Di perjalanan mengantar Queen pulang, Arga sama sekali tidak membuka suaranya untuk memecah hening yang ada di dalam mobil, bahkan dalam waktu dekat ia belum memiliki niat untuk membuka suaranya dan memulai percakapan dengan Queen.
Jika dilihat sekilas, cowok itu terlihat tenang dan menaruh konsentrasi penuh pada jalanan di depannya, namun pada kenyataan yang terjadi—tanpa siapapun tahu termasuk Queen—cowok itu sedang sibuk memikirkan hal yang seharusnya bukan menjadi urusannya.
Sesekali, Arga menghela nafas gusar, merasa gelisah sendiri dengan sesuatu yang menganggu pikirannya sejak tadi. Jari tangannya lalu dengan kasar menekan salah satu tombol, kemudian terdengar alunan musik yang memenuhi mobil itu, mengiringi perjalanan mereka.
Ia melirik Queen yang menarik perhatiannya sejak beberapa detik yang lalu karena asik sendiri berkomat-kamit mengucapkan lirik lagu yang sedang terputar di dalam mobil, sementara tangannya yang bebas sibuk memainkan ponsel.
"Waktu gue di skors, lo ada di samperin Dimas, ga?" Arga memutuskan untuk membuka suara, mengajukan sebuah pertanyaan yang entah kenapa mempertanyakan hal semacam itu.
Queen berhenti menggeser layar ponselnya, kini perhatiannya terpusat sepenuhnya pada Arga, "iya, gue lupa cerita. Lo yang suruh ya?" Tebak Queen.
Arga berdeham singkat untuk menjawab.
"Kenapa?"
"Gue khawatir aja, nanti lo kenapa-kenapa, ga ada yang tahu."
Jawaban Arga sontak membuat Queen mengulum senyum.
"Tapi gue jarang mau bareng sama dia. Dia maksa gue harus ikutin dia mulu. Pernah tuh sehari gue ngikut temen lo itu ke kantin dan dia bareng Putri, gue jadi males." Lanjutnya bercerita.
Arga semakin tertarik dengan topik obrolannya kali ini. "Kenapa lo males sama dia?"
Queen sempat diam sesaat, kedua matanya menatap dalam pada manik coklat gelap Arga.
"Sama Dimas atau Putri nih yang lo tanya?"
"Putri. Lo males sama dia,'kan?" Arga melirik sekilas, lalu mengembalikan pandangannya untuk lurus ke depan.
Diam-diam, Queen membenarkan pertanyaan itu di dalam hati.
Alasan terkuat kenapa ia malas dengan cewek itu..., tentu saja karena Putri merupakan saingan cintanya, karena mereka sama-sama menyukai Arga Prasaja.
"Ga suka aja. Orangnya keliatan suka cari masalah tapi pakai cara halus."
Mungkin jika Arga sebelumnya tidak tahu tentang fakta yang ada, ia akan membantah habis-habisan ucapan Queen yang menuduh tanpa bukti itu.
Arga masih belum merespon, pandangannya lurus ke depan memerhatikan jalanan yang lumayan padat.
"Dia nyebelin banget. Lo tahu? Waktu gue di kantin sama temen lo itu, dia nyindir gue."
"Apa?"
"She said, 'kasihan ya, Arga. Gara-gara ikut campur masalah orang lain, jadi dia yang nanggung hukuman.' Muka innoncent-nya ngeselin parah!" Ucap Queen dengan menirukan gaya Putri saat itu.
Arga tanpa sadar terkekeh kecil, Queen terlihat lucu sekaligus menggemaskan dengan gaya bicara dibuat-buat seperti itu.
"Kenapa lo ketawa?"
"Lucu aja...," sahutnya, "terus lo jawab apa? Gue yakin lo ga mungkin diem aja."
"Exactly." Queen menjetikan jarinya, setuju dengan kalimat itu..
"Kenapa lo yang kasihan? Arga sendiri ga keberatan. Gue jawab gitu." Ia tersenyum bangga setelah mengakhiri ucapannya.
"Bener kan? Lo aja ga keberatan waktu itu, padahal semua sumbernya memang dari gue."
KAMU SEDANG MEMBACA
Princess Syndrome
Teen FictionMungkin karena terlalu dimanjakan oleh kedua orang tuanya sejak kecil, ia tumbuh menjadi cewek angkuh yang segala kemauannya harus di turuti. Dia, Sia Queena. Cewek pengidap 'princess syndrome' yang berwajah super cantik, kulit putih bersih bak po...