Tujuh

10.2K 734 4
                                    

Karina baru saja menyelesaikan pemotretannya ketika Edbert, saudara kembarnya datang untuk menjemput. Pria itu tadi menanyakan keberadaan Karina dan saat mendapatkan jawabannya, ia langsung melesat dari kantor menuju tempat pemotretan ini.

"Tumben kamu mau menjemputku. Ada apa ?" tanya Karina sambil melangkah menuju ruang ganti. Edbert yang mengikuti saudara kembarnya dari belakang tetap membungkam mulutnya sampai akhirnya mereka berada di dalam ruangan.

"Apa-apaan ini, Kar ?" ucap Edbert dengan wajah serius dan mata tajam ketika memandang Karina.

"Apa maksudnya ?"

Edbert menyeringai lalu menyedekapkan kedua tangannya di depan dada. "Apa maksudnya ? Jangan pura-pura bodoh, sister. Kemarin aku tidak sedang berada di rumah, saat calon suami kamu itu datang."

"Damn it, Kar. Kamu akan menikah ? Sangat tidak masuk akal."

Karina yang sudah menduga akan mendapatkan respon seperti ini dari saudara kembarnya, kini menghela napas panjang. Ia lalu memundurkan tubuh sampai bokongnya menempel pada pinggiran meja.

"Apakah kami tidak boleh menikah karena saling mencintai ?" sahut Karina dengan suara lemah. Hal itu malah mengundang balasan yang terduga dari Edbert. Ia tertawa mengejek sambil masih tetap memandang saudaranya.

"Saling mencintai ? Such a nice bullshit, Karina."

Edbert lalu melangkahkan kakinya, mendekati Karina. "Kamu mungkin bisa membohongi orang lain. Tapi tidak dengan aku, Kar. Kita bahkan sudah hidup bersama saat berada di dalam rahim Mama."

"Kita berdua, tidak akan pernah bisa untuk saling berbohong."

Edbert mengangkat kedua tangannya ke atas dan meletakkannya pada pundak Karina. Pandangannya kini berubah menjadi teduh. "Ada apa, Kar ? Sampai kamu berbuat sejauh ini."

Dan hancur sudah, semua kalimat yang sudah dirangkai Karina untuk membohongi saudara kembarnya ini, musnah sudah. Wanita itu menundukkan kepalanya sejenak sebelum kembali menatap Edbert.

"He is back, Ed. Kami berdua bertemu di bandara ketika aku hendak pulang ke Indonesia." ucap Karina dengan suara lirih. Air matanya bahkan mulai berkumpul di pelupuk matanya.

Seketika itu juga, Edbert mengetatkan rahangnya emosi. Pria itu menurunkan kedua tangannya dari pundak Karina dan mengacak rambutnya kesal.

"Brengsek! Berani beraninya dia kembali. Apa saja yang sudah dia perbuat, Kar ?"

"Dia sudah mengirimkan setumpuk fotoku dan kartu ucapan berisi kalimat mengerikan seperti dulu." jawab Karina dengan suara bergetar karena menahan tangis.

Edbert terdengar menghela napas berat. Ia lalu menarik saudara kembarnya ke dalam pelukannya. "Aku bisa melindungimu, Kar. Kamu tidak perlu sampai harus melakukan rencana gila seperti menikah."

Karina menggelengkan kepalanya di atas dada Edbert. "Tidak, Ed. Aku harus melakukan ini agar obsesinya kepadaku hilang."

"Kamu yakin obsesinya akan hilang ? Kamu tidak berpikir jika mungkin saja obsesinya malah semakin menggila ?"

=====

Wajah Ajeng, ibunda Rama kini nampak sumringah. Ia baru saja mendapatkan kabar yang selama ini ditunggu-tunggunya dari putra keduanya.

"Rama sudah meminta ijin sama orang tuanya Karina. Dan mereka setuju."

Tanpa sadar, setetes air mata bahagia sudah mengalir di pipi Ajeng. "Bunda bahagia, Ram. Kalau seperti ini, Bunda ikhlas seandainya Ayah kamu datang menjemput."

As Right As Rain - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang