Tiga

2.6K 286 35
                                    

*In the middle of crazy work*

Hi all

****
"Kamu pikir ini akan menghentikan kebenaran?" tanya Park kepada pria didepannya "Jika aku mati..... Akan ada..... banyak wartawan lain yang.... akan membongkar kedok kalian" desisnya ditengah nafasnya yang terputus-putus karena tali yang melingkar ketat di lehernya.

Pria didepannya tersenyum. Park tidak dapat melihat dengan jelas wajahnya yang tertutup poni dan topi "Bicaralah sesuka hatimu selagi kamu masih hidup" ujar pria tersebut "Karena orang mati tidak akan bisa bicara banyak" tambahnya.

Park meringis kesakitan karena tali dilehernya terikat semakin kencang. Pria didepannya berdiri dengan senyum puas terpampang di wajahnya. Pria tersebut menjentikkan jemarinya dan dua orang pria dibelakang Park mengangguk lalu menarik tali yang melingkar di leher Park. Park tergantung di pintu kamarnya.

"Tuhan Arghhh...." teriaknya ketika dia merasa nafasnya mulai menghilang dari tubuhnya "....akan mengadili yang jahat" ujar Park dengan sisa kekuatannya.

Pria bertopi tidak mengatakan apapun lagi. Dia berdiri sambil menatap dingin ke arah tubuh Park yang menggeliat untuk terakhir kalinya.

"Bereskan" ujarnya pada dua orang yang berdiri di dalam kamar Park. Keduanya mengangguk. Salah satu dari mereka meletakkan sebuah kursi dibawah kaki Park sedangkan pria yang lain mengaitkan tali ke kaki tempat tidur. Pria bertopi berjalan ke luar kamar Park dan menelpon seseorang.

"Kami sudah melenyapkannya Pak"

Phana yang berada diujung telepon tersenyum puas "Pastikan tidak ada bukti yang tertinggal" perintahnya dengan suara yang dingin.

Pria bertopi mengangguk dan berjalan turun lewat tangga darurat "tenang saja"

Phana bernafas lega sebelum mematikan telponnya. Dia meletakkan handphonenya kembali ke atas tempat tidurnya.

"Ehm...." pria kecil disampingnya terbangun dan memeluknya erat "Phi Pha belum tidur?" tanyanya dengan suara yang terdengar lelah dan tatapan mata yang sayu. Phana kembali masuk ke dalam selimut dan memeluk pria disampingnya.

"Ada sedikit masalah dikantor. Tapi Phi sudah membereskannya" jawab Phana lembut

Pria kecil disebelahnya mengangguk dan merebahkan kepalanya ke dada Phana. Merasakan degup jantung Phana yang membuatnya tenang.

"Tidurlah lagi Nong, bukankah kamu masih harus bekerja besok pagi" ujar Phana sambil mengecup kening pria kecil disebelahnya.

"Phi juga..." gumam si pria kecil. Tidak lama kemudian dia kembali terlelap dengan mudah.

"Tidak ada yang boleh menyentuh milikku..." bisik Phana sambil menatap pria kecil yang kini terlelap di pelukannya. Phana mengelus pipi pria tersebut perlahan "aku akan menghancurkan semua yang menyentuh milikku" tambahnya.

****

Beam duduk diatap sebuah gedung dan menyusuri laman handphonenya. Dia membaca sebuah berita dengan seksama. Seorang wartawan ditemukan bunuh diri di rumahnya. Beam mengenali wartawan tersebut. Beberapa kali dia melihat wartawan tersebut mampir ke tempatnya dan bertanya beberapa hal tentang bisnis Phana padanya. Tapi tidak ada yang bisa Beam ceritakan padanya. Phana masih tidak melibatkan Beam dengan pekerjaan lain selain mengelola club.

"Kenapa begitu serius?"

Beam menoleh ke arah suara yang dikenalnya dan tersenyum

"Lama tidak berjumpa. Kamu terlihat ok" ujar Earth sambil mengacak rambut Beam.

"Ai Asshole!" protes Beam sambil menepis tangan Earth dan membetulkan susunan rambutnya. Earth duduk disebelah Beam sambil tertawa puas. Beam dan Earth jarang bertemu. Tapi hari ini, Beam ingin memberikan beberapa dokumen yang mungkin bisa membantu penyelidikan mereka pada keluarga Jamornhum. Sebisa mungkin mereka selalu menghindari jejak digital.

Internal AffairsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang