Bab 4 - Gagar Otak

63 6 0
                                    

Di dalam perjalanan Kyara masih tidak habis pikir dengan Dipta yang terus-terusan mengikutinya, apa pria tersebut benar-benar segitunya mengagumi dirinya, ternyata pusing juga jika Kyara mengingat Dipta.

Sebelum pulang Kyara sempatkan mampir terlebih dahulu ke toko buku, Kyara tengah asyik memilih novel kesukaannya. Tiba-tiba ingatannya tentang Romeo kembali datang disinilah tempat kesukaan Kyara dan Romeo menghabiskan waktu berdua, membaca novel bersama.

Kyara memejamkan matanya, "Kapan kamu pulang Kak, aku udah kangen banget," gumammnya seraya memeluk buku yang ia pilih.

Perlahan ia buka kedua indra matanya, ia terkejut melihat seorang pria yang tengah tersenyum kepadanya, Kyara berteriak seraya memukul keras kepala pria itu dengan buku yang ada di tangannya.

"Aww.. sakit," rintih Dipta.
"Ngapain lo kesini, ngikutin gue lagi?" Dipta diam.

"Saya bisa gagar otak kalau kamu terus pukuli kepala saya," Kyara berhenti memukulinya.

"Kalau yang ini, emang ia saya sengaja ngikutin kamu tapi kalau yang tadi itu saya enggak sengaja ketemu sama kamu," jawab Dipta seraya mengelus kepalanya yang terasa sakit.

"Gila lo ya!"
"Saya kesini cuman mau nagih jawaban kamu"
"Jawaban apa?"
"Jawaban yang tadi saya hanya mau dekat sama kamu, jawaban kamu apa?" Kyara diam ia justru membuang muka ke sembarang arah, malas menjawab ia lebih memilih berjalan menghampiri kasir membayar buku yang ia beli, selepas itu ia keluar dari toko tidak perduli dengan kasir yang tengah berteriak mengenai uang kembalian pembelian bukunya.

"Mas temannya mba itu ya?" tanya kasir pada Dipta yang baru saja lewat di depannya. Setelah mengatakan iya sang kasir menitipkan uang kepada Dipta untuk memberikannya pada Kyara. Dipta pun berjalan keluar dari dalam tokoh, melihat ke sembarang arah mencari keberadaan Kyara.

Dipta melihat mobil hitam yang ia yakini mobil Kyara pergi melaju meninggalkan area parkiran, ia segera bergegas menjalankan si merah berharap bisa mengejar mobil tersebut.

***

Kyara kesal melihat kedatangan Dipta tepat di depan matanya, mood nya benar-benar hancur berantakan, hari minggu yang sangat menyebalkan bagi dirinya.

"Mau kemana lagi non?"
"Pulang!"

Kyara diam menatap fokus kearah jalan, entah apa yang di pikiran pria gila seperti Dipta yang terus-terusan berusaha mendekati nya.

Tin.. tin.. tin.. dari kaca spion mobil, Jono melihat jelas motor merah CB70 tengah berada tepat di belakang mobi hitam yang ia tengah supiri. Bukan hanya Jono yang melihat Kyara juga melihatnya dari kaca belakang joknya.

"Mau apalagi sih dia?" gumam Kyara.

"Non itu..,"
"Jalan aja terus Pak enggak usah di ladenin, dia itu orang gila!" ucap Kyara.

Motor tua Dipta terus ia paksakan mengejar mobil hitam di depannya, kini motornya bisa menyeimbangkan mobil hitam di hadapannya.

"Berhenti Pak!"

Spontan Jono menginjak pedal rem kuat-kuat, Dipta yang melihat mobil mendadak berhenti mendadak, ia langsung membelokkan motornya tepat di hadapannya trotoar menginjak pedal rem sekuat tenaga Dipta justru terjungkal jatuh dari motor, berusaha menghindari tabrakan dari mobil ia sendiri yang menabrak trotoar jalanan, beruntung ia tidak terluka parah.

