The beginning of everything

1.5K 70 4
                                    

Gadis berpakaian sekolah itu sedang membawa beberapa tumpuk buku tulis. Ia berdiri di halte menuggu bus datang. Selang beberapa menit bus yang ia nantikan datang. Sedikit kesulitan tapi tidak masalah baginya.

Terkadang supir bus merasa kasian. Hampir setiap hari penumpangnya itu selalu membawa setumpuk buku. Jika ditanya kenapa kau membawa buku sebanyak itu? Gadis itu menjawab "ini tugas sekolah, karena guru memberikannya setiap hari dan jumlahnya juga begitu banyak".

Supir bus masih merasa janggal dengan hal itu. Tapi Gadis bernama Laysa itu terus mengelak bicara jujur tentang tugas setumpuk itu.

Seperti biasa, Laysa sering turun dekat ruko sebelah sekolahnya. Ia juga sering memberi senyuman Terhadap orang lain yang ia temui.

"Lamban sekali kau, siput" ketus Grieta  selaku siswi satu kelasnya.

"Maaf, tadi bukunya sangat banyak,  jadi aku kesulitan membawanya" ucap Laysa menunduk.

"Alasan" ucap Prisila, gadis pemilik sekolah yang sombong.

"Sudah, lebih baik kita masuk sebelum bel berbunyi" Kayla Chal seorang gadis tercantik disekolah itu melerai.

Ketiga gadis itu berjalan dengan riang. Sedangkan Laysa ia hanya tertunduk menatap tanah. Tak berani mendongakkan kepalanya. Semenjak pindah, dia tidak merasa kebahagiaan disekolah itu.

Kalau bukan urusan beasiswa,  mungkin Laysa tidak akan mau sekolah disekolah elit seperti itu.

"Siput, buku ku mana? "

"Iya mana? "

"Punyaku juga"

Banyak lontaran pertanyaan yang intinya hanya sama. Menanyakan buku pr yang semalam Laysa kerjakan. Hampir seluruh kelas memintanya untuk mengerjakan pr kepadanya.

Tidak ada satupun guru yang mengetahui, jika selama ini nilai pr mereka bagus bukan karena hasil sendiri. Melainkan hasil jerih payah orang lain.

"Kau masih betah seperti itu, sudah hentikan saja,aku takut jika terjadi sesuatu denganmu" pinta Dyana, anak pengusaha sukses yang mau berteman dengan Laysa.

Dia sangat baik, setiap hari disekolah Laysa tak pernah kesepian. Selalu ada Dyana yang menemani. Kecuali saat Laysa dibuli, Dyana tak bisa berbuat apa-apa. Kedua orang tuanya menentang Dyana untuk berteman dengan Laysa.

Tapi Dyana tidak bisa untuk tidak berteman dengan Laysa. Jika bukan karena Laysa mungkin nilainya akan sangat buruk disekolah. Berkat dia yang selalu membimbing setiap mata pelajaran yang tidak diketahuinya.

Laysa setia mengajari dirinya hingga sanggup mengerjakannya dengan sendiri. Sekarang sudah tak terhitung jumlah sahabatnya itu membantu dalam setiap kesulitan dikelas.

"Eh siput, jangan ngadu keguru y, awas saja kau" ancam Prisila yang duduk didepan kursinya.

"Emang kenapa?, kalau Laysa mengadu itu urusan dia, lagian siapa suruh PR tidak dikerjakan sendiri" Balas Dyana yang tidak suka dengan sikap Priscila.

"Diam kau, aku tidak bicara dengamu! Melainkan siput ini" ucapnya sambil menunjuk Laysa.

Dyana sudah siap dengan kepalan tangannya disaku. Laysa menghentikan tindakan yang akan dilakukan sahabatnya.

"Sudahlah, mmm.. Tidak kok, kau tenang saja"

"Baguslah kalau begitu, "

***

Bel istirahat berbunyi. Saatnya seluruh siswa maupun siswi mengisi perut mereka.

Di kantin saja Laysa selalu duduk menyendiri. Tidak yang ingin menemaninya kecuali Dyana. Mereka sering duduk memojok sambil menceritakan hal lucu.

The Last AngelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang