Empat

21 5 0
                                    

“Yeeeeyy.... yey yey...” sorak ramai RAY FC kepada hasil pertandingan pertama pagi ini. Dengan selisih yang cukup telak. Dan yang pasti pertandingan dimenangkan oleh kelas XI IPS 1.

Teriakan tak segera berhenti mengingat lima puluh persen dari pemain kelas XI IPS 1 adalah cowok idola sekolah. Menyoraki mereka bagai usaha yang tak mungkin sia-sia. Terutama jika para cowok yang dijuluki idola sekolah tersebut tersenyum.

“Udah-udah. Nggak usah pada tebar pesona kalian. Ayo ke kantin. Haus nih gue” seru Rangga melihat kedua sobatnya senyum ke fansnya.

“Ye elu, senyum dikit kenapa sih” gerutu Yos kepada Rangga yang langsung neloyor begitu saja padahal fansnya sangat setia.

Mereka langsung duduk di satu meja. Kebetulan kantinnya cukup sepi karena semua pada di lapangan basket.

“Rangga, lu mau gue pesenin apa?” tanya Aldi yang memang paling mengerti di antara mereka.

“Rangga? Wooy bro! Lagi lihatin siapa sih?”

Dengan reflek, Yos mengecek dahi Rangga.

“Lagi demam lu?” tanya Yos sambil ketawa seperti khasnya.

“Ohh... gue tahu. Tuh cewek yang kemarin di bawah pohon berduaan sama lu kan?” tanya Yos dengan jail. Sedangkan Aldi hanya melihat dengan heran.

“Ah, apasih lo pada.” sengkal Rangga.

“Ngomong-ngomong namanya siapa? Kok gue gak pernah liat.”

“Nah itu kenapa tadi malam gue gak bisa tidur. Gue gak tau namanya siapa.”

“Ya ampuun Rangga.” komentar Aldi dan Yos serentak sambil menepuk jidat.

“Kan lu bisa liat nametag bro.” ucap Aldi sambil menepuk pundak temannya.

“Tumben sih otak lu gak jalan.” olok Yos kepada sobatnya yang mati gaya sama cewek.

“Kalian gak tau sih, kemarin itu kayak gimana keadaannya. Ya mana bisa gue sempat liat.”

“Menurut kalian gimana nih?” tanya Rangga polos.

“Jadi lu mau serius nih?” tanya Yos serius mengingat belum pernah Rangga tertarik sama cewek.

“Lu bener suka sama tuh cewek?” giliran Aldi memastikan.

Deretan pertanyaan dari kedua temannya, hanya dijawab dengan sebuah anggukan oleh Rangga. Sedangkan kedua temannya langsung saling pandang. Seperti sebuah keajaiban temannya ini akhirnya tertarik pada cewek. Selama ini mereka kira Rangga homo yang gak tertarik sama cewek.

“Kalau lu udah mateng, ya gapapa lu deketin aja. Pokoknya jangan sampai lu lupa sama prinsip yang udah kita buat. Apalagi dia keliatan anak baik-baik dan juga polos.” ucap Aldi dengan bijak.

“Kalau lu gimana, Yos? Gimanapun kan lu teman gue.” tanya Rangga dengan menaikkan alisnya.

“Kalau gue sih oke-oke aja. Asalkan lu gak ngelupain gue.” jawab Yos dengan khasnya yang melow.

“Najis lu. Makanya lu juga cari dong. Kalau udah kayak Aldi kan tentrem gitu idupnya.”

“Udah gih, samperin. Kenalan gitu. Nanti gue nyusul.” ucap Yos cengar-cengir.

“Eh, apaan lu. Apa maksud lu nyusul? Lu mau ngerebut dia dari gue?” tanya Rangga yang tiba-tiba panik.

“Ya Ampuun. Negthink mulu sama gue. Kan gue bisa deketin yang satunya. Sohibnya calon lu.” jawab Yos banga.

“Okee. Doain gue, ya?” pinta Rangga dengan penuh harap. Namun, hanya dijawab dengan tawa oleh kedua sobatnya.

Dengan langkah pasti, Rangga mendatangi meja Zahra.

“Ya ampun Zahraaa. Berarti kemarin adalah hari paling berharga di hidup lo. Lo bisa semobil dengan cowok idola sekolah. Lo beruntung banget, Ra. Demi apapun, belum ada cewek yang pernah berdua sama Kak Rangga. Meski dengan kegantengan yang luar biasa tinggi, ia gak pernah ngedeketin cewek. Super ‘cool’ deh pokoknya. Dia itu singgel eksklusif gitu.” reaksi Rani ketika Zahra setelah cerita.

“Ehem..” Rangga berdehem di dekat meja, menyampigi Zahra dan Rani. Rani kaget minta ampun, karena orang yang barusan ia gosipkan tepat berada di sebelahnya.

“Looh.. kamu cewek yang kemarin kan?” tanya Rangga memastikan meski ia sudah yakin seratus persen.

“Eh, iya kak.”

“Itu, kemarin lupa belum tanya nama. Boleh duduk nggak?”

“Iya kak, silahkan.” jawab Rani semangat namun dibalas dengan tatapan galak dari Zahra.

“Okee makasih. Jadi, nama kamu siapa?”

“Zahra.” jawabnya singkat.

“Lengkapnya?”

“Ratu Disya Az-Zahra, Kak.”

“Boleh minta nomor telepon lu?” pinta Rangga ‘to the point’.

Di seberang meja sana, Yos dan Aldi yang tengah menonton Rangga dari kejauhan langsung menepuk jidatnya.

“Kok Rangga jadi bego gitu sih?” komentar Yos dengan reflek.

“Iya ya, kok dia jadi kaku gitu. Masa langsung minta nomor telepon. Kayak orang polos dia kalau kayak gitu.” ucap Aldi kecewa.

Sedangkan Zahra langsung mengkode Rani. Sepertinya ia minta pendapat ke temennya satu-satunya itu.

“Anu kak. Hp saya ‘low bat’ dan saya nggak hafal.”

“Oh gitu. Kalau lu bawa HP gak?” tanya Rangga sambil beralih ke Rani yang melihat ada HP di sebelah es jusnya.
“Gue minta nomer teman lu ini gih?”
Tanpa diperintah, Rangga langsung mengambil HP Rani.

“Paswordnya?”

“060400.” jawab Rani ragu. Sedangkan Zahra hanya tertunduk pasrah.

“Nih, makasih banyak. Gue balik dulu.” ucap Rangga beranjak dari tempat duduk sambil menyodorkan HP Rani ke pemiliknya.

Begitu Rangga membalikkan badan, Zahra dan Rani menepuk jidatnya bareng.

Rangga yang mendengar suara aneh itu langsung membalikkan badannya sambil bertanya, “Kenapa?”

Zahra sudah tak sanggup menjawab sehingga Rani menjawab, “Tidak apa-apa kok, Kak. Cuman tolong jangan disalahgunakan nomernya Zahra.”

“Santai kali, gue orang baik kok.” jawab Rangga santai sambil menaikkan sebelah alisnya lalu pergi

(Hope) One DayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang