Bab 12 - Kencan Diatas Rembulan

46 6 0
                                    

Disini Dipta tengah menunggu Kyara di depan rumah besarnya, memakai kemeja lengan pendek berwarna silver menambah ketampanan tersendiri bagi seorang Bagaskara Pradipta.

Kyara bergidik sebal menatap dirinya di depan cermin, kesal karena telah mau berjanji kepada seorang Dipta janjinya pada saat pulang sekolah.

Dipta yang bersikeras ingin mengantarkan Kyara pulang sekolah membuat Kyara harus mau berjanji kepada seorang Dipta, Demi pulang sendirian ia berjanji mau berkencan bersama Dipta nantinya.

Menatap Dipta yang tengah tersenyum meskipun wajahnya masih terlihat luka lebam di pelipisnya berhasil membuat Kyara meneguk salivanya.

"Lo mau bawa gue kemana sih? Jangan bilang lo mau ngajakin gue ke hutan,"
"Kencan diatas rembulan,"
"Enggak usah mengada-ada deh, gue serius!"
"Saya juga serius."

Kyara melanjutkan lamunannya, malas bertanya pada seorang seperti Dipta. Si Merah membelah jalanan, menerobos angin malam menambah kesan manis, di tambah dengan gadis yang diboncengnya sangat manis dan cantik.

Berhenti, di tepi jalan.

"Mau kemana?"
"Ke rembulan."

Berjalan mengekori Dipta, memandang takjub pemandangan di hadapannya, jalanan ibu kota.

Malam suasana ramai di ibu kota menambah kesan keindahan tersendiri. Baru kali ini seorang Kyara Anindira menyadari bahwa ibu kota jakarta terlihat indah di malam hari. Kerlap-kerlip lampu kendaraan sungguh indah membentuk sebuah warna di bawah jalannya.

"Duduk," Ujar Dipta seraya membawa dua porsi batagor.

Saking terpesonanya sama indahnya jalanan Kyara tidak menyadari kepergian Dipta dan sejak kapan ada dua bangku di pinggiran trotoar ini.

"Indah bukan? lihat itu, rembulan," ujarnya seraya menunjuk keatas bulan yang tengah bersinar terang.
"Iya indah banget,"
"Iya kayak kamu." seketika pipi Kyara bersemu merah bagaikan kepiting rebus, Dipta dapat melihatnya.

Hembusan angin menerpa rambut indah milik Kyara yang tergerai, mempesona, sedari tadi Dipta dibuat takjub bukan karena keindahan kota di malam hari namun takjub akan ciptaan Tuhan yang ada di hadapannya, sungguh sempurna.

"Lo enggak makan?"
"Saya sudah kenyang,"
"Makanan lo aja belum lo sentuh, gimana bisa kenyang?"
"Bisa."

Kyara menghela nafas gusar menelan salivanya, jika di lanjutkan mengobrol dengan Dipta anak itu pasti akan berunjuk ke gombalan selanjutnya.

Dipta berdiri lebih dekat dengan besi besar pembatas, Kyara ikut berdiri.

"Lo mau ngapain?"
"Saya punya tips,"
"Tips apaan?"
"Tips kalau kamu lagi kesel atau lagi banyak masalah, caranya kamu tinggal rentangkan tangan kamu, pejamkan mata kamu terus teriak rasanya pasti lebih plong, coba aja." ujarnya antusiasme.

Kyara ragu masih diam, melihat senyum tulus Dipta ia mulai membalas senyuman itu, mengikuti cara yang Dipta praktekkan dan seketika Kyara berteriak.

Keduanya tertawa, saling berhadapan menatap Dipta lebih dalam, menyentuh pipi sebelah kanan Dipta yang sedikit membiru, yang berhasil membuat sang empu meringis.

"Sakit?"
"Enggak kan saya sudah saya bilang sudah sembuh,"
"Iya gue tahu, sembuh kan obatnya gue, iya kan?"
"Iya."

Dipta tersenyum ia sangat berterimakasih pada Tuhan karena telah diberi kesempatan dapat melihat jelas ciptaannya dari dekat.

***

Selesai menikmati keindahan ibu kota dan makan bersama mereka berdua berjalan menelusuri taman yang dekat dengan jalanan, banyak para muda-mudi berpacaran di taman tersebut.

Kyara melirik Dipta, pria yang di sampingnya ini sebenarnya tidak terlalu jelek, bahkan dia masih terbilang tampan hanya saja logat jawanya itu selalu melekat dalam dirinya hingga terlihat sangat kampungan wajar saja jika di sekolah ia dijuluki si upik abu. Tapi, jika pria yang satu ini di poles sedikit saja pasti dia sangat tampan.

Kyara menggelengkan kepalanya buat apa dirinya membicarakan Dipta.

"Kamu kenapa?"
"Enggak, gue nggak kenapa-kenapa." jawabnya beralibi.

Meraih pergelangan tangan Kyara hal itu berhasil membuat sang empu terkejut, membawa Kyara ke sumber suara yang sangat ramai ternyata pengamen jalanan.

"Mau ngapain sih?"
"Udah ikut saja."

Dipta menghampiri salah satu pengamen jalanan tersebut, meminjam gitar salah satu pengamen, kini Dipta tengah menatap Kyara memberi kode agar dirinya lebih mendekat dengannya.

"Dipta, lo mau ngapain sih? Malu di lihatin banyak orang." Kyara berbisik yang berhasil membuat Dipta tersenyum.

Dipta mulai memetikan senar gitar seraya bernyanyi, para pejalan kaki yang melihat semakin penasaran menghampiri Dipta yang tengah bernyanyi untuk Kyara, dia menyanyikan salah satu lagu dari Nano band - Separuhku.

Senyuman terlukis di wajahku
Di saat ku mengingat kamu
Tawamu menjamu membuatku rindu
Tak sabar ingin bertemu

Suara lembut menyapa aku
Lembutnya selembut hatimu
Tulusnya setulus cinta padaku
Ku sadar beruntungnya aku

Hidupku tanpamu
Takkan pernah terisi sepenuhnya
Karena kau separuhku

Berbagi suka duka
Saling mengisi dan menyempurnakan
Karena kau separuhku

Suara lembut menyapa aku
Lembutnya selembut hatimu
Tulusnya setulus cinta padaku
Ku sadar beruntungnya aku

Hidupku tanpamu
Takkan pernah terisi sepenuhnya
Karena kau separuh ku

kini Kyara dan Dipta di kelilingi para penonton, semilir angin malam menyejukkan keindahan, entahlah bagaimana caranya Kyara menyembunyikan rona merah di pipinya baginya ini adalah hal sederhana yang terlihat romantis, yang mampu membuatnya merasa gugup.

Belum selesai, setelah Dipta mengakhiri lirik lagu ia memberikan gitarnya, sekarang Dipta mengajak Kyara menari bersama anak-anak pengamen jalanan, menari di bawah sinar rembulan di iringi alunan musik.

***

TBC.
Minta votenya ya..

Bagaskara Pradipta (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang