Senjani Rahma

11.5K 558 32
                                    

Bel tanda pelajaran telah selesai berbunyi nyaring. Aku membereskan buku dan alat tulis lalu bergegas keluar kelas. Dengan langkah lebar, aku mendahului beberapa siswa lain yang hendak keluar kelas juga. Bahkan aku nyaris jatuh karena bertabrakan dengan bahu salah satu siswi kelasku.

"Bintang!"

Langkah kakiku terhenti saat mendengar nama itu dipanggil.
Aku menegakan tubuh ternyata memang ada Bintang di depan kelas. Dia bersandar di daun pintu dengan tangan kiri dimasukan dalam saku seragamnya, sedang tangan kananya sibuk memainkan kunci motor.

Almira tampak berbinar di samping Bintang, tapi aku benar-benar tidak peduli.

Saat jarak kami tinggal beberapa langkah lagi, aku sengaja menunduk. maksudku, supaya Bintang tidak menyadari saat aku melewatinya.

"Kamu nyari aku? kenapa enggak chat kalau mau bareng? Eh tapi aku bisa batalin jan___" ucapan Almira terpotong saat Bintang menghadang jalanku.

"Mau kemana? Mau coba coba kabur, huh?"

Aku langsung memejamkan mata saat merasa ada yang mencekal lenganku kuat. Dengan sedikit mendongak, aku menatap kesal Bintang yang menyeringai padaku.

"APAAN SIH?" tanyaku mulai kesal.

"Udah janji pulang sama aku, kan?" tanya Bintang dengan suara rendah,  "lupa?"

Kedua alis Bintang terangkat dengan senyum yang masih tertahan di wajahnya.

"Nggak mau!"

"Mau ingkar janji? Atau kita ubah kesepakatan kita jadi pac__"

"NGGAK!" Aku memotong ucapanya cepat, sebab aku tak mau kelas mendadak heboh jika mengetahui ucapan Bintang selanjutnya.

"Oke, kita pulang bareng. Puas!"

Menghentakan kaki sebal, aku melangkahkan kaki lebar meninggalkan Bintang dan Almira yang sedang berdebat. Dalam hati, aku berharap Almira bisa membujuk Bintang untuk pulang bersama.
Tidak peduli aku harus naik ojek online asal tidak bersama Bintang.

Aku merogoh ponsel yang terasa bergetar di saku rok seragamku.
Saat melihat user name di layar ponsel, aku tidak bisa menahan senyum.

"Assalamualaikum."

"Wallaikumsalam, Dis. Masih di sekolah ya ?"

"Iya, Bu, tapi udah mau pulang, sih."

Ini Ibu, Ibu Laras.

Perempuan yang mempunyai dua anak dan tak lagi punya suami.
Bu Laras seorang buruh cuci yang hampir saja ditabrak oleh Dino suatu malam setelah dia pulang dari berlatih futsal.

Lalu hubungan kami menjadi dekat setelah aku dan Dino mengetahui jika Bu Laras tengah sakit keras waktu itu.

Kami membantu pengobatan dan terapi yang dijalani Bu Laras.
Barang kali itu yang membuat kami menjadi dekat, bahkan beliau tak segan-segan beberapa kali menelpon untuk memastikan kami baik-baik saja.

Berbeda dengan Mama.

Bukan maksud membandingkan, tapi kenyataanya memang Mama tidak pernah menelponku kecuali benar- benar ada hal penting yang beliau ingin sampaikan. Bertanya aku sudah makan apa belum, bagaimana sekolahku, atau apa aku dalam keadaan baik-baik saja, juga tidak pernah.

Aku pernah menanyakan kabar mama, karena beliau hampir tiga minggu tidak pulang kerumah. Tapi jawaban yang kuterima malah membuatku menyesal. Katanya aku mengganggu kesibukan Mama.

Beliau bukan anak-anak yang harus diingatkan jadwal makannyalah, inilah, itulah. Hingga akhirnya aku menyerah, tidak lagi mau bertanya hal-hal sepele begitu, padahal aku hanya mencemaskan Mama.

Broken Home [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang