Tiga Belas

8.9K 699 6
                                    

Rama akhirnya tiba di kediaman Waller ketika langit biru sudah berubah menjadi merah. Langkah pria itu terlihat terburu-buru saat berusaha memasuki rumah mertuanya.

"Bagaimana Karina ?" tanya Rama begitu dirinya melewati pintu dan menemukan Edbert yang sedang menduduki sofa ruang tamu.

"Dia baik-baik saja dan sedang tertidur di kamarnya." jawab Edbert yang langsung berdiri menghadap pada saudara iparnya. Rama langsung menghembuskan napas lega. "Apa yang dilakukan oleh dia ?" tanya Rama dengan wajah yang mengeras akibat menahan emosi.

Edbert mendesah lalu menyugar rambutnya dengan kasar. "Untung saja pengawalku masuk ke rumah tepat pada waktunya. Sebelum pria brengsek itu melakukan sesuatu kepada Karina."

Rama terdiam sejenak, meresapi kalimat yang berisikan informasi dari Edbert. "Bagaimana bisa orang itu memasuki rumahku ? Perumahanku terkenal dengan keamanan yang luar biasa ketat."

Edbert tersenyum miring. "Kamu tidak mengenalnya, Ram. Orang itu benar-benar licik. Dia rela melakukan apapun, membayar berapapun untuk mencapai tujuannya. Dan sialnya, pria brengsek itu juga selicin belut. Dia berhasil lolos begitu saja."

Kedua pria itu lalu sama-sama terdiam. Pikiran mereka sama-sama berkecamuk memikirkan satu obyek yang sama.

"Kamar Karina masih seperti yang dulu kan ?" tanya Rama yang akhirnya memecah keheningan. Edbert yang sedang menunduk langsung mendongak. Pria itu kemudian mengangguk. "Mau aku antarkan ?"

Rama menggeleng. "Tidak usah. Aku ke atas kalau begitu."

=====

Rama menutup pintu kamar dengan pelan. Kakinya kemudian kembali melangkah tanpa menimbulkan suara ke arah ranjang yang berada di pinggir kamar.

Setelah pria itu sampai di pinggir ranjang, yang dilakukannya hanyalah terdiam sambil memandang sendu wanita yang menempati sisi kanan ranjang.

"Maaf, sudah meninggalkanmu." bisik Rama yang kini tengah menyingkirkan beberapa helai rambut yang menutupi pipi Karina. Ia kemudian berjongkok dan memfokuskan pandangannya pada wajah pucat milik istrinya. Hati Rama terasa teremas ketika melihat bekas air mata yang berada di pipi Karina.

"Apa yang sudah pria itu perbuat, Karina ?" tanya Rama dengan suara pelan. Pria itu bertahan di posisinya selama beberapa menit. Ia kemudian bangkit dan memutuskan untuk berbaring di sisi kiri, menemani Karina yang masih terlelap nyenyak.

=====

Masih dini hari ketika kedua kelopak mata Karina terbuka. Wanita itu harus mengerjap beberapa kali untuk menyesuaikan cahaya remang di kamarnya. Ia terdiam untuk beberapa detik saat memandang seseorang yang berbaring di hadapannya.

Dengan spontan Karina terduduk. Jemarinya lalu digerakkan menyentuh tubuh Rama, memastikan jika kehadiran pria itu memang nyata. Bukan hanya sekedar khayalannya saja.

Karina kemudian bernapas lega ketika meyakini jika tubuh yang sedang berbaring miring itu adalah Rama sungguhan. Tanpa sadar senyum teduh wanita itu muncul. Ia lalu kembali membaringkan tubuhnya dengan pelan agar tidak membangunkan Rama.

Posisi mereka kini sama seperti tadi, saling berhadapan. Karina menyangga kepalanya dengan sebelah tangan sambil memandangi Rama. Cukup lama wanita itu hanya menatap tanpa bergerak. Sampai akhirnya, otaknya memiliki keinginan untuk menyuruh jemarinya menyentuh wajah lelah milik Rama.

Jemari Karina menyentuh pipi Rama dengan gerakan seringan bulu. Ia sedikit takut jika sentuhannya dapat membangunkan pria itu. Karina tidak melanjutkan gerakannya untuk beberapa saat, menunggu reaksi dari Rama.

As Right As Rain - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang