Sesulit-sulitnya mendapatkan barang branded yang limited edition, bagi Queen mengerti Arga jauh lebih sulit dari sekadar itu. Menurut Queen, Arga adalah orang yang paling susah untuk ditebak, susah untuk di mengerti, dan sangat tertutup.
Selama bersama Arga dalam waktu beberapa bulan, yang Queen tahu hanya satu tentang kesukaan cowok itu—ralat—mungkin hanya tiga hal dalam hidup Arga yang Queen tahu.
Hobinya dalam bermotor, bermain piano, dan juga aroma pantai yang katanya mampu menenangkan. Hanya itu, selebihnya Queen buta; tidak tahu apa-apa.
Apa lagi alasan Arga mendiamkannya, Queen sama sekali tidak tahu kenapa begitu tiba-tiba. Oh dan satu lagi, ucapan cowok itu tadi pagi yang langsung membuat saraf di dalam kepala Queen yang sudah terjalin menjadi kepang seribu semakin mengerat saja. Ia dibuat pusing, dengan dipaksa harus peka terhadap apa yang terjadi antara mereka.
Sekarang, tujuannya hanya satu. Membawa langkah kaki jenjang miliknya ke salah satu ruangan yang selalu dihuni oleh cowok itu setiap jam istirahat tiba.
Belum sampai di depan pintu ruang musik, langkah kaki Queen berhenti sejenak untuk memastikan alunan musik yang sedang ia dengar saat ini. Ya, Queen yakin permainan musik itu dari tangan ajaib Arga.
Benar kan, cowok itu sedang fokus dengan tuts-tuts piano yang di sentuhnya. Bahkan, kedatangan Queen sama sekali tidak di gubris olehnya.
"Arga, gue butuh penjelasan dari lo." Queen langsung mengambil tempat kosong di samping Arga, menatap tajam cowok itu dengan sepasang mata indahnya.
Arga tidak merespon, membalas tatapan Queen pun juga tidak. Kesal, Queen menekan asal tuts piano dengan kelima jari lentiknya sekaligus, sehingga alunan musik yang awalnya indah dan merdu menjadi hancur seketika.
"Ga gitu caranya nekan tuts piano. Bukannya waktu ini gue udah sempat ajarin lo dasarnya main piano?"
For god sake! She doesn't fucking care about how to learn piano right now!
"Gue kesini nyari lo bukan buat belajar piano Arga! Please, ga usah sok bego."
"Kalo gitu, lo pergi dari sini. Jangan ganggu gue dulu."
Ah, tiba-tiba Queen ingin menjelajahi setiap perpustakaan yang ada di dunia ini, mencari satu buku panduan tentang bagaimana caranya mengerti dan menaklukan hati orang yang ada di sebelahnya saat ini?
Queen memejamkan matanya sesaat, "apa lo marah karena gue lancang malam itu?" Well, tak apa menahan malu dengan mengajukan pertanyaan seperti itu, toh jika di ingat kembali saat melakukannya saja Queen tidak malu sama sekali.
Arga menghentikan permainannya. Perlahan namun pasti rasanya atmosfer di sekitar mereka berubah menjadi semakin hitam pekat.
"Lo ganggu gue aja. Jadi ga mood lagi gue main piano." Hanya begitu saja, lalu Arga melenggang keluar dari ruang musik.
Gang-gu? Queen menganggu, katanya?! Sadarkah dia bahwa yang terganggu dengan semua ini adalah Queen sendiri?
***
Masih dengan rasa kesal yang mendominasi setiap langkahnya saat mengejar cowok yang beberapa langkah lebih jauh berjalan di depan sana, Queen seakan ingin melenyapkan siapa saja yang mencoba menghalangi langkahnya saat ini.
Wajahnya datar, pandangan matanya tajam menyorot punggung tegap milik cowok yang membuatnya uring-uringan sejak kemarin malam.
Setidaknya jika memang ada masalah serius antara mereka berdua, Queen ingin tahu alasannya yang jelas agar bisa diselesaikan secara baik-baik. Bukan seperti ini, Arga yang tiba-tiba mendiamkannya lalu bersikap dingin setiap Queen mendekatinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Princess Syndrome
Fiksi RemajaMungkin karena terlalu dimanjakan oleh kedua orang tuanya sejak kecil, ia tumbuh menjadi cewek angkuh yang segala kemauannya harus di turuti. Dia, Sia Queena. Cewek pengidap 'princess syndrome' yang berwajah super cantik, kulit putih bersih bak po...