67 - We are afraid of losing each other

2.1K 157 5
                                    

Siapapun mungkin tak akan percaya, bahkan Arga yang mengalaminya sendiri pun sulit dibuat percaya bahwa ia akhirnya berhasil keluar dari bangunan yang sudah hancur oleh kobaran api yang sangat besar.

Ia bisa menepati ucapannya pada Queen. Bahwa mereka akan selamat dari maut yang bisa saja merenggut nyawanya jika Tuhan tidak sedang berbaik hati saat ini. Entah keajaiban atau keberuntungan yang sedang mengelilingnya, Arga tetap tidak bosan untuk berkali-kali mengucap syukur karena kini ia berhasil terbebas dari bahaya yang mengancam dua nyawa di dalam sana.

"Queen, kita sel—" ucapan Arga terputus saat matanya menangkap sosok cewek yang ada dalam dekapannya tidak sadarkan diri.

"Queen!" Panggilnya dengan intonasi yang lebih tinggi.

"Queen jangan bercanda!" Sentaknya, menatap tubuh yang ada di gendongannya dengan penuh kekhawatiran.

"Bangun Queen!"

"Queen kita selamat!"

Tubuh Arga benar-benar lemah, tenaganya habis terkuras untuk berjuang di dalam sana, lalu kini tubuhnya dibuat bergetar hebat oleh sosok yang sama sekali tidak membalas tatapnya. Sampai pada titik terlemahnya, Arga terjatuh dengan masih mendekap Queen dalam tubuhnya.

Kedua kakinya tertekuk di atas permukaan tanah, menatap cewek itu dengan lekat.

"Please, jangan bercanda." Arga meletakan kepala cewek itu dipangkuannya, menyentuh sisi wajah Queen yang terasa dingin. "Queen, gue mohon bangun." Ucapnya lirih.

Berkali-kali Arga menepuk sisi wajah Queen, berharap cewek itu akan membuka matanya untuk membalas tatapannya. Rambutnya yang tergerai berantakan di rapikan oleh Arga, sampai pada beberapa helai rambut yang menutupi leher cewek itu bergeser, menunjukan dengan jelas penampakan bekas kuku-kuku jari di daerah sana.

Memar dan lecet. Membuat Arga mengumpat dan benar-benar menaruh benci luar biasa pada orang yang melakukan itu pada kekasihnya.

"Lo berhasil selamat ya, Ga?" Suara itu! Arga mendongak, melihat Putri yang berdiri tidak jauh dari posisinya.

Rupanya, cewek gila itu belum pergi dari sini. Dia belum menyerah dan mungkin tidak ingin berhenti.

"Dia udah mati?" tanya cewek itu dengan senyum sumringah, "gue nungguin dari tadi disini, pengin jadi orang pertama yang tau kabar kematiannya."

"Bukannya tadi gue udah bilang? Lo bakalan nyesel." Lanjutnya, wajahnya dihiasi oleh senyum menjijikan.

"Lo ga mau ninggalin dia, tapi akhirnya dia yang ninggalin lo, bahkan selamanya." Tawanya terdengar puas luar biasa.

Tidak. Arga tidak percaya sedikitpun jika Queen akan meninggalkannya dengan cara seperti ini. Arga segera memeriksa denyut nadi Queen, meraba permukaan kulit di dekat telinga Queen lalu berpindah ke pergelangan tangan cewek itu.

Nadinya masih berdenyut, namun begitu lemah.

Arga tidak ingin sesuatu yang buruk benar-benar terjadi, oleh karena itu ia berusaha bangkit berdiri dengan mengumpulkan sisa tenaganya untuk membawa cewek itu kembali ke dalam gendongannya.

"Jangan tolong dia!" Putri menghalangi Arga dengan pisau tajam yang mengarah padanya.

Manusia satu itu ternyata sungguh belum ingin berhenti.

Dengan cekatan, kaki Arga bergerak untuk menendang tubuh Putri hingga terpental, masa bodoh tentang larangan berbuat kasar pada perempuan, Arga tidak sesabar itu jika berhadapan dengan perempuan sejahat Putri.

Putri terlihat meringis sesaat kemudian mengernyit dalam, karena silau akibat mendapati beberapa lampu mobil menyorot ke arahnya.

"Arga!" Dimas berlari tergesa ketika keluar dari mobil, cowok itu menghampiri Arga, "Queen kenapa?" Tanya cowok itu dengan raut khawatir.

Princess SyndromeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang