Jika semesta menjanjikan akan datang pelangi setelah hujan, maka Queen sedang menantikan keajaiban itu di tengah badai hujan yang sedang melanda hidupnya.
Jika langit menjanjikan akan selalu ada sinar mentari yang menyeruak setiap waktu untuk menghapus awan hitam, maka Queen akan menyambut hangat datangnya sinar itu untuk menghapus awan gelap yang sedang melingkupi seluruh hidupnya.
Jika katanya bintang jatuh bisa mewujudkan sebuah harapan, maka Queen akan rela menghabiskan waktu sepanjang malam untuk menantikan satu benda langit itu untuk melintas di atas sana.
Namun, bukannya pelangi tidak selalu datang setelah hujan memilih pergi? Mentari juga tidak selalu mau menghapus awan hitam dengan sinarnya, dan langit tidak selalu menepati janji untuk menghadirkan lautan bintang pada malam hari.
Seperti malam ini, tidak ada kerlip bintang diatas sana, apa lagi yang memberi harap jika sebentar lagi akan ada bintang jatuh yang bisa mengabulkan permohonan. Hanya ada hujan deras dengan tetesnya yang terciprat kemana-mana, seakan tidak ingin berhenti dalam waktu singkat.
Sama seperti kedua mata indah Queen yang tak ada binar terang malam ini, melainkan hanya ada tangis yang tak akan bisa dihentikan dengan hanya melewati satu malam.
Queen tak bisa menghentikan tangis kesedihannya meski ia ingin. Queen tak bisa menyalahkan siapapun, meski sebenarnya ada seseorang yang sangat pantas untuk disalahkan.
Kebahagiaan yang ia rasakan selama hidupnya kini terasa semu, dimana dibalik semua itu ada fakta yang disembunyikan dengan begitu rapat. Pada kenyataan yang begitu menyakitkan, Queen hanyalah anak manusia yang terbuang, lalu dengan sebuah keberuntungan yang datang, ia bisa hidup bersama sepasang suami istri yang menganggapnya sebagai anak kandung sendiri.
Malam ini, Queen duduk di sudut balkon kamar dengan keadaan seperti mati rasa karena tidak peduli dengan hawa dingin yang akan membuatnya menahan gigil akibat percik hujan yang membasahi permukaan kulitnya yang pucat.
Queen mengengam sebuah surat yang belum habis ia baca sebelumnya, dengan pelupuk mata yang dipenuhi airmata ia mulai membaca sepenggal kalimat akhir pada surat tersebut.
'Papa mengangapmu seperti anak kandung sendiri, mengangapmu berharga lebih dari apapun, terimakasih karena kamu hadir di hidup Papa dan Mama.
Queen, Papa sangat menyayangimu, bahkan rasa sayang itu menjadikan Papa seorang yang egois, yang tidak ingin sama sekali kamu tahu tentang kenyataan ini. Namun sepertinya Tuhan tidak setuju dengan rencana Papa, karena pada akhirnya kamu harus mengetahui fakta yang berusaha Papa tutupi.
Queen sayang, lembar kertas lainnya adalah sesuatu yang mungkin akan kamu butuhkan. Semoga kamu menemukan orang itu dengan mudah, orang yang bisa membantumu untuk keluar dari hidup yang menyulitkan ini dengan segera.
Maafkan Papa dan Mamamu.
Salam sayang,
Papa dan Mama.'Sebagian kertas itu sudah tidak dalam keadaan yang mulus lagi, bukan hanya bekas remasan jari Queen yang tertinggal disana, namun juga jejak basah yang sangat kentara dari airmatanya yang menetes semakin deras.
***
Diawali dengan hari yang baru, Queen menyadari bahwa hidupnya telah berubah sepenuhnya. Queen tidak kehilangan segalanya dalam hidupnya, namun sejak awal ia memang tidak memiliki apapun yang berharga dan pantas disebut sebagai kehilangan.
Siap atau tidak siap, Queen memang dipaksa harus siap melewati semuanya. Menerima kenyataan bahwa ia memang anak yang terbuang, anak yang tidak diharapkan, dan mungkin hanya membebani banyak orang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Princess Syndrome
Teen FictionMungkin karena terlalu dimanjakan oleh kedua orang tuanya sejak kecil, ia tumbuh menjadi cewek angkuh yang segala kemauannya harus di turuti. Dia, Sia Queena. Cewek pengidap 'princess syndrome' yang berwajah super cantik, kulit putih bersih bak po...