Ha-lo!
Selamat membaca cerita baruku, semoga bisa memenangkan hati kalian semua. :)***
Seorang cewek sudah rapi dengan seragam sekolahnya yang berwarna putih di tutupi jas berwarna biru gelap dan rok lipit di atas lutut berwarna abu terang, ia melangkah begitu anggun menuruni undakan tangga yang melingkar.
Di bawah sana, cewek itu melihat kedua orang tuanya yang sudah duduk berhadapan di meja makan berukuran besar. Semula, saat keluar dari kamar super mewah dengan dokorasi serba merah muda, wajah cewek itu tidak dihiasi senyum sedikitpun.
"Good morning." Sapa Queen dengan senyum yang di paksakan, lalu mengambil tempat di sebelah Papanya.
"Morning too my princess, kenapa putri Papa pagi-pagi mukanya udah cemberut?"
Queen melirik sejenak ke arah Papanya, lalu merangkul manja lengan laki-laki yang usianya sudah tidak muda itu. Hal yang sangat biasa di lakukan Queen ketika meminta sesuatu dari sang Papa. Bertingkah manja dan keinginannya akan langsung di turuti, itu pasti.
"Papa..., Queen kan udah bilang mau home schooling aja, kenapa belum di urus sih?" Rengek cewek itu dengan nada manja, sebuah keahlian yang sangat biasa di lakukan oleh Queen ketika menginginkan sesuatu.
Mamanya memberikan sebuah roti yang sudah di olesi selai kacang kesukaan cewek itu, tangan wanita itu terulur ke arah Queen yang sedang memanyunkan bibirnya.
"Kenapa milih home schooling, sayang? kan sekolah umum lebih menyenangkan, kamu bisa punya banyak teman." Ujar Mamanya, setelah roti di tangannya di ambil alih oleh Queen.
"Queen ga suka temenan sama orang sembarangan, Ma."
"Pa, Queen maunya home schooling."
"Sayang...," suara lembut sang Papa memanggil cewek itu, tangan besarnya menyelipkan helai rambut Queen yang berantakan ke belakang telinga, "untuk permintaanmu yang ini, Papa enggak bisa turutin."
"Kenapa?"
"Ini buat kebaikan kamu, manusia itu makhluk sosial, termasuk kamu. Kamu enggak bisa terus sendiri, kamu butuh temen. Oke, kalo kamu engga mau temenan sama sembarang orang, Papa juga setuju. Tapi kamu bisa memilih,'kan? mana yang pantas dijadikan teman?"
Oh tidak! Ini kali pertama keinginan Queen tidak di turuti oleh sang Papa.
Tiba-tiba Queen merasa suasana hatinya sangat buruk pagi ini. Cewek itu hanya menggigit sepotong roti yang tadinya di berikan sang Mama, lalu dengan menghentakan sedikit keras sebelah kakinya, Queen bangkit dari duduknya.
"Queen berangkat." Ucapnya berlalu pergi, diikuti dengan supir pribadi cewek itu.
Sementara kedua orang tua Queen, menggelengkan kepala karena sikap cewek itu.
***
Sia Queena turun dari sebuah mobil mewah yang berhenti di tengah halaman sekolahnya. Bak putri kerajaan yang turun dari kereta kencana, semua mata kini tertuju padanya.
Rambut ikal panjang yang tertata rapi, serta bentuk fisik yang ada pada cewek itu seakan dibuat secara istimewa khusus untuknya oleh Tuhan. Semuanya sempurna, tidak kekurangan apapun.
Rok lipit di atas lutut yang di kenakannya saat ini semakin jelas memperlihatkan bentuk kaki jenjang cewek itu yang di tutupi kaos kaki hitam setinggi lutut. Queen melangkah menyusuri lorong sekolah yang tampak ramai oleh siswa yang berkeliaran di sekitarnya, namun cewek itu tetap percaya diri melewati banyak pasang mata yang kini tengah mengarah padanya.
Sia Queena sudah sangat terbiasa dengan tatapan memuja, kagum, dan iri dari orang-orang di sekolahnya, bahkan Queen menganggap semua orang yang ada di pinggir lorong itu sebagai patung penyambut selamat datang untuknya, cewek itu melangkah dengan kepala yang mendongak angkuh, seakan jika ia menunduk sedikit saja, mahkota di kepalanya akan terjatuh begitu saja.
Kini Queen sudah memasuki ruang kelas yang akan di huninya selama setahun kedepan, langkah cewek itu berhenti tepat di depan kelas, membuat beberapa siswa yang ada di dalam ruangan itu menatapnya penuh tanya.
Queen menyapu pandangannya ke sekeliling ruangan, berniat mencari posisi duduk yang paling baik di dalam kelas ini. Pandangan cewek itu berhenti di salah satu meja yang sudah di huni oleh siswi lainnya.
Queen melangkah kecil, "minggir. Lo cari tempat lain. Gue disini." Ucap cewek itu dengan angkuh, menatap dengan tajam siswi yang enggan membalas tatapannya.
"I-iya, Queen."
Siswi itu bangkit, melewati Queen yang sedang menatapnya remeh.
"Eh, tunggu." Panggil Queen, pada siswi yang melewatinya tadi.
"Kamu manggil aku, Queen?"
"Ya-iyalah, emang siapa lagi?"
"Maaf aku engga tau, kamu sih engga nyebut nama." Kekehnya canggung, berusaha mencairkan suasana yang menegang.
Queen mendengus, "bodo amat sama nama lo, gue ga peduli." Jari cewek itu kini menyentuh permukaan meja yang tadinya di tempati oleh siswi yang sedang berdiri berhadapan dengannya.
"Liat," ujar Queen, menunjukan jari telunjuk dan jari tengahnya bersamaan ke arah siswi itu, "meja ini kotor. Bersihin, gue alergi debu."
Padahal tidak ada sama sekali debu di atas meja itu, mana mungkin sekolah elit seperti Pelita Raya tidak terjaga kebersihannya.
Siswi itu masih diam, menatap mata Queen takut-takut.
"Ngapain lo diem? Tuli?"
"Iya, Queen." Jawab siswi itu pasrah, lalu langsung bergerak membersihkan meja yang sebenarnya tidak terdapat debu sama sekali dipermukaan benda itu.
Cewek itu tersenyum puas.
Ia rasa, memang tidak ada yang bisa menolak keinginannya. Kecuali kejadian tadi pagi di meja makan, yang membuatnya kesal ampun-ampunan.
👑👑👑
Tbc.
Makasih sudah baca.💖
See you.
KAMU SEDANG MEMBACA
Princess Syndrome
Teen FictionMungkin karena terlalu dimanjakan oleh kedua orang tuanya sejak kecil, ia tumbuh menjadi cewek angkuh yang segala kemauannya harus di turuti. Dia, Sia Queena. Cewek pengidap 'princess syndrome' yang berwajah super cantik, kulit putih bersih bak po...