Chap 30: Black & White

509 53 5
                                    

Suara bising orang-orang bercampur pemberitahuan dari speaker merupakan hal pertama yang menyambut kedatangan Seokjin setelah dia melewati proses landing dan mengambil kopernya. Ketika pintu kaca yang memisahkan ruang pengambilan bagasi dengan lorong utama bandara terbuka, Seokjin menarik napas dalam-dalam. Dia merasa bahwa dia harus mempersiapkan dirinya untuk apa saja yang mungkin akan terjadi nanti.

Entah itu bagus atau buruk.

Dengan satu tangan menarik kopernya, Seokjin mengamati sekitarnya. Setelah pesawatnya landing, dia menerima pesan dari Jihoon. Perempuan yang lebih muda darinya itu memberitahu bahwa dia sudah menunggu di depan pintu keluar.

Seokjin sudah lupa tempat-tempat yang ada di Bandara Incheon, oleh karena itu dia mengandalkan petunjuk arah yang telah tersediakan.

Ketika melihat kata 'exit', Seokjin tersenyum girang. Beruntung dia tidak lepas dari bahasa Korea sejak pindah ke Kanada. Seokjin berjalan menuju pintu keluar terdekat, ketika pintu kaca terbuka, seorang perempuan bertubuh mungil menubruknya. Perempuan itu memeluknya erat seakan-akan Seokjin adalah bantal terempuk yang pernah dia temui.

Seokjin tertawa senang dan balik memeluk perempuan itu. Setelah sesi berpelukan, mereka berdua melepas pelukan mereka. Senyuman lebar menghiasi kedua wajah mereka.

"Astaga! Aku tidak percaya kau benar-benar di sini, Seokjin!" seru perempuan mungil itu.

Seokjin kembali tertawa. Dia menepuk pelan kepala perempuan yang lebih pendek darinya itu, "Aku juga tidak percaya aku kembali ke Korea setelah lima tahun, Jihoon-ah."

"Berapa kali harus aku beritahu? Panggil aku Woozi."

"Aku masih bertanya-tanya kenapa kau lebih memilih dipanggil 'Woozi' ketimbang nama aslimu." Seokjin menggelengkan kepalanya heran.

Jihoon tersenyum menanggapi ucapan Seokjin. Dia pun mengulurkan tangannya sebagai isyarat untuk memberikannya bawaan Seokjin. Seokjin yang mengerti maksud Jihoon pun menggelengkan kepalanya tidak mau. Tapi sayang sekali, Jihoon tidak menerima jawaban Seokjin dan tanpa izin menyambar tas koper Seokjin.

"Jihoon-ah.."

"Hush!" Jihoon mengacungkan jari telunjuknya ke wajah Seokjin, "Kau adalah tamuku maka dari itu aku berhak membawa barangmu. Nah, sekarang nikmati saja liburanmu, Jin-ah."

Tanpa menunggu balasan dari Seokjin, perempuan mungil itu berbalik badan dan berjalan sambil menarik koper Seokjin. Melihat hal tersebut, Seokjin hanya bisa tersenyum pasrah dan mengikuti langkah temannya itu.

Udara dingin di Incheon tidak terasa asing bagi Seokjin. Dia sudah terbiasa dengan udara dingin mana pun karena dia sering berpergian keluar negeri di musim dingin. Walaupun begitu, ternyata udara di sini lebih dingin daripada udara di Kanada. Seokjin sampai harus menjejalkan kedua tangannya ke saku mantelnya.

Seharusnya dia membawa sapu tangan. Seokjin merutuk kebodohannya untuk yang ke sekian kalinya. Tapi mau bagaimana lagi? Sudah menjadi kebiasaan baginya untuk selalu lupa membawa sapu tangan. Jika saja ibunya ada di sini sekarang, mungkin wanita itu sudah menceramahinya mengenai pentingnya sapu tangan di musim dingin.

"Eh, apakah ini mobilmu?" Seokjin menatap mobil hitam yang terparkir rapih di hadapannya.

"Yep."

Kening Seokjin mengerut seperti teringat sesuatu. "Tapi sejak kapan kau punya mobil? Seingatku kau tidak pernah bilang apa-apa soal membeli mobil."

"Aku memang tidak membelinya." Jihoon menjawab singkat, perempuan itu membuka bagasi mobilnya dan memasukkan koper Seokjin. Setelah selesai, dia menutup kembali bagasinya dan berbalik menatap Seokjin sambil tersenyum. "Kakakku yang membelikannya."

Hold On [ Namjin ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang