Duapuluh Dua

2.6K 291 16
                                    

Sebelumnya mau warning, menuju bacaan terakhir ada konten yg sekiranya 17+. Jadi yang masih dibawah 17, dan yang engga nyaman bacanya bisa di skip.








Pagi harinya matahari sudah bersiap beranjak ke atas lalu menampakkan sinarnya.

June mengerjapkan matanya berusaha membiasakan matanya untuk menangkap sinar matahari yang tembus dari kaca. Tangannya hendak bergerak namun terhalang oleh sesuatu, yang jelas saat ini june hanya bisa tersenyum getir.

Dengan memberanikan diri, tangannya kini menyingkirkan beberapa helai rambut yang menghalangi wajah cantik di sebelahnya, di dalam dekapannya. June bisa melihat wajah rose secara jelas, mulai dari pipi tembam rose yang mungkin tidak setembam dulu, bibir tipis rose yang dulu pernah june rasakan, dan mata rose yang masih terlihat sedikit bengkak akibat menangis semalam. June tidak tau sesering apa rose menangis, tapi yang june tau adalah ia ingin membayar semua kesalahannya.

Tangannya berusaha menyingkirkan kepala rose, berniat untuk beranjak dari sofa. Tapi tanpa june duga, rose meletakkan satu lengannya di perut june. Dan itu membuat june menatap heran ke arah rose yang masih tertidur itu.

Dan sialnya kini jantungnya berdetak tak karuan. Ingin rasanya ia menempelkan bibirnya di bibir rose, tapi itu semua june tahan karena ia tak ingin membuat perempuan itu membenci dirinya lagi.

June berdehem canggung begitu matanya dan mata rose yang baru saja terbangun itu bertatapan. Rose langsung bangun dengan kelabakan begitu sadar dirinya memeluk june.

"Jangan salah paham, gue engga sadar meluk lu" ucap rose seraya membereskan rambutnya yang sudah seperti singa.

June berusaha menahan tawanya begitu melihat reaksi yang rose berikan begitu lucu. "Siapa yang bakal salah paham? Gue paham lu engga sadar karena masih tidur tadi"

"Bundaaaa..." panggil lyn yang masih setengah tertidur itu dengan nada merengek seolah benar benar merindukan bundanya.

Rose menghampiri lyn dan mengusap rambut anaknya, ia merasa bersalah karena waktu itu terlalu emosi. Ia sadar, tak seharusnya ia meluapkan emosinya pada lyn.

Lyn kini terbangun sepenuhnya, dan ia langsung memeluk erat tubuh rose. "Bunda, ini beneran bunda kan?" tanyanya.

Rose mengangguk. "Iya, ini bunda"

"Bunda engga marah lagi sama lyn kan?"

"Engga. Bunda minta maaf ya karena bunda udah marah marah sama lyn" ucap rose dan memberikan kecupan singkat di dahi anaknya.

Lyn mengangguk dan melirik ke arah june serta rose secara bergantian. Tanpa mereka tau, lyn berharap dalam hati semoga dirinya bisa mempunyai ayah seperti orang yang ia panggil om june.

June beranjak dari duduknya dan berpamitan keluar kamar, ia ingin agar rose dan lyn saling melepas rindu.







※※※※※

Sore harinya rose masih di apartemen june bersama dengan lyn. Rose tidak tau kenapa anaknya enggan pulang ke rumah, lyn beralasan ingin menghabiskan waktu sedikit lebih lama dengan june. Sementara june tadi berpamitan ingin keluar sebentar entah kemana.

Yang bisa rose lakukan sekarang menyisiri setiap sudut ruangan, matanya menangkap beberapa foto album yang sebentar lagi akan usang, dibawah meja panjang.

Tanpa ragu dan mungkin lancang, rose mengambil album foto itu dan membukanya. Ia tersenyum miris begitu melihat foto foto dirinya dan june semasa sma dulu. Bahkan rose tidak pernah tau kalau ternyata june mencetak hampir semua foto yang ia abadikan lalu disimpan di dalam album.

RedeemTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang