Tujuh Belas

9.5K 685 8
                                    

Rama baru saja kembali dari lari paginya ketika mendapati Karina yang nampak terburu-buru menuruni tangga. Penampilan wanita itu terlihat kacau. Kantung mata yang menghitam, wajah kusut, rambut berantakan, dan pakaian yang dikenakannya hanyalah kaus kebesaran berwarna putih serta jeans biru tua.

"Mau ke mana, Kar ?" Rama menghentikan kegiatan Karina yang nampak sibuk mencari sesuatu. Wanita itu mengarahkan pandangannya kepada Rama. "Mau ke butik. Hari ini semua model akan fitting, jadi aku harus menyiapkan segalanya."

Rama menghela napas menatap keadaan Karina yang terlihat begitu lelah. Rasanya ia khawatir jika wanita itu tahu tahu saja jatuh pingsan di tengah kesibukannya nanti.

"Sudah sarapan ?"

Karina tidak menyahuti pertanyaan Rama sampai akhirnya menemukan apa yang ia cari, map berisikan berbagai berkas penting.

"Tidak sempat. Nanti saja, aku suruh salah satu karyawanku untuk membeli makanan." setelah mengatakan itu, Karina berbalik dan berniat untuk keluar dari rumah. Namun, tangan Rama bergerak cepat menahan wanita itu.

"Kamu mau menyetir sendiri dengan keadaan seperti itu ? Tunggu sebentar, aku ganti baju dulu. Aku yang akan mengantarmu."

Karina hendak melayangkan protesnya, namun Rama kini sudah berlari kecil menaiki tangga. Akhirnya, ia memutuskan untuk menunggu suaminya dengan menduduki sofa.

Napas panjang nan lelah keluar dari mulut Karina. Rasanya, seluruh tulangnya remuk. Menjelang fashion shownya yang akan terlaksana dua minggu lagi, kesibukan Karina semakin menjadi. Bisa tidur empat jam sehari adalah suatu anugrah baginya.

"Ayo."

"Cepat sekali."

"Kan aku cuma ganti baju."

Karina mengerutkan dahinya. "Bukannya kamu habis olah raga ? Nggak mandi ?"

Rama menggeleng. "Nggak usah. Kamu kan lagi buru-buru. Lagian, keringat aku kan wangi. Jadi kamu nggak usah khawatir."

Karina mendengus lalu berdiri dari duduknya. "Mana ada keringat yang baunya wangi."

"Ada, keringatku. Mau cium ?" sahut Rama sambil merentangkan kedua tangannya. Karina memilih untuk tidak menyahuti ucapan Rama barusan dan melengos pergi menuju pintu rumah.

=====

Rama tersenyum ketika melihat Karina yang nampak terlelap di bangku sebelah. Ia memang menyuruh wanita itu menggunakan waktu perjalanan untuk tidur. Karena jelas sekali jika Karina sangat membutuhkannya sekarang.

Rama menyempatkan diri mampir di tukang bubur ayam yang berada di pinggir jalan. Ia membeli dua porsi, satu untuk Karina dan satu untuk dirinya. Rama ingat jika Karina belum sarapan dan ia yakin jika wanita itu sudah menyentuh pekerjaan pasti tidak akan menghiraukan kebutuhan makannya.

Setelah menutup pintu mobil, Rama mendaratkan tangan kirinya di pipi kanan Karina. Pria itu memberikan tepukan beberapa kali, berusaha membangunkan istrinya.

"Sarapan dulu." ucap Rama begitu kedua mata Karina terbuka. Karina mengerjap beberapa kali lalu melihat ke arah jalanan.

"Belum sampai. Jadi, kamu bisa makan dulu sembari jalan." Rama seolah bisa membaca kebingungan di wajah Karina. Karina yang masih dilanda kantuk akhirnya mengangguk dan mulai membuka bungkus bubur.

Rama langsung melajukan kembali mobilnya ketika Karina sudah selesai meracik buburnya.

"Kamu tidak makan, Ram ?"

"Nanti saja di rumah. Yang penting kan kamu dulu. Aku yakin sekali, kamu tidak akan sempat sarapan begitu menyentuh pekerjaan." ucapan yang dilontarkan Rama barusan menghantarkan kehangatan di hati Karina. Wanita itu mengulum senyum karena perhatian kecil dari pria di sampingnya.

As Right As Rain - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang