Kring... kring.. kring...." suara alarm berdering.
"Uhh.... hmm. Sudah jam 3 pagi, ya?" geming Zahra sambil mematikan alarmnya.
Zahra segera merapikan tempat tidurnya dan bergegas ke kamar mandi untuk mengambil air wudlu.
"Alhamdulillah..." ucap Zahra yang lega setelah menunaikan solat malamnya. Ia segera mengambil Al-Qur'annya dan mulai melantunkan ayat-ayat suci sampai adzan Subuh berkumandang.
"Syukurlah semuanya sudah beres. Rumah bersih dan siap berangkat sekolah." ucap Zahra sendiri dengan tersenyum lega.
"Mama, sekarang aku sudah tahu alasanmu dulu menyuruh aku ini-itu, memarahiku karena aku malas bangun pagi. Bahkan setelah menstruasi pertamaku kau mewajibkan aku bangun jam tiga pagi.
Kau meneriakiaku jika aku tak segera melaksanakan sholat. Bahkan engkau tidak bisa melihat aku menganggur. Selalu ada yang engkau suruh aku kerjakan. Tetapi aku sadar, jika engkau tak begitu dulu, mungkin sekarang aku sudah mati. Karena aku tidak bisa melakukan apapun.
Terima kasih, Ma. Karena didikanmu, aku jadi bisa hidup mandiri. Mungkin inilah alasan dulu mama sangat bawel, ucap Zahra pada dirinya sendiri.
Setelah di depan kelasnya, X IPS 1, Zahra bersyukur karena di jam tangannya masih pukul 6 lewat lima belas. Itu artinya ia masih punya waktu untuk membuka ringkasan materi.
Meskipun hari ini ujian terakhir, Zahra tetap tidak boleh sembrono. Ia tidak ingin nilai rapotnya turun karena itu dapat mempengaruhi saat akan masuk ke perguruan tinggi. Sebisa mungkin ia ingin melanjutkan pendidikannya setinggi mungkin, entah bagaimana ia mendapatkan uang untuk biaya.
Bel tanda ujian berakhir telah berbunyi dan langsung disusul dengan teriakan seluruh siswa SMA Bunga Bangsa. Semua siswa kegirangan. Bagaimana tidak, karena hari ini ujian terakhir dan besok sudah tidak ada kegiatan belajar mengajar lagi melainkan acara OSIS yaitu classmeeting.
Semua siswa tampak gembira. Mereka saling bercengkrama dan bercanda ria. Ada pula yang telah merencanakan liburan minggu depan. Bahkan ada yang langsung jalan-jalan ke mall sepulang sekolah. Tetapi tidak dengan Zahra. Sebelum bel berbunyi, ia telah merapikan alat tulisnya dan begitu bel berbunyi ia langsung berpamitan kepada teman sebangkunya, Rani untuk langsung pulang.
Zahra senang karena di depan sekolah masih sepi.
"Mungkin semua masih asyik di dalam kelas." batin Zahra.
Tapi sungguh di luar dugaan. Setelah melewati tikungan sekolahnya, segerombolan siswa laki-laki tampak berlari ke arah sekolahnya. Zahra tidak bisa menerka. Ia bingung harus bagaimana.
Jika kembali ke sekolahnya sudah jelas tidak bisa. Sedangkan gerombolan itu kian mendekat dan tampak di tangan mereka ada senjata. Ada yang membawa bambu runcing yang tajam, kayu besar, batu-batu, bahkan ada yang membawa besi yang bisanya untuk pondasi bangunan. Entah darimana mereka mendapatkannya.
"Tidak ada waktu lagi." ucapnya sendiri dan bergegas untuk bersembunyi di balik pohon dekat dinding sekolahnya.
Zahra segera berjongkok sambil membelakangi jalan sekolahnya dan sebisa mungkin tidak bisa dilihat orang lain, terutama siswa musuh sekolahnya.
Zahra mulai bisa mencerna yang terjadi. "Mereka pasti akan tawuran dan akan menyerang sekolahnya.
Haduuuh... Bagaimana ini? Pasti teman-temannya belum mepersiapkan ini semua. Mereka kan masih merayakan hari terakhir ujian. Bagaimana jika semua kaca sekolahnya akan pecah, lalu.... tidak! ucap Zahra dalam hati dan segera menggeleng-gelengkan kepala untuk menyingkirkan pikirannya yang sudah mengacau.
KAMU SEDANG MEMBACA
(Hope) One Day
Fiksi RemajaZahra panggilannya. Seorang gadis yang hidupnya nyaris sempurna tapi hanya bertahan sampai di usianya yang ke enam. Karena beriringan para malaikat kecilnya menghilang. Duka dan derita kerap di alaminya. Motivasi 'one day' yang berhasil menguatkan...