Memaklumi

9.1K 555 11
                                    

Selamat membaca ❤❤



     Hari ini terhitung hari ke dua aku masih menyelidiki siapa orang di balik kasus pelecehan di belakang gudang itu. Aku masih mengawasi rekaman CCTV sekolah tapi nihil, sama sekali belum menunjukan pertanda apapun.
Memang agak susah karena di bagian gudang hanya ada satu CCTV itupun berada di bagian kooridor depan dan sialnya lagi CCTV itu mati.

Waktu hampir petang,  aku melihat jam yang berada dipergelangan tangan, waktu menujukan pukul 17.30.

Aku harus segera pulang sebelum gelap.

Setelah mengganti seragam dengan celana pendek dan hoodie hitam, aku mengambil sepedaku di area parkiran sekolah. Di sana masih ada beberapa motor milik siswa laki-laki yang masih latihan basket untuk tanding di festival nanti.

Setiap hari kami bergiliran latihan basket dan futsal, karena lapangan kami yang memang hanya satu.
Tim putri latihan di hari selasa dan sabtu, sedang tim putra Rabu dan kamis.

"Gendis tunggu!"

Aku yang hendak mengoes pedal sepedaku mendadak berhenti karena seseorang memanggilku.

Saat aku menoleh Juni berlari kecil kearahku dengan wajah segar, sepertinya mereka baru selesai membersihkan diri setelah latihan.

"Kamu masih hutang penjelasan loh, Dis. Aku dari kemarin udah anter jemput Gatha kaya tukang ojek tapi sampai sekarang kamu belum ngomong kenapa aku harus jadi bodyguardnya."

Melihat Juni yang nampak kesal, memancing senyumku untuk terbit, Juni leleki yang baik, aku percaya itu,
"Kamu yang lebih aneh, belum tahu alasanya apa, mau aja jadi bodyguardnya" jawabku menahan geli.  Sebab Juni mengangga tak percaya mendengar ucapanku barusan, “Jangan dimodusin anak orang."

"Aku modusin dia?" tanyanya Juni dengan mata melebar, "Cewek jutek kaya dia itu enggak usah dimodusin,  dijeburin sekalian ke kali Cisadane biar mati dimakan buaya."

"Jangan dong, Jun. kan aku udah nepatin janji bayar jajan kamu.
Yakin aku batalin tiket VIP dufan buat teman-temanmu?" ucapku mencoba membujuknya.

"Siniin ponsel kamu," pintaku setelah melihat dia masih cemberut.
Dia sempat mengeryitkan kening sebelum akhirnya menyerahkan ponselnya.

Aku tersenyum tipis saat menyadari layar wallpaper ponselnya.
Enam orang sedang menghadap ke kamera dengan saling melempar tawa.

Juni dan teman-temannya, aku bahkan cukup kaget melihat betapa manisnya Juni dan pertemanan mereka sampai Juni memasang wallpaper foto bersama teman-temannya.

"Nanti ku chat kita ketemuan dimana, yang jelas aku enggak bisa bahas ini di sekolah." ucapku sambil menyodorkan ponselnya setelah berhasil melakukan panggilan ke nomorku.

Tahu-tahu Juni menyodorkan jari kelingkingnya ke hadapanku.
"Janji ya, kalau bohong kupastikan hari ini terakhir kalinya aku anter-anter nenek lampir itu." ancamnya dengan muka serius.

"Janji," jawabku mengapit kelingkingnya.

Sekarang aku merasa seperti anak kecil yang sedang melakukan kesepakatan aneh.

Tapi ya sudahlah, dari pada Juni tidak mau lagi jagain Gatha.
Setidaknya cuma Juni yang bisa kuandalkan sekarang.

"Aku balik duluan kalau gitu" Pamitku pada Juni. Baru hendak beranjak, tiba-tiba Juni menahan lenganku hingga refleks membuatku berhenti.

"Biar diantar Bintang, ya" pinta Jun dan itu membuatku lumayan terkejut.

"Aku pulang sendiri aja.. "

Broken Home [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang