Lima Belas

12 2 0
                                    

Perbincangan antar RAY FC semakin panas ketika di parkiran sekolah melihat Rangga membonceng Ratu, Yos membonceng Rani, dan yang tersisa hanya Aldi tapi sudah resmi punya pacar di sekolah lain.

Dengan begitu, seolah anggota RAY FC ingin membubarkan RAY FC. Karena untuk apa mengidolakan mereka, jika mereka sudah resmi milik orang lain dan seperti tidak ada celah untuk menggantikan posisinya.

Sebaliknya, para cowok SMA Bunga Bangsa semakin senang dan mendukung hubungan Rangga-Ratu dan Yos-Rani apalagi jika RAY FC benar-benar dibubarkan. Karena hal itu bisa menyadarkan cewek Bunga Bangsa kalau di sini cowoknya nggak cuma Rangga, Aldi, dan Yos.

Rangga menghentikan motornya dan membuka kaca helmnya dan diikuti kedua motor di belakangnya, Aldi dan Yos.

“Di, lo jemput cewek lo, ajak dia gabung. Sekalian kita rayain hari jadiannya Yos. Gue tunggu di tempat biasa.” ucap Rangga kepada Aldi dengan suara keras karena suasana di pinggir jalan sedang ramai.

Aldi yang langsung paham dengan ucapan Rangga, mengacungkan jempolnya dan putar balik.

Sedangkan Rangga dan Yos langsung melajukan motornya kembali.
Jantung Rani berdegup kencang, Apa maksud hari jadian yang dimaksudkan Kak Rangga?

Di sela kecepatan laju motor, Ratu mengintip jam tangannya, sudah hampir tiga puluh menit perjalanan masih belum juga sampai. Mau dibawa kemana ya? tanya Ratu yang tak mungkin ada jawaban karena ia bertanya dalam hati.

“Kamu jangan ngantuk dulu ya, Ratu. Hampir ini sampe kok.” ucap Rangga sambil membuka kaca helmnya.

“I Iya.”

Kenapa bisa tahu, jangan-jangan lihat dari spion kiri. Pantas aja di spionnya kelihatan muka Kak Rangga terus. Ya jelaslah, jika aku bisa melihat wajah Kak Rangga dari spion, berarti kak Rangga juga bisa ngelihat aku dari spion. Tunggu! Berarti dari tadi aku menatap muka Kak Rangga dari spion, Kak Rangga tahu. Aduuh... malu banget. Kenapa tadi nggek kepikiran sih.

“Bego! Bego!” seru Ratu keceplosan.

“Kenapa?”

“Hmmm... itu kak. Ini mau kemana ya?” tanya Ratu gelagapan.

Sedangkan Rangga hanya tersenyum lewat spion lalu menutup kaca helmnya lagi dan kembali fokus ke jalan. Ia tahu bahwa pertanyaan Ratu tadi hanya mengalihkan. Ia senang karena diam-diam Ratu memandanginya tiada henti lewat spion yang tanpa Ratu sadari bahwa Rangga tahu di balik kaca gelap helmnya.

--------------------------------------------------
“Ratu, kamu mau pesen apa?”

“Pesen jus strawberry aja, Kak.”

“Makanannya?”

“Nggak usah deh, Kak. Ratu nggak laper.”

“Udah pesan aja. Aku yang bayarin kok.”

“Bukan masalah uang kok, Kak. Meski Ratu nggak sama ayah, tapi ayah masih ngasih uang bulanan kok ke Ratu.”

“Bukannya gitu, aku cuma nggak ingin kamu kurus kayak gini.”

“Bukannya cowok nggak suka cewek gemuk ya?” ucap Rani menimpali.

“Tuh kan, ribet banget ngomong soal makanan sama cewek.” ucap Yos yang ikut menimpali karena geram dengan cewek yang selalu ribet dan mempermasalahkan berat badan.

“Rame banget, sih.” sahut Aldi yang sudah sampai dengan menggandeng seorang gadis cantik.

Ratu ternganga saat melihat pacar Aldi. Dia tidak menyangka bahwa Aldi, cowok idola sekolah, jago basket juga jago berantem, ternyata pacarnya berkerudung. Cantik, anggun, manis, dan kelihatannya ramah.

Begitupun dengan Rani, dia mengira bahwa pacar cowok idola sekolah pasti cewek hits, ketua geng atau apalah. Ternyata dia salah besar.

Pantesan fotonya tidak pernah diunggah di media sosial karena ia bukan seperti cewek kayak biasanya. Limited edition di zaman sekarang.

“Wooi.. cepet banget datangnya, Bro.” ucap Yos sambil berdiri untuk bersalaman dengan sobatnya dengan salam khas gengnya. Lalu gantian Rangga yang melakukan hal serupa dengan Yos. Sepertinya mereka memiliki tradisi sendiri ketika bertemu.

“Iya dong. Oh iya, Ratu, Rani, kenalin ini cewek gue, namanya Nadiah.” ucap Rangga sambil menunjuk gadis berseragam putih abu-abu di sebelahnya.

“Hai, aku nadiah.” salam kenal Nadiah ramah dan langsung ikut bergabung.

------------------------------------------
Sore itu, seru banget. Di sebuah kafe sederhana, Ratu merasa menjadi remaja pada umumnya. Berkumpul bersama teman-teman, menikmati indahnya sore sambil tertawa bersama orang yang ia sayang.

Jauh berbeda dengan rumah sakit saat menemani mamanya berobat. Berbeda saat menunggu ayahnya pulang hingga larut malam. Berbeda dengan suasana saat ayah dan mamanya bertengkar. Dan jauh berbeda dengan suasanya rumahnya yang sepi dan sunyi.

Satu per satu ‘oneday’ yang ia impikan tercapai. Dan salah satunya adalah merasakan bahagianya menjadi remaja pada umumnya.

“Ratu.”

“Iya, Kak?” tanya Ratu kaget karena tiba-tiba Rangga menggenggam tangannya.

“Kita duduk di luar, yuk. Melihat senja mengantarkan matahari pulang.”

“Boleh” jawab Ratu beranjak pergi mengikuti Rangga menuju kursi depan kafe yang menghadap ke barat.

“Setelah bertemu dengan kamu, aku sadar bahwa setiap orang pasti punya masalah. Tidak hanya aku, kamu pun juga punya masa lalu yang kurang bagus.”

Ratu mendengarkan Rangga dengan seksama karena ia belum paham arah pembicaraannya.

Rangga melanjutkan, “Saat ini, hidupku seperti berantakan. Bundaku memiliki sedikit kelainan jiwa, setiap waktu ia hanya mempedulikan kain dan alat batiknya. Entah sudah berapa hektar kain yang telah ia batik sejak ayah meninggal.

Sedangkan abangku, tidak peduli denganku. Ia memilih fokus sama pendidikan kedokterannya dan menghiraukan aku yang berbeda jalur dengannya, Ilmu Pengetahuan Sosial.

Dan ketika aku masuk SMA, aku berharap bisa bergaul dengan normal, memiliki kehidupan seperti anak-anak lain. Tapi berubah, lagi-lagi manusia hanya memandang seseorang karena fisik dan materialnya saja.”

“Kak, nggak semua orang kok.” ucap Ratu menenangkan.

“Aku nggak asal bicara, Ratu. Semua ada buktinya. Diawali dengan semua cewek berusaha mendekati aku, bahkan nggak hanya seangkatanku aja, kakak kelas dengan lebel senior yang ia punya, mereka manfaatkan dengan semaksimal mungkin buat bisa deket sama aku.

Dan hal itu, membuat senior cowok jengkel sama aku. Yah, buat balasannya mereka ngehukum aku padahal nggak salah.

Dan saat ketika aku udah nggak bisa nahan lagi, tiba-tiba ada senior kentut yang nyuruh aku push up tanpa sebab. Saat itu juga aku jadi orang yang berbeda, dingin ke siapapun, kecuali Aldi dan Yos.

Karena saat itu mereka berdua yang ngelerai saat tengkar sama senior kentut itu. Aku bersyukur banget karena dilerai karena sejujurnya aku nggak pernah berelahi selain sama abangku dulu saat kecil.

Jadi mungkin kalau saat itu nggak dilerai, pastinya aku yang bakal babak belur.”

Oh, jadi Kak Rangga dingin biar nggak ada cewek yang berani ngedeketin sedangkan dia suka tawuran biar dia nggak diremehin sama cowok. Jadi sikapnya kayak gini hanya benteng pertahanan aja. Kasian kak Rangga, selama ini ia bertindak yang tidak sesuai dengan kepribadian aslinya. Ratu mulai manggut-manggut memahami apa yang terjadi.

“Woooii.. malah berdua-duaan menikmati senja. Nggak ngajak-ngajak lagi.” seru Yos dari belakang yang mengagetkan Rangga dan Ratu.

“Cabut yuk, udah mau gelap.” ucap Aldi sambil memakai helmnya.

“Aldi, nanti kalau Maghrib berhenti di masjid dulu, ya?” pinta Nadiah kepada Aldi. Ternyata tidak hanya kerudungnya yang Islam. Jiwanya juga taat.

“Boleh, sekalian aja barengan solatnya.” jawab Rangga menyetujui.

(Hope) One DayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang