Menyakiti Berulang Kali

9.3K 604 72
                                    

    Siapkan tissue sebelum membaca💔💔

    Nyatanya, beberapa bulan berlalu tidak ada yang berubah dari keadaanku. Mama hanya menghubungiku jika sudah mengirimiku uang jajan.
Kabar yang kudengar dari Bibi Ema sudah hampir 6 bulan Mama nggak lagi pulang kerumah. Akupun tidak pernah mau membahasnya lagi.
Percuma juga aku minta Mama bertahan karena nyatanya Papa benar-benar tidak menginginkan kami.

Kalau tidak memikirkan Bian tentu aku enggan datang ke rumah ini lagi.
Sudah beberapa hari kemarin Bian kembali demam, tapi tak mau juga di bawa ke dokter. Aku makin sedih karena kata Bibi, Bian selalu mengigau namaku.

"Sudah lama Bian tidur, Bi?"

Aku membelai wajah Bian yang sedang tidur tapi seperti gelisah.

"Baru Neng, tadi nangis terus seharian"

"Apa Tante Tami akan keluar lama?"

"Nggak tahu Neng, acara lomba Neng Nana sampai jam berapa."

Aku menghela napas panjang, Vierna memang sedang mengikuti lomba di SMA Tunas Bangsa.Tante Tami menjemput Vierna,  karena supir sedang ijin pulang kampung.

"Saya tinggal ya Neng," pamit Bibi Ema yang kemudian ku jawab dengan anggukan.

Aku ikut berbaring di samping Bian, mengamati wajah Bian yang masih polos tiba-tiba mematik rasa bersalahku. Aku egois, mengujungi adikku yang sedang sakit saja aku harus menekan egoku sendiri.

Entah berapa lama aku terlelap sambil memeluk Bian. Saat kurasakan sesuatu bergerak di wajahku perlahan aku membuka mata.

Sedikit tercengang saat aku melihat Bian membelai pipiku dengan air mata berlinang.

Terlihat jelas dia sedang menyembunyikan tangisnya dari tadi.
Aku mati-matian mengembangkan senyum agar tangisnya tak semakin menjadi.

Kukecupi pipinya bergantian, kemudian naik ke dahinya.

"Kakak!" panggil Bian dengan suara serak.

Aku mengangguk sambil sesekali mengusap air matanya.

"Iya Ini Kak Pertiwi." jawab ku sembari tersenyum.

"Bian kangen kakak," Ucapnya terbata karena menahan tangis.

Aku kembali mengangguk sambil tersenyum, "kakak di sini, jangan nangis lagi, ya. Bian jangan sakit, kakak sedih kalau Bian sakit."

Bibir Bian mengerucut lucu, aku yang gemas ingin sekali mencubit bibirnya yang tembam dan merah.
"Bian udah sembuh!" sahutnya yakin.

Aku makin terkekeh sambil membawa Bian ke pelukanku.

Kami sama-sama tergelak, saat Bian ingin dilepaskan tapi aku tetap menahannya.

"Bian harus banyak makan biar cepat sembuh."

Aku mengusap sudut bibir Bian. Membersihkan sisa makanan yang menempel di ujung bibirnya.
Kepalanya mengangguk semangat.
"Bian janji nggak nakal, kan?"

"Bian nggak nakal!" jawabnya menatapku.

"Lari-larian keluar pas hujan itu nggak nakal?"

"Bian mau main hujan-hujanan sebentar aja," Sahutnya lagi.

"Tapi Bian jadi demam kan?"

Bian diam tak menjawab pertanyaanku. Raut wajahnya terlihat sangat menyesal.

"Kalau mau diajak jalan-jalan sama Kakak harus nurut kata Mama sama Papa. Nggak boleh hujan-hujanan,  nggak boleh males makan."

"Jalan-jalan?" tanya Bian mendongak padaku.

Broken Home [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang