Malamnya Dipta telah sampai di depan rumah Kyara, rumah yang kini tengah Dipta tatap sangatlah besar dan megah bahkan Dipta tidak dapat menghitungnya dengan jari sekalipun.
Tadi siang ibu Dewi selaku mata pelajaran akutansi memberi tugas perkelompak, satu kelompok terdapat dua siswa yang diambil dari satu bangku karena itu Dipta datang ke rumah Kyara untuk mendapatkan alamat rumah Kyara dari biodata murid yang ia minta dari ketua kelas yaitu Jaya.
Bingung diketuk atau bagaimana ia melihat ke sembarang arah matanya mendapatkan tombol kecil putih yang ia yakin itu bel rumah, ia menekannya. Beberapa saat kemudian keluar ibu-ibu paruh baya yang tersenyum kepadanya.
"Nyari siapa dik?"
"Saya mau nyari Rara bu, apa benar ini rumah Rara?" ibu paruh baya tersebut menyempitkan kedua matanya mendengar kata rara dari perkataan sang pemuda di hadapannya.Seakan mengerti kebingungan ibu paruh baya yang ada di hadapannya ia memperjelas kembali.
"Maksud saya Kyara bu,"
"Oh non Kyara, iya benar ini rumahnya silahkan masuk dik, biar bibi panggil non Kyara nya," Dipta mengangguk ikut masuk kedalam."Silahkan duduk dik," Dipta mengangguk,
"Panggil saja mbok Warsih," Dipta mengulas senyum, "Panggil saya Dipta juga mbok Warsih." mbok Warsih tertawa mendengar nada bicara Dipta.Dipta kagum melihat kemewahan barang-barang yang terdapat di rumah Kyara, ia dapat memastikan bahwa menjadi seorang Kyara sangatlah pasti bahagia, apa yang ia mau pasti terpenuhi.
Selang beberapa menit Kyara turun menghampiri seseorang pemuda manis yang di katakan mbok Warsih barusan, tanpa menyebutkan namanya berhasil membuat Kyara penasaran. Namun, sesampainya di tangga ia terkejut melihat Dipta yang tengah duduk di ruang tamu, pria yang tengah Kyara hindari tapi justru pria itu semakin mendekatinya.
Jadi, pria yang mbok Warsih katakan pemuda manis adalah Dipta. Ah! Dengan berat hati ia melanjutkan menuruni anak tangga menghampiri Dipta.
"Ngapain lo disini? Mau buktiin gitu kalau lo pria yang tidak kenal kata menyerah!"
Dipta tersenyum melihat kedatangan Kyara, "Saya kesini mau ngerjain tugas bareng kamu, kalau urusan bukti-membuktikan nanti saja masih ada tugas yang jauh lebih penting yang harus kita kerjakan," meskipun di cibir Dipta tidak merasa kecewa ataupun marah ia justru tetap tersenyum dengan sabar.
Kyara yang mendengar penuturan Dipta ia tercengang jadi salah tingkah karena telah menuduhnya yang tidak-tidak.
"Tugas apaan?" nadanya masih ketus.
"Tugas akutansi, berkelompok satu kelompok, satu bangku dari Bu Dewi tadi siang kan kamu bolos kenapa bolos?" tanyanya."Bukan urusan lo! udah sekarang ayo cepetan kita kerjain tugasnya, gue malas dekat-dekat sama lo," Dipta mengulas senyum sebelum mengatakan iya.
Hening tidak ada percakapan diantara keduanya, tidak ada bertukar pendapat mengenai tugas yang ada hanyalah Dipta yang tengah sibuk mengerjakan tugas, sedangkan Kyara asyik dengan ponselnya.
Mbok Warsih membawakan keduanya minuman yang di tanggapi senyuman oleh Dipta.
"Nih cak bagus minumannya, monggo di minum," seraya memberikan dua jus jeruk untuk keduanya.
"Nuhun mbok maaf jadi merepotkan,"
"Sami-sami, tenang saja tidak ada yang direpotkan kalau begitu mbok mau kembali ke dapur lagi ya." Dipta mengangguk.Kyara yang melihat percakapan keduanya hanya menggendikan bahunya, acuh tidak perduli.
"Kata Bu Dewi bakalan ada presentasi dan setiap anggota akan di berikan pertanyaan mengenai tugas ini," Dipta berucap tanpa mengalihkan pandangan pada buku yang masih ia tengah kerjakan.
Kyara yang mendengar ucapan Dipta, ia mengerti maksud pria itu. Kyara mendengus sebal melempar ponselnya ke sampingnya, merebut buku yang tengah Dipta kerjakan.
"Sini gantian biar gue yang ngerjain!" Dipta tersenyum, aksinya berhasil.
"Ngapain lo dekat-dekat gue?"
"Kan mau ngerjain tugas bareng?"
"Gantian aja! Sana jaga jarak 1 meter!" Dipta mengurungkan niatnya lebih menuruti ucapan Kyara.Dipta menatap langit-langit asbes yang terpasang di atas tanpa mengalihkan pandangan nya, "Ayah sama ibu kamu kemana?" Dipta bertanya.
"Pergi?" Dipta bertanya kembali.
"Atau mereka sudah tidur?" ia terus bertanya.
"Keluar kota, lagi ada kerjaan!" jawab Kyara.
"Yah sayang deh enggak bisa ketemu,"
"Kenapa?" Kyara bertanya.
"Soalnya saya mau silaturahmi, sama ayah dan ibu kamu, calon mertua saya." Kyara melempar bolpoin ke arah Dipta.Dipta tersenyum dan tertawa renyah melihat ekspresi Kyara, tanpa Kyara sadari bibirnya melengkung tipis membentuk senyuman hanya sementara setelah itu, ia kembali fokus ke catatannya.
Dipta dapat melihat senyum manis Kyara walaupun hanya sesaat, ini pertama kalinya ia melihat senyum Kyara. selama ini gadis itu selalu bersikap cuek kepadanya, Dipta yakin suatu saat nanti sikap dingin Kyara pasti akan melebur dengan sendirinya.
***
"Saya pulang, jangan rindu ya? Tapi kalau kamu rindu juga enggak kenapa-napa sih," Kyara membatu, dasar pria kepedean.
"Udah lo ngomongnya? Mendingan pulang sana gih! Tugasnya udah selesaikan," Kyara mengibaskan kedua tangannya.
"Saya akan pergi asalkan kamu harus janji terlebih dahulu sama saya,"
"Udah sana pergi!"
"Janji dulu,"
"Ya udah iya iya janji apaan?"
Dipta merogoh saku jaketnya, mengeluarkan kertas, memberikannya kertas kecil kepada Kyara.
"Janji bukanya pas kamu mau tidur aja,"
"Emang apa sih isinya?"
"Udah janji aja, nanti juga tahu,"
"Iya bawel deh lo tuh ya,"
"Saya pulang.. Assalamualaikum,"
"Waalaikumussalam."
Setelah memastikan pria gila itu benar-benar pergi, barulah Kyara masuk kedalam. Ia kini tengah merebahkan diri diatas kasur kesayangannya. Sesekali ia mengecek aplikasi whatsapp miliknya pria itu masih juga tidak aktif, tidak memberinya kabar kembali.
Kyara ingat kertas yang di berikan Dipta, ia sudah pastikan isi dalam kertas kecil ini pastilah puisi alay yang dibuat Dipta untuknya.
Kyara menguap, membuka kertas kecil tersebut matanya membulat sempurna. Melihat isi dalam kertas terdapat tulisan arab yang Kyara ketahui itu adalah doa sebelum tidur, pria itu selalu saja berhasil membuatnya tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bagaskara Pradipta (END)
Teen FictionBagaskara Pradipta terjerat pesona gadis cantik Kyra Anindira, Pindahan dari kampung membuat pria kelahiran Solo tersebut selalu mendapat bully-an--di sekolahnya. Bagaskara Pradipta berhasilkah meluluhkan sikap arogan Kyra Anindira, gadis Arogan yan...