Bab 24 - Memilih

27 5 0
                                    

Tepat di hadapannya, Kyara sudah berdiri di depan rumah kontrakan tempat Dipta tinggal bahkan Anggun mamanya sampai-sampai membawakan bekal untuk Kyara, gadis itu benar-benar terlalu buru-buru.

"Assalamu'alaikum,"

Tidak ada yang menyahuti, beberapa menit kemudian keluarlah seorang ibu paruh baya menyauti salam Kyara sambil tersenyum.

"Wa'alaikum Salam, cari siapa ya dik?"
"Ini tempat tinggal Dipta kan bu?"
"Oh iya, mari masuk."

Kyara dipersilahkan duduk matanya masih menatap kesemua perabotan dalam rumah kecil tersebut, air putih yang ibu paruh baya itu wejangan di minumnya.

"Terimakasih Bu," Kyara meminum semua air putih tersebut tanpa sisah karena memang saat ini dirinya tengah kehausan.

"Maaf ya bu, saya haus," katanya sambil nyengir kuda.
"Oh, iya enggak apa-apa,"
"Kedatangan saya kemari mau bertemu dengan Dipta, Diptanya ada bu?" tanyanya langsung.
"Sebelumnya kenalkan ibu ini bibi nya Dipta, dan soal Dipta, Dipta nya lagi enggak ada di rumah dia lagi kerja," jawabnya
"Kerja?" dahi Kyara mengernyit.
"Iya,"
"Dipta kerja apa bu?"
"Dipta itu ngojek,"
"Mangkalnya dimana bu?"
"Biasanya sih kalau udah siang begini di pasar,"
"Makasih iya bu infonya, kalau begitu saya pamit dulu. Assalamu'alaikum,"
"Wa'alaikum salam."

Keluar terburu-buru menatap kesemua sebrang jalan. Matanya berbinar menatap seseorang yang Kyara rindukan yaitu Dipta, ia mengeratkan pegangannya ke tali tas mininya. Berusaha berani menemui langsung pria yang ada di ujung sebrang jalan sana.

Jalanan ramai membuatnya celingukan, melambatkan perjalanannya. Sesaat kemudian pria itu pergi membawa motor kesayangan bersama seorang wanita yang mungkin itu penumpangnya.

Gagal sudah usaha Kyara menemuinya. Kyara duduk di salah satu tokoh yang berdekatan dengan pangkalan ojek, satu jam lebih Kyara menunggu tidak terlihat batang hidung pria itu lagi.

"Kemana dia?"

Melelahkan menunggu, ingin pulang rasanya tapi hatinya tetap menyuruhnya untuk menunggu namun cuaca semakin memanas membuatnya memutuskan untuk pulang dan mungkin lain kali menemuinya kembali.

***

Terik matahari menyengat, memencarkan sinarnya begitu terang berhasil membuat siswa-siswi di lapangan kepanasan namun sepertinya barisan ketiga tepatnya kelas 11 IPS tidak terasa panas lebih berdominasi kan keheningan.

Beberapa kali seorang Kyara melirik teman di sampingnya Dipta ralat bukan teman melainkan kekasihnya, sedari tadi hanya ada keheningan di antaranya.

"Sebentar lagi, kelas 12 akan menghadapi ujian yang akan menentukan mereka lulus atau tidaknya jadi saya berharap bagi kelas 12 kalian harus berusaha sekeras mungkin untuk meraih nilai yang baik untuk kelulusan kalian nanti." tutur kepala sekolah yang sedang berpidato.

Kyara tidak perduli dengan amanat yang di sampaikan kepala sekolah mengenai tentang kelas 12 yang sebentar lagi akan tamat. Kyara hanya perduli dengan di sampingnya mempertanyakan dalam dirinya arti dari diamnya seorang Pradipta.

Bagaskara Pradipta berhasil membuat dirinya celingukan kebingungan dan tentang Romeo entah Kyara harus bersikap senang atau tidak dengan hadirnya Romeo yang Kyara tahu rasa itu sudah biasa tidak seperti waktu itu, perasaannya sudah benar-benar berpaling karena seseorang yaitu Pradipta.

Selesai upacara Kyara bergegas menghalangi jalan Dipta.

"Dipta,"
"Iya," menatap balik Kyara.
"Gue mau ngomong sama lo,"
"Nanti saja ya, saya harus ke ruangan kepala sekolah,"
"Oke pas jam istirahat gue tunggu lo di tempat biasa,"
"Iya." tanpa senyum, tanpa pula godaan yang panjang hanya ada ekspresi datar yang Dipta tunjukan.

Hambar rasanya ia memasuki kelasnya hanya tidak berniat melakukan apa-apa rasanya hari ini benar-benar hari membosankan bagi Kyara. Di tambah lagi dengan sikap Pradipta kepadanya yang benar-benar sangat menjengkelkan.

Ruangan kepala sekolah.. ini untuk kedua kalinya bagi seorang Dipta memasuki ruang kepala sekolah, pertama kali dirinya memasuki ruang ini karena pendaftaran sebagai siswa baru dan kedua entah karena alasan apa.

"Dipta,"
"Iya Pak,"
"Akhir-akhir ini saya lihat perkembangan dan nilai-nilai kamu semakin menurun, kenapa?" ujar Pak Bambang seraya memberikan nilai rekap hasil pembelajarannya.

"Mengenai itu saya minta maaf, mungkin karena saya kurang fokus dalam belajar," katanya.

"Saya dengar kamu bekerja separuh waktu, apa itu benar?"
"Iya Pak itu benar,"

"Saya tidak melarang kamu bekerja tapi sebaiknya kamu harus fokus ke sekolah dan belajar kamu, saya takutnya ini akan bermasalah dengan beasiswa kamu sayangkan kalau beasiswa kamu di cabut hanya karena nilai-nilai kamu yang sekarang semakin menurun?" tutur Bambang dengan lembut.

"Iya Pak saya berjanji akan lebih giat lagi dalam belajar,"
"Iya, ya sudah kalau begitu kamu boleh kembali ke kelas kamu,"
"Saya permisi Pak."

Menghembuskan nafasnya Dipta rasa ia akan mengurangi waktu bekerjanya dirinya harus fokus dalam sekolah dan belajar bagaimana Dipta tidak ingin membuat ibu dan adiknya yang di kampung merasa kecewa.

***

Tanah sudah bosan dengan seseorang yang tengah menatapnya, tatapan yang memikirkan seseorang itu yang membuat tanah bosan karena di abaikan. Menunggunya sedari tadi, batang hidung tak kunjung datang pula.

Pria itu masih belum datang jua sedangkan sang gadis masih menunggu di tempat biasa mereka makan berdua, duduk di pohon rindang sendirian.

Kyara masih menatap ke sembarang arah, lelah juga rasanya.

Benar kata cermin,
Ketika ada tidak pernah di adakan
Tapi ketika tidak ada mencoba di adakan.

Jadi, ini rasanya menunggu? Melelahkan juga ya. Lebih lelah dari rindu kalau rindu bisa bertemu kalau menunggu sulit berjumpa karena terhalang waktu.

Pria itu masih menatap, ingin rasanya mendekat tapi ego melarang.

Maaf ra,
Saya tidak bermaksud membuat kamu menunggu tapi terkadang kamu juga perlu tahu bagaimana rasanya menunggu.
Melelahkan itu yang ku rasakan.

Bagaskara Pradipta (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang