Tujuh Belas

6 3 0
                                    

Ratu duduk di lobi apartemen yang telah dipilih Angga setelah ia melaksanakan solat asar. Pilihan Angga yang tidak jauh dari kampus dan parkirnya cukup mudah. Cukup mewah karena view dari jendela bagus apalagi kalau malam, pikirnya.

“Gimana, Ga? Udah beres semua?”
Angga menjawab dengan jempol kanan sambil menyungging senyum.

Sebagai cewek, Ratu mengakui kalau senyuman itu menawan juga menyejukkan bagi siapapun yang melihatnya. Sebagai cewek normal, siapa sih yang tidak tertarik dengan Angga.

Untuk merayakan, aku akan traktir kamu makan.

“Yuk ke atas, kebetulan restaurantanya ada di rooftop. Bagus banget deh pemandangannya. Apalagi kan ini sore pasti romantis deh.”

Ratu tak sanggup menjawab, ia hanya membiarkan tangannya digandeng oleh Angga menuju lift. Lalu mengikuti setiap langkah kaki Angga yang menuntunnya ke tempat duduk di pinggir agar bisa melihat pemandangan sore dengan leluasa.

Namun, Ratu tidak bisa menikmati pemandangan yang ada apalagi obrolan Angga.
Hanya ada satu kalimat sudah beberapa menit lalu terucapkan namun masih terngiyang-ngiyang di telinga Ratu.

Ia bingung harus menanggapi seperti apa perlakuan Angga. Kalau ia boleh jujur, segala perlakuan Angga sangat hangat bahkan terlalu nyaman. Apalagi tanpa ada embel-embel ‘kak’ membuat lebih santai.

Apapun pembicaraan yang diajukan Angga selalu membuat Ratu tertarik sehingga selalu berujung menjadi pembicaraan yang seru. Hampir di setiap waktu bersama Angga akan kehabisan topik.

Hal inilah yang membuat Ratu semakin bingung. Bagaimana nasib pacarnya yang juga masih belum lama terjalin?

Dan bagaimana apabila Kak Rangga ada di momen ini. Momen ketika kekasihnya bersama laki-laki lain. Kekasihnya sedang bercengkrama bahagia dengan laki-laki selain dia.

Lamunan Ratu langsung buyar ketika ada tangan yang melambai-lambai tepat di depan wajahnya.

“Halloooo... Ratu... Kamu kenapa?”

“Oh, maaf kak.”

“Kak?” tanya Angga bingung.

“Eh, maksudku Ga. Kayaknya aku kecapekan deh.” jawab Ratu lebih pelan karena merasa bersalah.

“Yaudah yuk, gue anterin pulang. Maaf ya, gara-gara nemenin muter-muter cari apartemen.” ucap Angga sambil menggandeng tangan Ratu sambil menatap teduh matanya merasa bersalah.

Tatapan teduh Angga hanya dibalas dengan anggukan oleh Ratu karena ia merasa semakin bersalah. Ia tidak mengungkapkan ke Angga bahwa ia sudah memiliki hubungan khusus dengan laki-laki lain.

Egois memang. Hanya demi supaya tidak kehilangan perlakuan hangat ini. Tatapan teduh ini. Ratu rela mengorbankan dua hati sekaligus. Angga dan Rangga.

-----------------------------------------------------------
“Tok-tok! Tok-tok-tok?” suara ketukan pintu yang semakin keras.
Aldi segera menyudahi dalam membaca Al-Qur’an dan segera menuju pintu.

Begitu terejut ketika mengetahui siapa yang bertamu. Bukan karena siapa yang datang karena Rangga hampir setiap hari bermain ke kosnya.

Melainkan, karena Rangga datang dalam keadaan yang mengenaskan. Rambut berantakan ditambah dengan raga yang lemas dan tatapan kosong. Kurang lebih seperti mayat hidup tapi tidak pucat.

“Oi, Ga. Lu kenapa? Hoi-hoi!” tanya Aldi sambil melambai-lambaikan tangannya di hadapannya.

Namun tidak ada balasan dari lawan bicaranya. Ia langsung nyelonong masuk kos temannya dan duduk di depan TV.

Aldi hanya mengikuti langkah temannya itu yang terlihat pasti ada sesuatu yang buruk. Aldi melihat Rangga menyalakan TV tanpa mengganti chanel.

Bahkan seperti tidak mempedulikan acara di TV karena ia sama sekali tidak menyimak. Tatapannya tetap kosong.

Aldi memutuskan untuk melanjutkan mengajinya. Karena ia yakin jika Rangga sudah siap bercerita, ia akan menceritakan tanpa harus diminta. Namun, setelah belasan menit berjalan, tak ada perubahan dari Rangga.

Aldi tak tahan karena ia sangat khawatir. Sebelumnya tidak pernah separah ini.

Ketika disentuh pundak Rangga, tiba-tiba tubuhnya jatuh ke tikarnya. Disusul dengan suara dengkuran yang keluar dari mulut Rangga.

Syukurlah kalau elu tidur. Mimpi indah ye, batin Aldi dengan logat Betawinya. Lalu ia menuju depan untuk mengkunci pintu dan ikut terlelap dengan teman yang sudah menjadi sahabatnya sejak tiga tahun yang lalu.

--------------------------------------------------
Aduuh.. sejak tadi pagi kok nggak ada balasan dari Kak Rangga, sih? dari kemarin juga tidak ada kabar. Padahal 15 menit lagi kan udah bel. Kalau naik angkutan umum juga nggak bakal nutut, batin Ratu akibat tidak ada kabar dari Rangga.

“Oi! Rangga? Woooi? Bangun! Udah jam berapa nih?” teriak Aldi tepat di telinga Rangga karena geram yang sejak Subuh tadi tidak bisa dibangunkan.

“Pa-an, sih? Gue hari ini mau bolos aja! Males gue ke sekolah. Dengan mood yang buruk ini gue gak yakin bakal aman sekolah.”

Aldi yang sudah paham dengan kondisi temannya itu hanya bisa pasrah. Karena jika dilogika memang akan bahaya. Iya kalau yang dibikin ribut cuma kelasnya, takutnya sampai sesekolah atau bahkan dengan sekolah lain. Kan bisa merusak citranya.

“Yaudah, terus abang lu mau dikabarin gimana?”

“Biar jadi urusan gue.” balas Rangga dengan singkat lalu melanjutkan tidurnya.

Beberapa detik kemudian terdengar deru motor yang artinya Aldi sudah berangkat ke sekolah. Aldi memang punya kebiasaan datang ke sekolah mepet dengan bel masuk. Karena ia tergolong cowok yang bersihan dan super rajin.

Sebelum berangkat sekolah ia pasti membersihkan kossannya dulu.

Tepat di gerbang sekolah, motor Aldi hampir bertabrakan dengan mobil yang sama-sama akan berhenti di depan gerbang sekolahnya.

Ketika ia membuka helm, ternyata Ratu. Dan ketika matanya disipitkan di sampingnya cowok seumurannya namun tidak memakai seragam sepertinya. Dan setaunya, Ratu adalah anak tunggal. Ada secelah kecewa kepada Ratu. Namun, Aldi tidak mau ambil pusing. Ia melajukan motornya ke parkiran karena beberapa menit lagi bel masuk akan berbunyi.

-----------------------------------------------------------
“Makasih ya, Ga.” ucap Ratu kepada Angga begitu turun dari mobilnya.

“Santai aja kali. Kalau kamu butuh apa-apa hubungin aku aja. Gak usah sungkan-sungkan. Kalau minta dianterin ke sekolah setiap hari juga gapapa kok.”

Dengan senang hati malahan. Siapa sih yang nggak mau terus-terusan sama cewek kayak Ratu. Pinter, rajin, cantik, dan manis.

“Nggak usah, Ga. Aku gak mau terus ngrepotin kamu. Yaudah, aku masuk dulu yaa.. bye-bye.”

(Hope) One DayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang