Tiga

13K 791 4
                                    

Waktu baru menunjukkan pukul empat pagi. Matahari sama sekali belum nampak, tetapi Gadis sudah menyambangi rumah sahabatnya. Wanita itu nampak terburu-buru menaiki tangga menuju lantai dua, dimana kamar Karina berada.

Setelah sampai di depan pintu berwarna putih bertuliskan Karina, Gadis langsung mengetuk brutal.

"KARINAA!! UDAH BANGUN BELOM LO ?!" teriaknya, masih dengan tangan yang bergerak. Beberapa menit kemudian, barulah pintu itu terbuka, menampilkan Karina yang baru saja bangun tidur dan masih berantakan.

"EMJII!! Lo pasti baru bangun kan ?! Buruan mandi kilat terus siap-siap." ujar Gadis sambil mendorong kuat tubuh lemas Karina. "Siap-siap kemana sih, Dis ? Gue masih ngantuk, nih." balas Karina setelah menguap lebar.

"Kemana ?! Lo lupa sama barang-barang lo yang dipack kemarin hah ?! Lo mau ke Paris, bego." sahut Gadis dengan mata yang berapi-api jengkel. Seketika itu juga, mata Karina yang masih lengket karena kantuk langsung membuka lebar. Ia menepuk keras dahinya sambil menatap koper besar yang terletak di sebelah meja rias.

Karina kelimpungan. Ia langsung menyambar handuknya dan berlari cepat memasuki kamar mandi.

"Astaga, bisa apa Karina tanpa gue." ucap Gadis yang kini tengah menatap pintu kamar mandi. Ia menggelengkan kepala pelan sebelum membalikkan badan dan bergerak menyiapkan semua kebutuhan modelnya.

=====

Rama sudah berada di bandara pukul lima kurang lima belas menit. Pria itu sedang terduduk di salah satu bangku sambil menerima panggilan dari sang bunda.

'Please, Bun, Rama sudah capek Bunda jodoh-jodohkan terus.'

'Tapi, kalau bukan Bunda yang bergerak, kamu nggak akan dapet dapet pasangan, Rama.'

'Bunda tenang saja, Rama pasti dapat.'

'Dan kapan itu, Ram ? Kakak kamu sudah punya anak tiga sekarang dan adik kamu sudah mau punya dua anak. Lalu kamu ? Punya pasangan saja belum.'

Rama menghela napas lelah sambil menggerakkan tangan kirinya memijit tulang hidungnya.

'Nak, Bunda sudah tua. Paling tidak, sebelum Bunda menyusul Ayah kamu, Bunda ingin melihat ada seseorang yang berada di samping kamu, merawat kamu.'

'Bunda bilang apa sih ? Nggak usah ngomong aneh-aneh.'

'Pokoknya, setelah kamu pulang dari Paris, Bunda bakal ngejodohin kamu lagi sama anak temen Bunda.'

'Kapan Bunda berhenti melakukan itu ?'

'Kalau kamu sudah memiliki pasangan, Bunda pasti bakal berhenti.'

'Kamu sudah tiga puluh tiga tahun, Rama. Sudah sewajarnya, kamu memiliki pendamping lalu membangun keluarga kecil kamu. Bunda hanya ingin melihat kamu bahagia, Nak.'

.....

'Ok, Rama akan cari pasangan Rama sendiri dan memperkenalkannya ke Bunda.'

'Beneran ya ? Jangan cuma ngasih harapan palsu ke Bunda, lho ya.'

'Iya, Bunda. Rama janji.'

'Ya sudah kalau begitu, hati-hati ya di Paris. Jangan lupa cari pasangan.'

'Bunda juga hati-hati. Jaga diri.'

Setelah sambungan telepon terputus, Rama langsung menghela napas panjang. Ia menengadahkan kepalanya sampai menyandar ke arah punggung kursi.

"Astaga, apa yang baru saja aku janjikan ke Bunda ? Stupid me."

Rama terdiam di posisi itu untuk beberapa menit ke depan. Ia baru kembali menegakkan tubuh ketika mendengar suara berisik yang kini mulai tertangkap oleh telinganya.

As Right As Rain - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang