Sekolah Pelita Raya masih terlihat ramai meskipun banyak acara yang sudah berakhir setengah jam yang lalu. Sama seperti siswa lainnya yang masih betah tinggal di sekolah sedikit lebih lama lagi, Queen juga melakukan hal yang sama. Namun bedanya, ia tidak sedang bertukar tawa dengan beberapa orang melainkan mencari keberadaan Dimas—sahabat Arga.
Tentang foto yang tercetak dan lembar kertas tadi yang sempat membuatnya merasa terancam, Queen lebih memilih untuk mengabaikan hal itu dan mengutamakan hal lain yang lebih membuatnya merasa gelisah.
Queen tidak pernah membayangkan akan begini jadinya. Bukankah semesta terlalu sering mempermainkan? Selalu ingin bercanda dengannya. Atau bolehkah Queen merasa bahwa semesta tidak ingin melihatnya bahagia untuk sebentar saja?
Padahal kemarin semuanya masih baik-baik saja. Arga bahkan mulai membuka diri untuk mengenalkan Queen pada seseorang yang paling berharga di hidup cowok itu, dan ia mempercayai Queen untuk menceritakan masalalunya yang kelam. Lalu—belum genap seminggu lamanya—cowok itu merayakan hari ulang tahun Queen dengan begitu manis, hal yang membuat gadis mana saja merasa iri hati.
Queen rasa selama itu, semua berjalan baik-baik saja....
Atau, hal yang ia anggap baik-baik hanya sebatas sebuah perasaannya saja selama ini?
Queen menggelengkan kepala. Menghilangkan segala pikiran buruk tentang Arga. Queen yakin, Arga tidak sejahat itu. Arga tidak akan meninggalkannya, dan Queen percaya itu.
"Dimas!" Queen menemui Dimas yang menjadi penghuni tetap kantin sekolahan.
Ia berada di ambang pintu kantin, meneriaki nama cowok itu agar yang disebut namanya menoleh.
"Manggil gue?" Teriaknya balik.
Cowok itu sama sekali tidak beranjak dari kursi kantin yang berada di pojok. Membuat Queen jengkel karena enggan untuk menghampiri kesana.
Queen mengangguk, "Sini bentar!"
"Ngapa dah tumben banget nyariin gue?" Tanya Dimas dengan wajah sumringah, sesekali ia menjilati permen batangan yang berbentuk kaki di tangannya.
"Muka lo..., pingin dijilatin juga kaya permen ini?" Goda Dimas, mendekatkan wajahnya secara tiba-tiba ke arah Queen sambil menaik turunkan alisnya.
"Jangan kurang ajar!"
"Terus, mau permennya berarti?" Dimas kini mengulurkan permen itu ke arah Queen, permen yng baru saja ia keluarkan dari mulutnya setelah di hisap lama. "Yaudah nih ambil aja, ikhlas gue mah!"
Jika dulu Queen masih orang yang sama. Super angkuh dan merasa memiliki segalanya, mungkin Queen akan menjawab kalimat yang Dimas ucapkan dengan kalimat menohok.
Seperti, 'lo pikir gue tertarik sama permen murahan gitu doang? Kalo gue mau, gue bisa beli sama pabrik-pabriknya. Ga perlu sok baik pake nawarin bekas makanan lo ke gue.'
Queen tersenyum macam, namun hanya sebentar. "Lo ada liat Arga hari ini? Atau bareng dia mungkin sebelumnya?" Tanya-nya.
Kretak! Permen itu di gigit Dimas sampai patah, menjadi setengah bagian ada di mulutnya dan setengah lagi masih tertinggal di batangnya. Sambil mengunyah permen itu, Dimas berkata, "Lah, bukannya lo yang lebih sering bareng dia ya belakangan ini?"
"Iya sih." Sahut Queen pelan.
"Emang dia kemana?" Dimas menyisir rambutnya, setelah menghabiskan seluruh permen batangan tersebut.
Pertanyaan yang berhasil membuat Queen ingin melubangi kepala cowok itu dengan benda paling tajam, kemudian membersihkan otak yang berdebu di dalam kepala itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Princess Syndrome
Teen FictionMungkin karena terlalu dimanjakan oleh kedua orang tuanya sejak kecil, ia tumbuh menjadi cewek angkuh yang segala kemauannya harus di turuti. Dia, Sia Queena. Cewek pengidap 'princess syndrome' yang berwajah super cantik, kulit putih bersih bak po...