.

"Apa yah?"

"Tadi yang anter pulang siapa?"

"Pacarku yah, kenapa?"

"Bukannya diajak masuk dulu."

"Dia agak pemalu yah, dia buru-buru pulang juga."

"Oh, oke. Mamah nunggu kita di bawah, makan malemnya udah siap."

"Oke ayah duluan aja nanti aku nyusul."

Ayahnya beringsut pergi menuju meja makan.

-----------

Hallo, readers..

Selamat membaca

Unhandled [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang