Bab 3 - Selebar Daun Kelor

90 5 0
                                    

Kita di pertemukan kembali mungkin memang kita berdua berjodoh.

---

Si merah CB70 melaju mulus di dataran rendah, membelah jalan raya si merah itu motor tua milik Dipta. Meskipun mesinnya sudah tua tapi ia tidak pernah membebankan sang tuannya.

Seperti biasa setiap hari minggu Dipta mencari uang tambahan, ia tidak ingin terus-terusan merepotkan paman dan bibinya sudah di izinkan tinggal di kontrakan paman dan bibinya saja Dipta sudah sangat bersyukur. Lagi pula Dipta sudah terbiasa bekerja di kampung halamannya yaitu Solo.

Meskipun Dipta adalah anak berprestasi bahkan ia mendapatkan beasiswa hingga bisa masuk ke sekolah ternama di Jakarta, namun ia juga tidak lupa bahwa masih banyak keperluan dirinya sendiri yang harus terpenuhi, ia tidak ingin terus-terusan menunggu uang kiriman dari sang ibunya.

"Terimakasih Bu," Dipta tersenyum menerima satu lembar uang yang jumlahnya tidak seberapa.

Dipta selalu bersyukur Tuhan selalu memberikannya rezeki yang berlimpah, ia tidak pernah memandang seberapa yang tuhan berikan untuknya.

***

Si merah CB70 yang Dipta kendarai berhenti sebab lampu berwarna merah, jalanan semakin padat namanya juga Jakarta tidak pernah lepas dari kata macet dan banjir.

Penas menyengat, membuat setetes air keringat menempel di pelipis wajahnya, tampannya terlihat begitu sangat damai di bawah terik matahari. Mobil Fortuner berwana hitam berhenti tepat di samping si merah CB70.

Dipta rasa ia mengenali seseorang yang tengah duduk di jok belakang, ia yakin yang tengah duduk di jok depan memakai seragam hitam itu supirnya, ia tersenyum di balik kaca melihat seseorang tersebut yang masih fokus dengan ponselnya di tambah dengan earphone yang terpasang di kedua telinga indah miliknya.

Dipta mengetuk kaca mobil "Rara..," yang di panggil terpelonjak, melihat kesamping mendapati Dipta yang tengah melempar senyum seraya melambaikan tangan kearahnya.

"Dia.. dasar pria gila!" gumamnya.

Menatap Dipta dari balik kaca transparan, Kyara menyuruh supirnya untuk secepat mungkin bergeser maju ke depan maksudnya hanya untuk menghindari Dipta dan sepertinya Tuhan tengah menyayangi Dipta sehingga mobil hitam itu terjepit dalam kemacetan, seakan diberi kesempatan Dipta terus menatap Kyara dari balik kaca seraya terus-terusan melempar senyum devilnya dan memainkan alis tebal miliknya.

Kyara kesal karena ia harus terjebak macet, ia berharap lampu merah segera berganti warna jadi hijau, ia benar-benar ilfil melihat senyum Dipta sekarang.

Tepat lampu hijau menyala mobil yang di sampingnya kini telah melaju kearah depan, perasaan Dipta berkecamuk baru saja ia bertemu dengan gadis penyemangat nya.

Tiin.. Suara klakson bergemuruh di tengah jalan, "Hay pemuda mau sampai kapan kamu diam di tengah-tengah? Cepat jalan kamu enggak lihat di belakang macet gara-gara kamu." Dipta terpelonjak mendengar ucapan supir angkot yang berhasil membuyarkan lamunan Dipta, secepat mungkin ia pinggirkan si merah CB70 seraya meminta maaf ke semua pengendara.

***

Masih dalam perjalanan menuju kafe casablanca yang biasa Kyara dan genk Vio CS singgahi, hening dalam mobil pikirannya masih terus merekam senyum devil milik Dipta terkadang, ia menggelengkan kepalanya bertujuan menghilangkan rekaman tersebut.

Bagaskara Pradipta (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang