Sepuluh

2.2K 264 57
                                    

Halo!

****

"Kita harus bicara, soal Beam"

Paris sedang minum bersama Moon ketika dia menerima pesan Phana.

"Kenapa?" tanya Moon penasaran karena wajah Paris yang dingin berubah masam. Paris menarik handphonenya menjauh dari jangkauan Moon.

"Phana?" tebak Moon. Satu-satunya penghalang antara dirinya dan Paris adalah Phana. Paris menegak wiski di gelasnya habis tanpa menjawab pertanyaan Moon. Dia meletakkan gelas wiski kosong di atas meja dan turun dari kursi bar.

"Mau kemana? Kamu tidak akan menginap di tempatku malam ini?" tanya Moon sambil memegang lengan Paris. Paris berhenti dan menatap Moon tajam

"Aku sudah melakukan bagianku. Aku menunggu kamu melakukan bagianmu" bisik Paris sambil melepaskan tangannya dari genggaman Moon. Moon hanya bisa menatap kepergian Paris tanpa bisa melakukan apapun. Dia tahu, cepat atau lamban Paris akan datang kepadanya.

*****

Paris berjalan sambil mengucapkan selamat pagi kepada satu per satu pegawai yang dia lewatinya. Seluruh pegawai di kantor tersebut mengenal Paris. Tangan kanan Phana yang tampan tapi selalu berwajah dingin. Paris lebih sering terlihat bersama Phana dibandingkan Phana bersama suaminya wayo.

Paris membuka kantor Phana dan menghidupkan AC ruangan tersebut. Rutinitasnya setiap pagi memastikan kalau kantor Phana terlihat bersih dan segar. Ia juga membelikan kopi dan sarapan untuk Phana. Paris meletakkan sarapan tersebut di meja Phana. Ia kemudian membaca email Phana lalu mencetak dan meletakkan email-email penting di atas meja.

"Pagi Paris" ujar Phana tepat ketika Paris meletakkan email diatas meja Phana "Senang melihatmu kembali berada disini" ujar Phana sambil tersenyum lebar.

Paris hanya mengangguk. Phana meletakkan jasnya di kursi kantornya dan berjalan ke arah Paris sambil membawa kopi di tangannya.

"Aku punya banyak agenda hari ini, bagaimana jika kita mulai pembicaraan kita" tawar Phana sambil mengarahkan Paris ke sofa di ruang kerjanya. Paris tidak mengatakan apapun dan mengikuti Phana. Ia duduk disamping Phana.

"Apa Beam mengatakan sesuatu?" tanya Paris.

Phana menatap Paris lekat. Paris bertanya dengan wajah datar. Sulit menebak isi hati Paris. Phana buru-buru menggeleng. Hal yang paling dia tidak inginkan adalah membuat Paris menghianatinya.

"Beam Tidak mengatakan apapun. Aku memintamu datang untuk mengatakan bahwa kamu tidak perlu lagi mengawasi Beam"

Paris mengangkat sebelah alisnya. Phana menyandarkan bahunya dan menyesap kopinya "Aku membutuhkanmu" tambah Phana sambil menatap Paris serius. Phana sangat mengenal Paris. Phana sangat tahu bagaimana menghadapinya.

"Membuatmu mengawasi Beam adalah pilihan buruk. Aku kehilangan orang yang paling mengerti diriku. Aku akan meminta Ming untuk mengawasi Beam" usulnya.

Paris terlihat tidak setuju "Ming terlalu lunak"

Phana terdiam. Dia merasa kesal mendengar kritikan Paris tapi dia tidak ingin memulai pertengkaran "Kalau begitu kamu bisa mengusulkan penggantimu. Asalkan kamu kembali padaku" pinta Phana. Siapapun bisa mengawasi Beam asal bukan Paris. Phana bisa melihat kalau Paris tidak menyukai Beam sejak Beam bergabung bersama mereka. Jika dibiarkan, dia mungkim akan kehilangan salah satu dari mereka. Walau sebenarnya akan menarik melihat siapa yang bisa menang diantara keduanya.

"Aku akan mengurusnya" jawab Paris akhirnya. Phana bernafas lega dan menepuk bahu Paris

"Bagus. Lakukan secepatnya" ujar Phana. Paris mengangguk. Mereka bicara soal bisnis beberapa saat sebelum Paris akhirnya keluar dari ruang kerja Phana. Paris duduk di kursinya dan mengeluarkan handphonenya. Dia harus mencari pengganti dirinya untuk mengawasi Beam.

Internal AffairsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang