Esok hari suasana berduka masih menyelimuti di pemakaman. Ibu kos dan keluarga Indra tak kuasa menahan tangis, begitupun Vika yang memeluk Icha. Yasa, Evan dan Aldo hanya terdiam dan menangis menyelimuti suasana siang itu.
"Tante, yang sabar ya. Maafkan Indra kalau Indra punya salah selama ini sama keluarga, kita harus ikhlas dengan kepergiannya." kata Yasa. Sementara tantenya indra yang sudah seperti mamahnya sendiri hanya mengangguk lemas sambil memegang tanah makam Indra yang sudah terkubur.
"Kami juga gak bisa berbuat apa-apa, masalah ini kami baru mengetahuinya, selama kita temenan dari awal masuk kuliah, Indra gak pernah cerita, baru lah mulai terbongkar." Sahut Evan sambil menangis.
"Iya, Indra memang anaknya jarang untuk cerita, ia selalu memendam segala sesuatunya sendiri, dari kecil Indra memang begitu, mungkin dia takut untuk masuk penjara ketika ia menabrak orang lain. Apalagi Indra sangat terpukul atas kepergian mamahnya waktu itu. Maafkan Indra ya kalau dia punya salah sama kalian." kata Tantenya Indra sambil menangis.
"Indra juga anak yang sangat sopan Bu, saya merasa karena pertemanan Indra dan teman-teman kostannya yang sangat baik, mereka sudah seperti anak saya sendiri. Cuma saya minta maaf atas kejadian ini." kata Ibu kost sambil menangis dan memeluk Mamahnya Indra.
"Ibu gak salah, saya yang berterimakasih sudah menerima ponakan saya tinggal di rumah Ibu, biar dia belajar mandiri agar cita-citanya bisa kecapai punya bisnis. Namun mungkin ini sudah garis hidupnya. Saya belajar untuk ikhlas." jawab Mamahnya Indra.
"Sebenarnya Indra anak yang baik Tante, dia juga anak yang gak pernah macem-macem, rajin belajar, rajin di dapur, nyuci, masak, rajin menabung, pokoknya kami semua merasa kehilangan Indra." kata Evan sambil menangis.
"Kok lu tau Indra rajin menabung?" tanya Icha.
"Itu uang yang kita kumpulin dari dagangan aja dia simpan, kadang dia rela gak makan demi gua sama Yasa biar bisa makan enak, trus di lemari bajunya ada celengen dia berat banget isi koinan. Tapi sumpah gua gak pernah ambil celengan itu." jawab Evan. Kemudian Yasa pun mengangguk dan berusaha tegar.
"Celengan itu untuk kalian saja, karena itu akan sangat berarti buat kalian." kata Mamahnya Indra.
"Nggak Tante, maaf kita gak bisa terima uang yang udah di kumpul sama Indra, lebih baik kita sumbangin aja ke orang yang lebih membutuhkan. Atau ke tempat Ibadah." jawab Evan. Kemudian Icha dengan spontan mengusap rambut Evan dan mereka saling menangis dan berpelukan.
"Gua gak nyangka dibalik rasa celamitan dan ceplas ceplos lu masih punya empaty dan niat yang tulus." kata Icha sambil menangis.
"Elu juga, walau lu tomboy tapi lu bisa nangis juga." jawab Evan.
"Ya sedih oneng! Namanya kita kehilangan sahabat!" jawab Icha. Akhirnya Icha dan Evan saling berpelukan dan menangis.
"Cha." kata Evan.
"Apa Van?" tanya Icha.
"Elu ternyata pake BH juga ya? Gua pikir cewek tomboy kaya lu cuma pake singlet." kata Evan saat mengusap punggung Icha.
"Kurang asem lu nyet! Jangan suka ambil kesempatan dah!" jawab Icha yang langsung mendorong Evan dan memeluk Vika sambil menangis.
"Ya sudah ayo kita pulang." kata Mamahnya Indra.
*********
Malam itu Yasa hanya duduk terdiam. Ia merasa kehilangan sahabatnya. Begitupun Evan, Icha dan Vika. Aldo pun mengusap-usap punggung Yasa berusaha menenangkan hati Yasa yang terlihat tegar.
"Apa kalian masih mau tinggal di kostan sebelah?" tanya Ibu kost saat membawakan beberapa cangkir minuman hangat di ruang tamu. Sementara Yasa, Evan saling menatap.
KAMU SEDANG MEMBACA
JINGGA 2 (BAB 1 s/d BAB 38 ).. End ✔️
HorrorCerita ini melanjutkan dari Jingga sebelumnya. Tentang tiga sahabat dan tiga mahasiswa bernama Yasa, Indra dan Evan yang menempati kostan dengan bangunan yang terlihat tidak begitu modern. Setelah mengetahui kejadian yang di alami oleh Jingga dan...