Gavin Abian Wijaya

18K 891 20
                                    

"Dari dulu kamu memang orang asing di keluarga papa."

Kalimat itu terus saja berputar dalam pikiranku. Meskipun bukan kalimat baru, tapi entah mengapa setiap kali kalimat itu diucapkan terasa sangat membekas dalam hati.

     Mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi, aku memasuki kawasan rumah elite bergaya Eropa. Setelah pintu pagar rumah terbuka, dengan pelan Aku memarkirkan mobil berderet dengan dua mobil lain disana.

Detuman suara musik mulai terdengar ketika aku keluar dari mobil.

Saat mataku menyapu area pekarangan rumah, aku yakin teman yang lain sudah berkumpul di dalam, sebab ada dua mobil dan satu motor besar yang juga terparkir disana.

"Woy, yang kita tunggu dateng juga akhirnya."

Lelaki berambut ikal yang kini menggunakan jaket kulit berwarna hitam itu menyambutku dengan tepuk tangan.

Seakan aku adalah seorang pemeran utama yang baru naik keatas pangung.

Dihadapanya sudah berserakan berbagai minuman beralkohol yang membuatku mendadak mual sekaligus ingin menyicipinya.

"Betah di sekolahan baru Dis? Cendrawasih sepi nggak ada kamu, nggak ada yang nyolotin!"

Aku hanya tersenyum tipis menanggapi pertanyaan Dino.

Betah?

Ahh, rasanya hampir mustahil, di rumah saja di terus terusan dibandingkan dengan Vierna apa lagi di sekolah itu.

Bersandar pada sofa, aku mengembuskan napas kasar.

Tanpa menunggu lama aku segera mengambil satu botol minuman itu lalu menegaknya, membuat yang lain memandangku heran, Sebab mungkin mereka tahu aku sudah lama tidak minum alkohol.

"Kenapa?"

Carlo menepuk bahuku pelan yang  membuatku langsung menoleh padanya.

"Ortu lagi?" Tebak Carlo kemudian.

Aku diam, kepalaku rasanya pusing.
Entah karena minuman itu mulai bereaksi atau sedari tadi aku terus saja berfikir bahwa aku anak pungut.

"Kalian pada tahu nggak gimana cara Tes DNA?" Tanyaku kemudian.

Seketika tawa mereka pecah, bikin aku makin dongkol saja rasanya.

"Kesambet apa sih Dis mau test DNA segala? sebelum kesini berhenti dikuburan kayaknya nih tuyul," Syafa menggelengkan kepalanya takjub dan membuat yang lain ikut terbahak.

" Setan!" Umpatku tak bisa lagi menahan kesal.

Bukannya menghibur mereka justru makin tergelak menertawaiku.

Sekarang ini kami tengah berada di rumah Syafa temanku saat masih sekolah di Cendrawasih.

Dulu kami berenam adalah pentolan SMA Cendrawasih, biangnya ribut dan tukang bolos.

Hoby kami masuk ruang bimbingan konseling.

Sehari saja tidak keruang BP bisa-bisa guru bimbingan konseling kami  kangen.

Broken Home [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang