Permintaan

8.4K 522 30
                                    

Selamat membaca 💞

"Mas nggak setuju!"

Aku memdengus sebal melihat Mas Arka langsung berdiri sambil berkecak pinggang.

"Mas aku cuma pindah tempat tinggal bukan mau pergi dari Jakarta."

"Right! Kamu bisa pindah ke rumah Mas, kan?"

Aku menggelengkarena kian kesal. Percuma ternyata ngomong sama Mas Arka, agar dicarikan apartemen untuk tempat tinggalku.

Aku emang akhirnya memutuskan untuk keluar dari rumah.

Pergi dari situasi menyedihkan itu.

"Oke, Pertiwi cari sendiri!" putusku akhirnya. Lalu, aku keluar dari ruang kerja Mas Arka karena tidak mendapatkan hasil apapun di sini.

Mas Arka kerja di salah satu cabang kantor milik Papa. Yang artinya, aku tidak perlu khawatir akan ketemu Papa sekarang.

Aku sekarang memang dalam misi menghindari Papa dan orang rumah lainnya. Aku masih tinggal di rumah itu, hanya saja paling hanya untuk mengganti pakaian lalu pergi lagi.
Menginap di rumah Jani, Milla, Syafa,  bahkan sekali aku pernah menginap di rumah Lala.

Kemana pun asal tidak ketemu orang rumah.

"Kanapa enggak bilang Tante kalau kamu udah beberapa hari enggak tidur di rumah?" aku bergeser memberikan ruang Tante Riyanti untuk duduk di sampingku setelah meletakan teh hangat dan cemilan dimeja.

"Dino bocor banget sih kayak cewek!" gerutuku kesal, sebab tidak mungkin Tante Riyanti mendengar ini kalau bukan dari Dino.

Aku tidak pernah cerita kalau aku lagi malas pulang selain sama Dino. Dan, pasti Dino yang sudah cerita sama Tante Riyanti.

"Kamu ini, Tante udah bilang kalau ada apa-apa rumah ini selalu terbuka buat kamu. Lupa?"

"Ingat. Ini kan Pertiwi ke sini" jawabku santai.

Tante Riyanti menghembuskan napas keras sambil mencubit lenganku, nggak sakit sebenarnya tapi aku sengaja memasang muka memelas.

"Dari kemarin maksud Tante, tidur di mana? "

"Yang jelas belum pernah tidur di trotoar sih, Tan" Candaku supaya bisa mengurangin kekhawatiran beliau.
Tapi sepertinya ucapanku membuat Tante Riyanti tidak puas.

"Malam ini tidur di sini, Tante enggak mau tahu,"

"Biarin aja sih Bu, biar jadi gelandangan diangkut sama SatPol PP."

Aku berdecak melihat Dino yang baru datang dengan pakaian basket berbalut dengan jaket jeans warna hitam. Tahu-tahu dia duduk selonjoran di bawah sofa dan mengambil minumanku.

"Enggak sopan, ambil gelas sendiri sana!" seru Tante Riyanti ketika Dino menghabiskan minumanku.

"Anak Ibu aja itu suruh ambil gelas,  tamu kok ngerepotin," sahut Dino kemudian.

Refleks aku memukul kepala Dino menggunakan bantal sofa. Meskipun dia mengaduh, aku menulikan telinga lalu menyerangnya dengan membabi buta.

"Sakit Pertiwi, ampun!"

"Siapa suruh banyak bacot? Rasakan ini." aku mulai menarik rambut Dino, lalu melakukannya dengan keras sampai dia mengaduh kesakitan.

"Sudah, astaga!" setelah Tante Riyanti berseru, lalu menarik Dino, aku melepaskan kepalanya.

"Adek masuk, mandi! Pertiwi bantu tante masak!" titah Tante Riyanti sambil beranjak menuju dapur.

Tidak mau dapat balasan dari Dino yang wajahnya sudah merah padam, memandangku sengit, aku segera berlari mengejar Tante Riyanti.

Broken Home [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang