Tut ... tut ... tut ....
Suara panggilan tersambung berhasil membuat keadaan semakin panas. Silir angin yang tadi terasa kini seolah hilang entah ke mana. Berganti dengan hawa panas, yang seolah merebus tubuh-tubuh menjadi semakin tak terkontrol kesadarannya.
Degupan jantung terdengar semakin keras detik demi detik. Sorot mata waswas pun kian terlihat saat pandangan gadis yang tengah duduk di ruang tamu itu jatuh ke pria paruh baya di hadapannya.
"Mati?" tanyanya.
Gadis itu mengangguk.
"Coba telpon lagi."
"Iya, Mbah." Gadis itu berkata sembari menekan tombol 'panggil' di ponselnya. Tangannya sedikit gemetar. Ia takut kalau dugaannya tepat sasaran. Ia takut kalau hal yang tidak ingin ia ketahui itu ternyata sebuah hal yang pasti.
"Halo ...."
Suara sapaan itu seketika mengalihkan atensi sang pria paruh baya. Ia langsung mengambil ponsel itu dan menempelkannya ke telinga.
"Halo!" balasnya. Matanya memerah, badannya seketika tegap, dadanya pun terlihat naik-turun beriringan dengan napas yang terdengar memburu. Apalagi setelah mendengar suara prialah yang mengangkat telepon itu.
"Siapa kamu?"
Hening. Tidak ada sahutan dari seberang.
"Sopo koe?" Pria paruh baya itu berkata dengan intonasi yang mulai meninggi.
Tetap tidak ada sahutan dari seberang.
"Sopo koe! Kalo punya nyali coba jawab!"
Masih hening.
"Bajingan!" Pria paruh baya itu mendesis. Kilatan tajam terlihat saat mata itu menyorot layar ponsel di tangannya.
"Ini mati apa hidup?" tanyanya dengan sebelah tangan memperlihatkan layar ponsel ke gadis di depannya.
"Hidup, Mbah."
Ia kembali menempelkan ponsel ke telinga.
"Oke, sekarang gimana?" tanyanya. Nadanya terdengar seperti tawaran.
"Mau berapa?" tantangnya.
"Berapa lagi uang yang kamu minta? Sini! Sini tak kasih berapa pun maumu!"
Tetap tidak ada sahutan.
"Berengsek!" umpatnya. Matanya menyorot tajam ke arah layar ponsel di tangannya.
"Oke, wes gini. Kamu ke sini sendiri. Tak kasih berapa pun! Berapa pun uang yang kamu minta!"
Tidak ada sahutan.
Pria paruh baya itu menghela napas. "Tapi ada satu syarat," lanjutnya.
Ia terlihat menatap layar ponsel itu dalam-dalam. Bibirnya tampak komat-komit, sebelum berkata, "Kalo uangnya udah dipegang, kamu harus siap kalo tubuhmu bakal pecah di bawah ban truk!"
Tut!
Keterangan:
Sopo koe: siapa kamu
———Note:
• Sebagian percakapan dalam cerita ini memakai bahasa jawa;
• Keterangan bahasa jawa bisa dilihat di akhir part;
• Jadilah pembaca yang bijak. Ikuti yang benar dan jadikan pelajaran sesuatu yang salah;
• Dilarang keras; meniru, menjiplak, mengutip—apa pun itu yang berhubungan dengan plagiarisme, tanpa sepengetahuan penulis dan tanpa mencantumkan sumber yang ada!•••
Terima kasih sudah mampir. Enjoy, ya ...❤
©Wishasaaa
Repub: 23 September 2020Jejaknya, gais❤
👇
KAMU SEDANG MEMBACA
Kontras
Teen Fiction"Apa yang terlihat, tidak seperti kelihatannya." ━━━━━━━━━━━━━━━ Hati manusia itu rapuh, tetapi sayang. Mereka terlalu munafik. Berkata tidak apa, nyatanya ribuan duri menusuk batinnya. Duri-duri itu menciptakan biasa, yang nyatanya, semakin dibiar...