9. I'm Gavin!

253 52 158
                                        

Samar-samar cahaya menyilaukan menembus ke dalam kelopak matanya. Badan yang tergeletak itu perlahan mulai bergerak dan menimbulkan rasa sakit di beberapa bagian tubuhnya. Setengah kesadarannya pun belum memenuhi alam pikirannya. Ia meringis kesakitan saat memaksakan diri untuk bangkit dari lantai yang terasa sangat dingin.

"Arrrsh! Punggung sama kepala gue kenapa sakit banget serasa mau patah!"

"Gimana caranya gue sekolah sedangkan buat bangkit aja rasanya terlalu susah." Ia terus bergumam sambil berusaha untuk bangkit sampai akhirnya bisa melangkahkan kaki menuju kamar mandi.

-o0o-

Thea terus melangkahkan kakinya dengan cepat saat gerbang ternyata masih dibuka, padahal jam sudah menunjukkan pukul 7:13.

Ia menghembuskan napas lega saat sudah berdiri di ambang pintu dan tidak di dapati guru tengah mengajar. Mungkin gurunya sedang ada keperluan yang tak bisa ditinggalkan, begitu pikirnya.

Saat hendak melangkah masuk pundaknya terasa ada yang menepuk dengan keras, dan mau tak mau Thea harus membalikkan badan untuk melihat siapa yang begitu lancang menepuknya.

Saat berbalik ternyata tak ada siapa-siapa. Namun, ia bisa melihat bahwa di perbelokan lorong depan ada sesuatu yang melayang dengan sangat cepat.

Thea berdecak kesal, "Setan usil ceroboh!" gumamnya sambil terus memperhatikan, tanpa sadar seseorang lain berusaha mengangetkannya dari arah belakang.

"Do-"

"Mau ngagetin gue, hm?" Thea bertanya dengan mimik datar khas andalannya sambil berbalik badan, sedangkan orang yang berniat mengusilinya malah balik terkejut dengan wajah yang terlihat konyol.

"Kok lo bisa tahu sih? Padahal gue kan udah jalan ngendap-ngendap kayak maling biar bikin lo kaget, eh tahunya malah gue sendiri yang kaget." ucapnya sambil terus mengerucutkan bibir ke depan.

"Gak salah orang milih ketua osis kayak lo?"

"Hah? Maksudnya apaan? Emang gue kayak gimana gitu, gak cocok? Plis deh berwibawa gini juga!"

"Alay!" Thea segera pergi meninggalkan Farel yang sudah menggeram kesal .

"Dasar cewek-"

"Ada apa Farel di depan kelas saya?" suara serak khas itu menghentikan ucapan Farel. Farel juga tahu betul siapa pemilik suara itu. Bu Kunti. Guru killer sekaligus kesiswaan di sekolah ini. Sebenarnya namanya adalah Kunanti tapi murid lebih senang memanggil Kunti, karena sifatnya yang tak jauh lebih seram dari kuntilanak.

"Ah nggak bu, saya cuma sekedar lewat aja kok, hehe." Farel menggaruk tengkuknya yang tak gatal, namun sedetik kemudian matanya menatap seseorang yang datang bersama bu Kunti. Aneh orang itu berwajah sangat pucat, dan matanya terlalu tajam untuk sekadar menatap.

Tak lama kemudian bu Kunti pun masuk ke dalam kelas.

"Selamat pagi! Hari ini kita kedatangan lagi murid baru, pindahan dari Kanada. Silahkan perkenalkan diri kamu!"

Suara riuh pun memenuhi seantero kelas. Terlebih perempuan yang menjerit heboh karena bisa sekelas dengan bule yang bisa membuat mata mereka sehat setiap hari.

"Anjirrrrrr itu bule ganteng banget sumpah!"

"Ah tiap hari mata gue bakalan sehat!"

"Hmm dia bisa ngomong bahasa Indonesia gak yah?"

"Anjirrrr ganteng bangetttt, ahhhh abanggg gue klepek-klepek!"

"Huaaaaaaa matanya warna hijauuuu jernih banget!"

"Sayang namanya siapa? Sini duduk sama akuuuu!"

"Hei you're look so handsome mabae!"

"Will you be pacarku?"

"Lope lope badai buat kamu sayanggggggg ah."

Suara yang begitu riuh akhirnya berhasil dihentikan dengan sebuah teriak dan gebrakan meja dari bu Kunti.

"BERHENTIIIIIIIIIII!"

"Kalian jangan berisik! Ayo perkenalkan nama kamu! Cepat!"

"Saya Gavin Kenzo De Pompadour. Pindahan dari Branksome Hall, Canada!"

"Huaaaaa namanya keren banget anjir!"

"Ihh suaranya berat, tapi tetep merdu, bikin yang denger jadi ketagihan!"

"Anjay kok bisa bahasa Indonesia?"

"Abanggg itu jambulnya keren aduhai kece badaiiiiii!"

Mendengar gumaman-gumaman itu bu Kunti hanya bisa menghela napas pasrah sambil memejamkan mata sejenak, "Silahkan kamu duduk di bangku belakang bersama Althea, karena hanya dia yang duduk sendiri. Oh ya dia juga sama anak baru seperti kamu!"

Bukan hanya Thea, namun seisi kelas pun ikutan shock mendengar hal itu.

"Anjayyyyyy masa pangeran gue duduk sama cewek aneh itu sih!"

"Ahhh kasian pacar gue harus sebangku sama cewek yang gak punya ekspresi itu. Mana kalo natap tajam bener bikin orang merinding!"

"Tapi mereka sama-sama suka natap tajam anjir! Kok serem ya baru sadar!"

"Mereka siapa maksud lu?"

"Ya itu si Gavin sama si Thea lah!"

Thea maupun Gavin tak menghiraukan ucapan-ucapan itu. Mereka hanya fokus saling memandang dengan tatapan tajam yang semakin menusuk.

Langkah itu terasa sangat lama untuk bisa duduk di bangkunya. Aneh, Thea tak bisa menebak atau bahkan membaca pikirannya sedikit pun. Semakin ia memaksakan, maka semakin menggigil juga tubuh Thea saat itu.

Wajahnya tiba-tiba berubah pucat pasi, dan hal itu menimbulkan beberapa bisikan yang masih dapat Thea dengar. Ada apa ini? Mengapa tatapan matanya tak bisa teralihkan padahal ia sudah berusaha untuk mengalihkan. Seolah ada magnet yang terus menarik dan tak mengijinkannya melepas sebuah tatapan itu.

Kini jarak Gavin semakin dekat dengan Thea, jujur ia sudah tak sanggup lagi, badannya benar-benar menggigil semacam es. Sebenarnya siapa orang itu?

"Thea kamu kenapa? Sakit?" Akhirnya Thea bisa melepaskan tatapan itu akibat ucapan bu Kunti. Ia bisa bernapas lega dan menstabilkan suhu tubuhnya yang tiba-tiba dingin semacam es. Wajah pucatnya perlahan-lahan mulai kembali normal.

"Tidak." Hanya kata itu yang bisa Thea jawab sebelum pada akhirnya lelaki itu berhasil duduk bersamanya.

Saat pembelajaran berlangsung, tiba-tiba saja bulu kuduknya berdiri tanpa disuruh, ia merasa bahwa atmosfer di kelasnya berubah seketika. Tak sampai disitu, suara pelan yang begitu berat menyapa telinganya, "Jangan berusaha membaca pikiranku jika kamu memang tidak mampu. I'm just scared if you die from being too cold!"

Thea segera menoleh saat Gavin mengatakan hal itu, dan sekarang bibirnya membentuk seringaian yang begitu menyeramkan. Meskipun takut, namun Thea tak menunjukkan ekspresi apapun. Aneh, tapi nyata.

"Don't look at me too long if you don't want to die. I can know everything about you only through an eye gaze!"

Thea benar-benar terkejut saat Gavin mengatakan suatu kata yang benar-benar membuatnya hilang kendali.

"Who are you?" tanyanya dan membuat senyuman miring di bibir Gavin terlihat jelas.

"Gavin! I'm Gavin! And forever will be-" Ia menjeda kalimatnya sejenak sebelum kembali melanjutkan, "G.A.V.I.N!" Entah hanya perasaan Thea atau bukan, namun nama Gavin yang terakhir dengan dipenuhi penekanan berhasil membuat pasokan oksigennya berkurang drastis.

-o0o-

Farellian Oktora

BUKAN MAUKU! [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang