Paris meminum habis wiski digelasnya. Dia merasa kesal pada dirinya sendiri. Dia tidak pernah seemosional ini. Dia menyisir rambutnya lalu memukul kepalan tangannya ke meja bar. Tapi jika dia dihadapkan dengan situasi yang sama seperti kemarin, dia mungkin akan melakukannya lagi. Dia membenci wajah congkak itu, Beam Jarujitranon. Dia sangat membencinya. Beam dengan mudah mencuri perhatian Tuan oh, Forth, Ming, bahkan Phana. Sesuatu yang dia yakin tidak bisa dia lakukan jika ayahnya tidak bekerja untuk keluarga Jamornhum. Dia bahkan berjuang susah payah untuk menjadi tangan kanan Phana.
Demi Phana dia akan melakukan apapun. Dia mengagumi Phana dan berharap Phana bisa sukses dan menjadi penguasa di Thailand. Melebihi Tuan Oh. Dan dia membenci ketika Beam bisa dengan mudah mencuri perhatian Phana darinya. Dia teringat bagaimana ekspresi Phana ketika Beam berhasil mengalahkan seluruh bodyguardnya saat itu. Senyum itu, Paris tidak pernah melihatnya. Tidak, bukan cinta, tapi seperti kepuasan karena mendapatkan sesuatu yang langka. Senyum penuh kekaguman dan kebanggaan.
"Harusnya senyum itu milikku!" ujarnya kesal sambil kembali memukulkan kepalan tangannya ke meja bar.
Jika bisa, dia ingin menyingkirkan Beam. Beam adalah ancaman baginya. Paris bisa merasakan kalau Phana akan lebih memihak Beam dibandingkan dirinya.
"Aku menyukai sikap jujurnya" ujar Phana ketika Phana pertama kali melihat pembukuan White Dragon.
Ck
Semakin dipikirkan, dadanya semakin panas.
"Aku akan menyingkirkannya" bisik Paris.
"Siapa?" tanya seorang pria sambil menyerahkan segelas wiski ke hadapan Paris. Pria tersebut tersenyum lebar ke arah Paris. Membuat Paris bergidik. Dia tahu bagaimana sifat pria disebelahnya. Dia bahkan lebih gila dibandingkan Phana. Benar-benar gila.
Paris berdecak "Aku ingin sendirian" tegasnya sambil menolak gelas wiski yang disodorkan pria disampingnya.
"Kenapa? Apa Phana akhirnya mencampakkanmu?" ujar pria tersebut sambil duduk dengan santai di sebelah Paris.
Paris memalingkan wajahnya dan menatap pria disampingnya tajam "Apa menurutmu dia akan melakukannya?" bentaknya kesal.
Pria disebelahnya malah tersenyum tipis "Benar. Kenapa dia melakukannya. Jika aku jadi dia, aku tidak akan melepaskanmu"
Paris berdecak "Berhenti membicarakan hal yang menjijikkan" tambahnya sambil memesan kembali segelas wiski ke arah bartender.
"Menjijikkan? Phana bahkan menikah dengan seorang pria" ujar pria disampingnya sambil meminum wiski di gelas yang ditolak paris.
"Jangan menyamakan Phana dan kamu" ujar Paris kesal.
Pria disebelahnya berdecak dan menyandarkan punggungnya pada kursi bar lalu memutar tubuhnya sehingga dia duduk menghadap Paris.
"Tentu saja, semua hal menjijikkan akan terlihat menakjubkan jika berkaitan dengan Phana" ujar pria tersebut sarkas. Paris menatap pria tersebut dingin. Dia tidak ingin berdebat lebih lanjut. Terutama tidak di tempat kekuasaan pria tersebut.
"terserah apa katamu" ujar Paris.
Pria disebelahnya cemberut. Dia menyukai perlawanan Paris. Dia tidak ingin berhenti menganggunya.
"Aku dengar Phana punya peliharaan baru. Orang-orang membicarakan ketampanannya"
Pria tersebut tersenyum lebar ketika melihat wajah Paris berubah kelam dengan topik pembicaraan yang baru dimulainya. Paris meminum habis wiskinya dan beranjak pergi.
"Wait!" Pria tersebut terkejut melihat Paris pergi begitu saja.
"Lepaskan!" bentak Paris ketika pria tersebut menarik tangannya. Pria tersebut melepaskan tangannya dari Paris dan mengangkat kedua tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Internal Affairs
FanficManakah yang akan mereka pilih di antara cinta, keluarga, negara, dan kewajiban? Karakter milik chiffon_cake dan Ide cerita berasal dari film Internal Affairs milik Max and Felix Chong. I do not own the photos (If you do not want your photo to be in...