"Non bagaimana ini, kasihan dia?"
"Ya udah sana bapak tolongin, saya mau disini aja,"
"Baik non,"
"Oh iya sekalian tuh Pak jangan lupa bawa obat-obatan P3K," Jono meng-iyakan perintah Kyara.

Turun dari dalam mobil menghampiri Dipta yang tengah meringis kesakitan, karena tangan bagian siku nya membentur trotoar.

"Ya Allah dek, maafin bapak ya ngerem mendadak jadi kayak gini kamu nya," Dipta masih sempat tersenyum.

"Enggak kenapa-kenapa kok Pak ini salah saya,"
"Kamu ini sudah tahu kenapa-kenapa masih saja bilang tidak kenapa-kenapa," Jono membantu Dipta duduk. Ia tertawa mendengar celotehan bapak paruh baya di depannya kini.

Mengobati luka di bagian siku tangan Dipta yang kini tengah menahan perih.

"Kamu ini ngapain ngejar-ngejar mobil tadi?"
"Saya ada perlu sama majikan bapak"
"Perlu apa?"
"Mau ngasih sesuatu amanat dari orang," katanya.

Kyara keluar dari dalam mobil menghampiri keduanya.

"Lama banget sih Pak? Udah kan ngobatinnya ? " tanya Kyara yang di jawab sudah oleh Jono. Kini ia menatap Dipta.

"Lain kali kalau mau kebut-kebutan sama yang setara!" Dipta mengulum senyum.

"Saya hanya mau ngasih ini sama kamu amanat dari kasir," Dipta mengeluarkan uang 65.000 kearah Kyara, gadis itu diam sedetik kemudian ia menerima uangnya.

"Makasih tapi lain kali enggak usah repot-repot! Bikin kerusuhan aja, ayo Pak pulang mau sampai kapan diam disini." Jono langsung berdiri, sebelum pergi ia menatap Dipta terlebih dahulu, Dipta mengerti ia anggukan kepalanya.

Mobil hitam melesat pergi meninggalkan si merah CB70 yang masih setia menemani tuannya.

***

Gila pikir Kyara, pria gila itu rela mengejar mobilnya sampai dirinya terluka hanya untuk menyampaikan amanat dari kasir, "Dia bisa pulang nggak ya? Semoga dia baik-baik aja."  batinnya berbicara.

Seketika matanya membulat sempurna, ada apa dengan hatinya yang tiba-tiba mengeluarkan suara tanpa di duga.

Sesampainya di rumah Dipta berjalan mengendap-endap, ia takut pamannya tahu tentang luka di sikunya yang tengah ia tutupi dengan jaket warna abu-abunya.

"Baru pulang Dipta?"
"Eh iya Paman,"
"Habis dari mana?"
"Biasa Paman,"
"Jangan terlalu berlebihan ya kerjanya nanti kamu sakit ingat kamu masih sekolah," tutur Karno paman Dipta.
"Iya Paman, ya udah kalau gitu Dipta masuk kamar dulu." Dipta memasuki kamarnya, merebahkan tubuhnya yang lelah.

Cantik.. dalam pikiran Dipta mengingat penampilan Kyara hari ini, hari pertama kali ia melihat Kyara tidak memakai seragam sekolah tapi mengenakan dress cokelat muda. Seketika Dipta mengingat betapa bahagianya bisa menatap Kyara sedekat tadi di toko buku walaupun pada akhirnya ia mendapatkan pukulan di kepalanya.

Manis.. dalam ucapan Dipta mengingat hari ini ia selalu berjumpa dengan Kyara beberapa kali, Dipta menganggap bahwa dirinya telah menghabiskan waktunya dengan Kyara di hari minggu ini, hari minggu pertama kalinya yang membuat ia merasa bahagia, ia tidak perduli dengan luka di sikunya sekarang karena sakit lukanya tidak sebanding dengan bahagia di dalam lubuk hatinya.

Bagaskara Pradipta (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang