Chap 26: Facing the Past

446 49 8
                                    

Suara percikan api terdengar jelas di kedua telinga Seokjin. Jam dinding menunjukkan pukul enam pagi, namun sinar matahari belum terlihat. Seokjin dapat mendengar suara ketawa anak perempuan yang merupakan anak tetangganya. Seulas senyuman muncul di wajah Seokjin.

Walaupun anak perempuan itu tidak memiliki ayah, setidaknya dia masih memiliki ibu yang menyayanginya sepenuh hati. Seokjin pernah diundang makan malam oleh keluarga yang hanya terdiri dua orang itu dan Seokjin dapat bersumpah itu merupakan makan malam terhangat yang pernah dia rasakan.

Seokjin menghembuskan napas, dia merapatkan selimut yang membungkus tubuhnya. Kemarin dia sudah menghubungi ibunya dan tepat di deringan terakhir, ibunya mengangkat teleponnya.

Seokjin masih ingat nada terkejut ibunya kemarin.

"Seokjin? A-apa yang.."

"Jika kau benar-benar ibuku, datanglah ke apartemen di mana kau meninggalkanku bertahun-tahun lalu."

Seokjin meringis mengingat apa yang dia ucapkan kemarin. Seharusnya dia tidak berbicara sekasar itu. Tapi itu juga bukan sepenuhnya salah Seokjin. Dia tidak mengira ibunya akan menerima panggilan teleponnya.

Dia akan bertemu ibunya sebentar lagi. Mereka berdua setuju untuk bertemu di lobi apartemen antara pukul enam dan setengah tujuh pagi, yang artinya tidak lama lagi.

Setelah bertahun-tahun lamanya, Seokjin akan bertemu dengan ibunya lagi. Dia tidak ingat tampang ibunya, tidak ada satupun yang Seokjin ingat mengenai ibunya. Bagaimana dengan ayahnya? Pertanyaan itu tiba-tiba muncul di benaknya. Apakah ayahnya masih ada? Apakah kedua orangtuanya masih bersama?

Banyak sekali pertanyaan yang mengisi kepala Seokjin. Dia tidak tahu harus bertanya apa pada ibunya nanti. Tapi satu hal yang pasti, dia akan bertanya tentang kenapa ibunya meninggalkannya. Satu pertanyaan itu harus mendapat jawabannya karena jika tidak, Seokjin mungkin akan membenci ibunya selama hidupnya.

Getaran di saku celananya menyadarkan Seokjin dari lamunannya. Saat dia melihat ID sang penelpon, Seokjin segera melempar asal selimutnya dan bergegas mengenakan alas kaki.

Pintu apartemennya dia buka lebar hingga menimbulkan suara bedebum keras. Seokjin tidak melihat ke belakang di mana tetangganya beserta anak perempuannya melihat keluar, bertanya-tanya apa yang terjadi. Fokus Seokjin hanya tertuju pada satu hal, dia harus segera turun ke lobi lantai satu.

Dengan jantung yang berdetak keras di dadanya, Seokjin memaksakan kakinya agar berlari lebih cepat. Dia tidak peduli jika dia hampir jatuh saat turun tangga. Tanpa memedulikan kakinya yang masih terluka, Seokjin terus berlari sekuat tenaga hingga dia sampai di lantai satu.

Deru napasnya terdengar keras.

Di sana. Tepat di meja resepsionis, seorang wanita dan seorang pria tengah berdiri. Mereka berdua tidak terlihat menyadari keberadaan Seokjin. Saat wanita itu menyentuh layar ponselnya, Seokjin merasakan getaran di saku celananya.

Seokjin melirik ke saku celananya lalu balik ke pasangan yang ada di resepsionis. Matanya kemudian beradu tatap dengan dua pasang mata lainnya. Sambil menghela napas, Seokjin memberanikan diri untuk bersuara.

"Kenapa kalian meninggalkanku?"

.

.

.

"Apakah kau sudah gila?! Kita tidak bisa menyerahkan Seokjin kepada orang lain! Aku tidak peduli jika orangtua kita terus mengganggu kita berdua. Apa pun yang terjadi, aku tidak akan menyerahkan Seokjin, anak satu-satuya kita, pada orang lain!!"

Hold On [ Namjin ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang