Apa ada yang salah dengan pertanyaannya?
Kalimat itu selalu terngiang-ngiang di kepala Queen sejak Arga memutuskan untuk kembali pulang ke rumah. Di perjalanan, Arga sama sekali tidak mengeluarkan sepatah katapun apalagi membuka obrolan dengan Queen untuk mencairkan suasana yang dingin.
Ini pertama kalinya selama mereka dekat sampai ia berganti status menjadi kekasih Arga, Queen tidak berani membuka obrolan lebih dulu. Bahkan bernafaspun rasanya takut-takut di dekat Arga yang sekarang sedang menunjukan wajah super datar dengan sorot mata yang tajam dan dingin.
Berkali-kali Queen meyakinkan diri sendiri bahwa ia tidak sepenuhnya salah dalam menjadikan keadaan canggung seperti sekarang. Jika ingin dicerna lebih jauh, semua berawal dari Arga yang kesannya ingin membuka diri tentang kehidupannya pada Queen lalu semakin lama seakan memancingnya untuk bertanya tentang hal yang mungkin terlalu sensitif bagi Arga sendiri.
Awalnya, cowok itu sendiri yang mengatakan hal-hal yang membuat rasa penasaran yang ada di dalam diri Queen memberontak ingin tahu lebih jauh. Lantas sekarang, Arga malah mendiamkannya seolah Queen sendiri yang berusaha mengorek-orek kehidupannya tanpa permisi.
"Udah sampai. Mau diem disini sampai berapa lama?" Suara rendah yang terkesan dingin menyapa telinga Queen, membuat lamunannya terpecah.
Queen sedikit dibuat ternganga dengan perubahan sikap Arga padanya. Sebegitu salahkah ia di mata cowok itu hanya karena pertanyaan yang menurut Queen sendiri masih di batas wajar?
"Gue ga..., ngeh...." Queen semakin dibuat heran karena cowok itu turun lebih dulu tanpa mengucapkan apapun pada Queen.
"What? Sesalah itukah pertanyaan gue?" Queen merutuki dirinya sendiri.
Ia bergegas turun, menyusul Arga yang sudah masuk ke dalam rumah dengan isi kepalanya yang masih menerka-nerka kesalahan sendiri yang membuat Arga sampai menjadi dingin padanya.
"Sini dulu, Queen." Langkah itu terhenti tepat saat berada pada pijakan tangga pertama. Queen menoleh, dengan kedua alis yang tertaut.
Sekarang, apakah Arga akan mengusirnya dari rumah ini?
"Kenapa?"
"Duduk sebentar di sini." Tangan cowok itu menepuk bagian kosong pada sofa panjang yang ada di ruang tengah rumahnya.
Queen bergerak tanpa suara untuk mengambil posisi duduk disebelah Arga—persis seperti yang cowok itu inginkan.
Hening. Hitungan angka yang Queen sebut di dalam hati bahkan sudah hampir mencapai angka dua puluh namun Arga masih tetap bungkam. Perlahan, ia setengah memutar kepalanya menghadap ke arah Arga kemudian menaikan sebelah alisnya.
"Ada sesuatu yang mau lo bilang ke gue?" Akhirnya Queen mengalah untuk membuka suaranya lebih dulu.
Arga mengangguk, "maafin sikap gue tadi."
"Gpapa. Mungkin memang sulit untuk cerita sama orang lain tentang hidup lo. Tapi ga seharusnya lo ngerubah sikap sedingin itu ke gue."
"Lo bukan orang lain lagi." Ucap Arga dengan pandangan yang serius menatap Queen.
"Maafin gue, itu reaksi yang ga pernah gue rencanain."
Queen mengangguk tanda mengerti. Mungkin perubahan sikap Arga yang tiba-tiba menjadi dingin padanya memang bukan keinginan cowok itu, hanya karena kenangan yang mungkin terlalu menyakitkan baginya yang membuat ia bereaksi seperti tadi.
"Gue mau cerita dan lo cukup dengerin sampai selesai." Ucap Arga kemudian.
Queen hanya mengangguk, lalu membiarkan Arga untuk mulai bercerita.
KAMU SEDANG MEMBACA
Princess Syndrome
JugendliteraturMungkin karena terlalu dimanjakan oleh kedua orang tuanya sejak kecil, ia tumbuh menjadi cewek angkuh yang segala kemauannya harus di turuti. Dia, Sia Queena. Cewek pengidap 'princess syndrome' yang berwajah super cantik, kulit putih bersih bak po...