"Rama!"
Karina meneriakkan nama suaminya yang kini tengah bermain dengan si kembar. Wajah wanita yang sedang sibuk memasak itu nampak khawatir saat melihat kedua anak perempuannya yang kini sudah mulai aktif berjalan.
"Kenapa ?" balas Rama yang turut bersuara keras. Karina lalu menunjuk Klean yang sedang berjalan cepat dengan kedua kaki kecilnya ke teras belakang. Rama yang tengah memangku Kalan di atas perutnya langsung terduduk. Lalu, ayah muda itu langsung berlari kecil untuk menggapai Klean dengan Kalan digendongannya.
"Anak Papa suka sekali keluar rumah ya." Rama memberikan kecupan gemas di anak perempuannya yang baru saja ia gapai. Klean yang tentunya belum mengerti itu hanya mengoceh kesal karena tidak berhasil mendapatkan keinginannya.
Rama lalu menggendong si kembar dan membawanya menuju dapur dimana tempat Karina berada. Lalu, setelah mereka sampai, Rama menurunkan Klean dan Kalan dari gendongannya. "Kamu benar-benar tidak mau mempertimbangkan menggunakan pengasuh, Karina ? Sebentar lagi aku akan memulai syuting filmku. Aku khawatir kamu akan kewalahan mengurusi si kembar yang sangat aktif ini."
Karina menatap suaminya sebentar sebelum mengangkat masakannya yang berada di wajan. Wanita itu akhirnya baru menyahut sesudah menaruh wajan kotor di cucian piring. "Nanti kita lihat dulu ya, seperti apa. Kalau aku masih sanggup, aku tidak ingin mempekerjakan pengasuh. Tapi kalau memang aku kewalahan, ya sudah, mau bagaimana lagi."
Rama memandang istrinya dengan sayang lalu ia menarik wanita itu ke dalam pelukannya. "Kamu memang keras kepala dari dulu."
"Kenapa ? Tidak suka ?"
Suara gelakan Rama terdengar. Pria itu lalu memundurkan wajahnya dan memberikan Karina kecupan di kening. "Kekeraskepalaanmu itu menjadi salah satu daya tarik untukku. Jadi, aku menyukainya. Asal jangan sering-sering kamu mengeluarkannya."
Karina mendecih. "Bilang saja kalau tidak suka, Papa Rama."
Rama tidak menyahut dan hanya memberikan balasan berupa senyum manisnya. Karina kemudian melepaskan diri dari pelukan Rama lalu beralih melihat keadaan anak kembarnya yang tengah sibuk bermain dengan beberapa piring plastik yang kini sudah bertebaran di lantai.
Rama dan Karina menggeleng perlahan melihat pemandangan itu. "Sepertinya anak-anak kita berniat membuka restoran, Kar." ucap Rama geli. Karina ikut mengangguk setuju dengan kekehannya. Wanita yang sudah menjadi ibu selama hampir dua tahun itu kini ikut duduk di lantai menemani kedua putrinya.
Rama yang memperhatikan ketiga wanita di hadapannya tersenyum. Dalam hati dia mengucap beribu syukur karena sudah diberikan kebahagiaan luar biasa seperti ini. Bagaimana bisa, seseorang seperti dirinya bisa mendapatkan hadiah semenakjubkan ini ?
=====
Wakatobi, Sulawesi Tenggara
"Ok, cut!" teriakan dari sang sutradara menghentikan akting serius Rama. Wajah Rama langsung dibanjiri dengan senyum lega karena barusan adalah adegan terakhir yang harus di rekam di Wakatobi.
Rama kemudian menyalami para staff satu persatu sambil mengucapkan terima kasih karena sudah membantu proses syuting sehingga berjalan dengan lancar.
"Nih, es kopi lo, Ram." Evan sang manajer langsung menghampiri artisnya.
"Thanks, Van. Nanti malem ada perayaan kan ?" tanya Rama kemudian. Evan mengangguk sebagai jawaban dengan sebatang rokok yang hinggap di bibirnya. "Pulangnya besok lho ya. Jangan main kabur aja lo." sahut Evan kemudian yang seolah bisa membaca niat tersembunyi dari seorang Rama.
Rama langsung tergelak sesaat setelah menelan minumannya. "Lo tahu banget sih, Van, niat gue."
"Ya iyalah. Gue udah jadi manajer lo lama banget, Ram. Udah ngerti gue niat-niat busuk lo. Apalagi setelah si kembar ada, bawaannya pulaaang mulu."
KAMU SEDANG MEMBACA
As Right As Rain - END
Romance"Kamu akan menikah, Karina ?" "Ya, Pa." Jordan mengerutkan dahinya tak mengerti sambil terdiam memandang anak pertamanya itu. Ia kemudian kembali memajukan tubuhnya dan berkata, "Seingat Papa, menikah tidak ada di list kamu dalam waktu dekat ini. Ya...