Seluruh kelas XIID sudah berkumpul, saling antri untuk masuk ke dalam kolang renang, mempraktekan renang gaya bebas yang diperintahkan oleh guru olahraga mereka—Pak Wijaya.
Pada kolam renang bagian kanan seluruh siswi bukannya berbaris namun malah duduk melingkar, menanti giliran mereka untuk masuk ke dalam kolam renang dan menampilkan keahlian terbaik mereka di depan Pak Wijaya yang akan memberikan nilai olahraga materi renang hari ini.
Sementara pada bagian kiri, beberapa siswa cowok berkumpul untuk mengobrol ringan, menanti empat orang yang ada di dalam kolam renang tersebut. Di antara empat orang itu, Arga salah satunya yang menjadi pusat perhatian. Cowok itu mendapatkan giliran pertama karena bertepatan dengan inisial namanya yang diawali huruf A.
Siswi-siswi yang tadinya menjalankan rutinitas harian ketika berkumpul bersama untuk menggosipkan apa saja yang sedang trending, tiba-tiba saja bungkam dengan kompak saat melihat Arga beraksi di dalam kolam.
Arga menjadi pusat perhatian, karena kelincahan dan kelihaiannya mempraktekan renang gaya dada. Beberapa siswi menatapnya kagum, karena menurut mereka Arga adalah sosok siswa sempurna di sekolah mereka.
Wajah tampan tanpa cela, tubuh atletis dengan proporsi yang pas, otak cerdas, dan tentu saja kekayaan yang mengikutinya.
Peluit berbunyi, membuat perhatian siswi yang awalnya tertuju ke arah Arga menjadi tertuju ke arah suara. Pak Wijaya meniup peluit yang mengantung di lehernya, karena waktu untuk giliran pertama sudah habis bertepatan dengan Arga yang paling awal sampai di garis finish.
Kembali, Arga yang menjadi pusat perhatian. Cowok itu kembali ke permukaan kolam dengan keadaan yang basah total. Pesona Arga tidak berkurang sepersen pun, bahkan ketika ia dengan asal mengibaskan rambutnya yang basah, hingga saat ia melangkah menghampiri Dimas yang duduk di tribun bagian sisi sebelah kanan bersama Putri yang ternyata masih setia duduk disana sejak tadi, pandangan orang-orang masih saja tertuju ke arahnya.
Banyak pasang mata tidak ingin melewatkan pemandangan yang sangat menarik di depan mereka, terlebih beberapa siswi membuka lebar mulutnya, menganga memperhatikan tubuh Arga saat Arga melewati mereka.
Siswi-siswi itu curi kesempatan pada saat yang tepat. Hanya saat pelajaran olahraga dan materi renanglah mereka bisa melihat betapa atletisnya tubuh Arga tanpa ada helai kain yang menutupi dada bidang itu.
Tidak mudah mendekati Arga, untuk mereka yang masih sangat menyayangi harga dirinya tentu saja mereka lebih memilih untuk mengagumi Arga dengan cara seperti ini. Tidak ingin lancang mendekati, karena tentu saja akan tahu bagaimana akhirnya.
"Lo udah kaya model yang lagi jalan di catwalk aja, men." Desis Dimas, menunjukan ketidak sukaannya karena Arga sejak tadi menjadi pusat perhatian.
"Wajar dong, Dim. Kan Arga memang semenarik itu buat di perhatiin lama-lama." Putri yang menyahut, sambil memperhatikan Arga lekat. Tidak lupa ia tersenyum selebar mungkin.
"Handuk gue, tolong." Arga mengabaikan ucapan dua orang itu, ia memerintah Dimas untuk mengambilkan handuknya yang terletak di sebelah Dimas.
Dimas dengan kesal mengambil handuk putih bersih di sebelahnya, lalu melemparkannya pada Arga dengan asal.
Arga mengosok rambutnya, "Jangan bilang lo cuma pura-pura baik sama gue, nyatanya punya perasaan iri dan dengki?" Ucap cowok itu sambil terus mengosok rambutnya yang sudah tidak terlalu basah.
"Pinter banget." Sahut Dimas.
Arga mengantung handuk putih bersih itu di lehernya, lalu mengambil posisi duduk di sebelah Dimas. Ia menatap sahabatnya itu dengan tatapan mengintimidasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Princess Syndrome
Fiksi RemajaMungkin karena terlalu dimanjakan oleh kedua orang tuanya sejak kecil, ia tumbuh menjadi cewek angkuh yang segala kemauannya harus di turuti. Dia, Sia Queena. Cewek pengidap 'princess syndrome' yang berwajah super cantik, kulit putih bersih bak po...