Pelecehan

9.8K 535 6
                                    


      Alih-alih ke kelas setelah bel masuk berbunyi, aku justru membelokan langkah menuju gudang belakang sekolah. Gudang ini memang sedikit terpisah dari gedung sekolah, tempatnya berada di samping mushola yang biasanya di jam-jam segini sepi.

Maksudku kesini adalah ingin mencari tempat untuk bolos pelajaran.

Setelah bertemu dengan Bintang tadi, niatku ingin membeli sesuatu di kantinpun kuurungkan.
Aku kehilangan selera untuk makan.

Saat hendak memegang knop pintu gerakanku tertahan, sebab samar aku seperti mendengar isakan.

Aku menajamkan pendengaranku,  isakan kembali terdengar.
Namun aku ragu jika isakan itu datang dari dalam, sebab gudang di sini selalu dikunci. Tidak ada yang memegang kunci selain bagian tatausaha dan aku.

Jujur, aku memegang beberapa kunci ruangan sekolah ini, terutama bagian-bagian penting.
Kunci yang kudapatkan dari Eyang agar nanti jika ada hal mendesak, aku bisa menggunakan kunci ini.

Sedikit perasaan was-was, aku mengikuti suara itu hingga tanpa sadar langkahku berjalan menuju bagian samping gudang.

Aku menjulurkan kepalaku, mengintip siapa yang menangis di belakang gudang itu.
Seorang siswi tengah duduk memeluk lututnya sendiri dengan kepala yang terpendam diantara kedua lututnya.

Ragu, aku melangkah pelan kearahnya, takut-takut aku mengagetkanya.

Mungkin karena mendengar derap kakiku perempuan itu mengangkat kepalanya. Dia terjengit kaget saat jarak kami tinggal beberapa meter lagi. Seperti diserbu rasa panik, dia langsung menghapus airmatanya menggunakan punggung tangan dan lekas berdiri. Tapi yang membuatku tercengang, ketika dia berdiri terlihat jelas keadaanya amat berantakan.

Rambutnya yang dikuncir kuda berantakandan dua kancing baju atas seragamnya pun terbuka.
Yang semakin mencolok ada bercak merah di area tulang selangkanya.

Menyadari aku sedang memperhatikan itu, dia secara cepat merapikan seragamnya lagi dengan wajah tertunduk. Terlihat sekali dia amat ketakutan melihatku.

Saat dia membenarkan kancing bajunya refleks aku melihat name tag yang tertera di sisi kanan bagian dadanya.

Tifani Agatha

Perempuan itu segera bergegas pergi, tidak peduli denganku yang sudah siap mencecarnya.

"Aku bisa melaporkanmu berbuat mesum di sekolah kalau kamu enggak mau menjelaskan apa yang kamu lakukan disini! " ujarku mengancamnya.

Langkahnya yang belum jauh tiba- tiba berhenti. Dia menunduk, aku tahu dia sedang menyembunyikan ketakutanya.

"Kamu," aku menunjuknya "kamu ke sekolah untuk belajar bukan untuk bercinta sialan!"

Jelas aku marah. Aku bukan siswa pintar, tapi aku tak suka jika seseorang tidak pandai menempatkan diri. Terlebih berbuat tindak asusila di sekolah.

"Aku mohon, jangan katakan ini dengan siapapun." pintanya memelas.
Yang membuatku kaget tiba-tiba perempuan itu berlutut di depanku dengan wajah menunduk dan kembali terisak.

"Demi Tuhan, aku enggak ngelakuin apapun. Ak__" dia menjeda ucapanya beberapa detik, "aku diancam." Ucapnya lirih.

Aku akhirnya ikut berjongkok. Sementara dia, badannya bergetar karena hebatnya menangis kepayahan.

"Siapa?" tanyaku padanya.
Bukan menjawab dia menggeleng dengan kuat.

Sepertinya benar dia diancam,  kalau dia sengaja melakukanya pasti dia bicara siapa yang sudah melecehkanya.

Broken Home [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang