Terbiasa Sendiri

8.9K 563 22
                                    

   

Happy reading

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Happy reading..

      Kalian harus dengar ini baik-baik.
Jangan pernah menggantungkan kebahagiaan kalian pada orang lain,  sebab kebahagiaanmu terletak di Pikiranmu sendiri.
Jika orang lain selalu menjadi tolak ukur kebahagiaanmu maka bersiaplah hancur olehmu sendiri.

           Barangkali itu adalah hal yang paling sering kurasakan.
Dulu waktu kecil, aku punya banyak teman apa lagi ketika mereka tahu aku berasal dari keluarga berada.
Teman adalah prioritasku, sebab di rumah selain dengan Yangti aku nyaris tidak menemukan kebahagiaan.

Sampai akhirnya aku sadar,  teman-temanku suka membicarakan kekuranganku jika kami tak bersama.
Aku tidak masalah ketika mereka memanfaatkan |ku, memintaku menlaktir ini itu. 
Tapi ketika di depan telingaku sendiri mereka membicarakan kepayahanku, aku menjadi muak.
Muak sekaligus minder sebenarnya.
Karena yang mereka singgung perihal keluargaku.

Yangti, beliau tahu dan marah sekali waktu itu.
Semenjak kejadian itu Beliau benar-benar membatasi pergaulanku.
Selain dengan Dino aku nyaris tidak punya teman bermain.

Jadi, seandainya Yangti tahu hari ini ada dua cowok yang bikin aku kecewa. Beliau pasti tidak ijinkan kami bertemu lagi.

Aku membuka mata ketika kurasakan sesuatu menyentuh pipiku.
Sebanarnya aku tidak tertidur,  entahlah aku hanya merasa lelah, jadi aku memutuskan untuk ke kelas dan merebahkan kepalaku sebentar.
Rasa lapar yang tadi menyerang seakan ilang gitu aja.

Saat mataku terbuka sempurna aku melihat Gavin sedang duduk di bangku Lala dengan senyum lebarnya.

Aku menegakkan badan, mencari keberadaan Lala yang perasaan tadi masih di sampingku berkutat dengan bukunya.

"Nih!" dia memberiku satu susu kotak coklat dan beberapa bungkus snack bar.

Melihat Gavin yang senyum-senyum tanpa rasa bersalah, bikin aku makin jengah. Aku beralih melihat Susu dan snackbar yang makin dia dorong kehadapanku. Mungkin kalau aku tidak dengar apa yang udah dia omongin sama Galang tadi, aku tidak akan sekesal ini.

"Kenapa?" tanyanya dengan kedua alis terangkat. Mungkin karena melihat aku tidak langsung ambil pemberianya. "bukanya kamu belum makan? tadi kemana aja sampai dihukum?" tanyanya beruntun.

"Ngak usah sok peduli!" Ujarku, lalu mendorong kursi dengan keras, ninggalin Gavin yang masih bengong lihat kepergianku.

Kenapa semua orang hari ini nyebelin?

     Sekarang, aku jadi bingung mau kemana. Kelas mendadak jam kosong, karena Guru bahasa berhalangan hadir, dan kami hanya diberi tugas untuk dikumpulkan di4akhir jam pelajaran hari ini. Aku berdiri di depan kelas, pandangaku tertuju pada ruang guru yang berada tepat di lantai bawah.
Di ruang kepala sekolah kelihatan beberpa siswa kelas X seperti sedang mengintip ruangan kepala sekolah lewat kaca cendela.

Broken Home [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang