Satu

35.7K 1.1K 12
                                    

"Ram, dapet job pemotretan lagi, tuh. Mau nggak lo ?" tanya Evan, sang manajer.

Rama Bhagawanta yang kini tengah berkonsentrasi menghafalkan dialognya langsung mendongak. Ia menatap manajernya sambil mengerutkan dahi. "Dari mana ?"

"Nino Sugiyono."

"Bukannya dia masih di Paris bulan lalu ?"

"Udah balik. Mau ngeluncurin koleksi baru dia. Nino langsung ngehubungin gue katanya buat meminang lo jadi modelnya."

Rama terkekeh saat mendengar kata meminang dari manajernya itu. Ia kemudian terdiam sejenak sambil menatap naskah yang sedang dipegangnya.

"Kapan mulai pemotretannya ? Nabrak nggak sama jadwal gue ?"

Evan bergerak merubah posisinya menjadi menduduki pinggiran meja rias di belakangnya. "Nino cinta mati sama lo kayaknya. Dia bahkan nyerahin jadwal pemotretannya ke kita. Katanya terserah kapan aja, yang penting Rama bisa."

"Ya udah kalo gitu. Gue ambil deh ni job." putus Rama akhirnya. Evan kembali menegakkan tubuhnya dan menepuk sebelah pundak sang artis. "Gue hubungin si Nino deh ya. Semangat apalin tuh dialog."

Rama mengangguk pelan sebagai sahutan, sebelum sang manajer akhirnya berjalan keluar ruangan.

=====

Seorang wanita yang sedang terduduk di kursi kerjanya nampak begitu serius. Ia sedang berkonsentrasi menggambar sketsa gaun brand fashionnya sendiri.

Bekerja sebagai seorang model, membuat minat Karina Shaenette dalam bidang fashion kian membuncah. Wanita itu sudah menekuni profesinya selama delapan tahun. Dan waktu selama itu sudah cukup meyakinkan dirinya untuk mmebuat brandnya sendiri.

Sekembalinya ia dari Jerman, Karina langsung mencetuskan idenya kepada keluarganya. Tentu saja keluarganya mendukung penuh keinginan Karina. Dan jadilah, sekarang wanita itu sedang sibuk merintis karirnya sebagai seorang desainer.

"Karinaaa, lo nggak lupa kan kalo besok ada jadwal diskusi konsep pemotretan sama si Nino ?" tanya Gadis, sahabat sekaligus manajer Karina yang tiba-tiba saja memasuki ruangan tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.

Karina memejamkan mata sejenak untuk menenangkan diri akibat kekagetannya barusan. "Kebiasaan ya lo, percuma ada pintu kalo tetep aja diterobos, nggak diketok dulu." ucap Karina sengit yang hanya dibalas dengan cengiran lebar Gadis.

Gadis lalu melangkah mendekat ke samping sahabatnya dan tersenyum takjub ketika memandangi hasil sketsa gaun yang digambar wanita itu.

"Gila gila, bagus beut, Kar. Kenapa nggak dari dulu aja sih lo jadi desainernya ? Gue jamin pasti sekarang karya lo udah terkenal."

"Baru dapet ilhamnya sekarang. Gimana dong ?"

Gadis tersenyum pongah mendengarnya. "Lo udah makan siang belom ?"

"Jam berapa sih emang ?" balas Karina yang kini tengah kembali mengerjakan sketsanya. Gadis kemudian menatap arloji di tangannya dan menjawab, "Jam tiga."

"What ?! Cepet banget udah jam tiga, gue pikir masih jam satu. Pantes aja gue udah mulai mual, maag gue mau kambuh." ucap Karina panik. Hal itu membuat Gadis berdecih sebal saat mendapati kebiasaan sahabatnya itu. "Gue udah nyangka lo bakal kayak gini. Udah gue beliin makanan tuh di luar."

Karina langsung menghembuskan napas lega dan bergerak menarik sahabatnya. Wanita itu memeluk perut Gadis erat. "Thankyou so much, bisa apa gue tanpa lo, Dis."

"Udah ih, berasa lesbi gue sama lo kayak gini." protes Gadis seraya melepaskan pelukan sahabatnya, membuat Karina terbahak puas.

=====

As Right As Rain - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang