Dua belas

10 3 0
                                    

“Ratu, tunggu!”

Ratu yang hafal dengan pemiliki suara itu lebih memilih untuk menghiraukan dan melanjutkan langkahnya.

Hari ini ia benar-benar dalam keadaan mood yang tidak baik.
Namun, langkahnya berhenti ketika tangannya ditahan oleh seseorang. Karena baru saja bel pulang. Otomatis koridor kelas sedang ramai-ramainya. Dan Ratu benci menjadi pusat perhatian.

“Lepasin. Mau pulang!” ucap Ratu sambil menghempaskan tangan Rangga.

Rangga geram dengan tingkah Ratu hari ini. Berbeda 180 derajat dari sepuluh hari yang lalu. Lalu ia berkata, “Ikut gue. Jangan sekali-kali berani ngebantah gue!”

Ratu seperti disambar petir. Setelah sepuluh hari nggak ada kabar lalu memutus sambungan telepon dengan sepihak. Dan sekarang bicara tepat di telinganya dengan kasar serta tatapan yang mematikan.

Udah nggak ada lagi, aku-kamu. Udah nggak ada lagi Kak Rangga yang berkata dengan lembut. Udah nggak ada lagi... Ditambah Kak Rangga mengendarai motor ugal-ugalan.

Menambah kabur penglihatan Ratu disela air matanya yang terus mengalir yang dibiarkan mengalir dibalik helm yang diberikan Kak Rangga.

Ratu baru menyadari kebenaran ucapan sahabatnya kalau Rangga cowok keras dan dingin. Dan sesuai dengan di novel dan sinetron. Cowok lembut dan romantis kalau lagi PDKT aja. Begitu udah pacaran baru kelihatan wujud aslinya.

Ratu terlalu sakit hati sampai tidak menyadari bahwa ia sudah sampai di depan rumahnya.

Untung dia nurunin di depan pintu kalau nggak, sekalian aja aku nyerahin jiwaku di tengah jalan. Biar nggak menambah beban hatiku.
Ratu segera meninggalkan Rangga yang sedang memarkir motornya.

“Wooi... Tunggu!”
Ratu kembali menghiraukan.

“Helmnya, Ratu!”

Ratu meraba kepalanya. Benar, helmnya masih nempel di kepala..

Apes banget hari ini, batin Ratu menyesali keteledorannya.
Ratu membalikkan badan dan menyerahkan helmnya dengan kepala menunduk. Sakit hati, kecewa, marah, dan malu menjadi satu.

Berbeda dengan Rangga yang justru tersenyum. Entah kenapa melihat tingkah Ratu seperti itu membuatnya kembali tenang dan emosinya padam.
--------------- --------------- ---------------
Ratu membiarkan Rangga masuk ke dalam rumahnya karena dalam benak ratu, Kenapa Kak Rangga kelihatan kurusan dan wajahnya begitu lelah?

“Kenapa tadi tersenyum?” tanya Ratu mengikuti Rangga yang langsung menhempaskan tubuhnya ke sofa begitu masuk rumahnya.

“Kanapa tadi marah?” balas Rangga dan mulai menatap gadis di hadapannya.

“Kenapa nggak pernah ngabarin Ratu?”

“Kenapa balas tanya?”

“Kak Rangga juga ganti tanya.”
Rangga tersenyum. Lega mendengar gadisnya mulai menjawab dengan panggilan ‘Kak Rangga’. Keresahannya mulai hilang.

“Katanya kamu juga mau menghubungi aku tiga hari sekali. Aku nunggu.”

“Jadi karena itu Kak Rangga memutuskan panggilan ku kemarin?”

“Hah? Bukan-bukan.”

Ratu melihat ada keresahan saat Rangga menjawab sehingga membuat ia semakin penasaran, “Lalu karena apa?”

Bukan jawaban yang Rangga berikan. Justru ia pergi ke dapur dan bertanya, “Masak apa tadi pagi?”
Ratu menyusul Rangga ke dapur dan duduk di ruang makan.

“Ratu nggak pernah masak.”

Merasa tingkah Ratu berubah lesu membuat Rangga ikut duduk di sebelahnya dan bertanya, “Kenapa?”

“Ratu selalu beli. Pagi Ratu hanya minum susu. Istirahat pertama setelah solat Dhuha makan roti dan siangnya baru makan siang. Malamnya minum susu lagi.”

“Pantesan ....” jawab Rangga menyadari kenapa tadi saat istirahat Rangga mencari dimana-mana nggak ada Ratunya. Salahnya sendiri nggak mencari di musolah.

“Pantesan apa, Kak?”

“Pantesan kurus. Hehehe” ucap Rangga mengacak-acak rambutnya.
Kenapa perlakuan Kak Rangga seperti tidak asing? Berbeda dengan Angga.

“Kenapa nggak masak sendiri aja. Kan lebih sehat.” tanya Rangga membuat Ratu tersadar dari lamunannya.

“Ratuuu?” panggil Rangga sambil mengayun-ayunkan tangannya di depan muka Ratu.

“Eh iya, Kak. Hmmmh... Kalau Ratu masak, Ratu jadi inget mama. Ratu semakin rindu sama mama. Ratu juga semakin merasa kesepian. Masa Ratu masak sendiri, dimakan-makan sendiri.”

Ratu memang pandai dalam segala hal termasuk bersih-bersih rumah, mencuci, menjahit kecuali satu hal yaitu memasak.

Rangga menangkap sendu di mata Ratu. Gadis yang periang dan kelihatan tangguh ini ternyata menyimpan begitu banyak luka. Dan juga kesepian.

“Lalu, kalau kamu kangen mama kamu, apa yang kamu lakuin?” tanya Rangga pelan, takut menyinggung.

“Ratu melakukan hal-hal yang membuat Ratu seneng. Sini, Kak.” ucapnya dan menuju ke kamarnya.

“Waaah... keren banget.” ucap Rangga takjub melihat dekorasi kamar Ratu.
“Banyak banget bunganya. Kamu bikin sendiri semua?”

“Iya. Satu-satunya hal yang membuat Ratu tanang adalah membuat banyak bunga yang warna-warni. Dengan harapan, hidup Ratu bakal berwarna juga nantinya. Pesona seperti ini membuat Ratu, di kamar kecil ini terasa indah seperti di taman.”

“Iya, bener. Kayak di taman beneran. Kamu mendekorasinya hebat banget.” Komentar Rangga dengan jujur.

Dengan latar belakang pegunungan, genangan air seperti danau, dan bunga-bunga yang menawan.
Ratu hebat, bisa membuat hidupnya berwarna dengan caranya sendiri. Dia berhasil memotivasi dirinya terus bangkit walau ia sendiri.

“Eh, tapi kok hanya ada bunga tulip dan mawar aja?”

“Tulip itu keren kak. Di setiap warnanya memiliki makna yang indah. Yang selalu berhasil memotovasi Ratu.”

(Hope) One DayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang