"Apakah kau penyihir?" teriak Alyssa menatap Nyx tak percaya.
Nyx yang mendengar pertanyaan dari Alyssa itu, membuatnya berhenti tertawa serta melotot kaget, dan membekap mulut Alyssa secara tiba-tiba ....
•
•
•
Alyssa melotot ketika Nyx tiba-tiba membekap mulutnya. Dan meronta minta dilepaskan.
Nyx melepasnya dan berbisik, "Kau tidak boleh menyebutkan itu secara keras-keras, Lyssa!"
"Jadi benar, kau seorang penyihir?" hardik Lyssa sembari berbisik juga.
Nyx menghembuskan nafasnya kasar dan duduk di pinggir kasurnya seraya menganggukkan kepalanya pelan.
Alyssa yang melihat itu tidak bisa tidak menutupi kegembiraannya, bahwa Nyx adalah seorang penyihir–yang selama ini Alyssa ingin bertemu dengan sesosok penyihir itu sendiri. Dan ternyata penyihir itu nyata dan benar adanya, berarti dongeng anak-anak ada benarnya.
Alyssa duduk di sebelah Nyx. "Tapi ... kenapa kau takut sekali jika dirimu ketahuan seorang penyihir?" tanya Alyssa sungguh penasaran.
Lagi-lagi Nyx menghembuskan nafasnya kasar. "Karena di sini, para kerajaan bermusuhan dengan para penyihir," imbuhnya pelan.
"Bagaimana bisa?" tanya Alyssa sangatlah ingin tahu.
Nyx menatap Alyssa di sampingnya dan berujar sehingga membuat Lyssa mengerucutkan bibirnya. "Kau bersihkan dirimu dulu, sana! Kau sungguh bau."
Sebenarnya Lyssa tidaklah bau, bahkan walaupun penampilannya sedang tidak karuan, Alyssa tetap sangat cantik, sehingga siapa saja yang melihatnya pasti akan iri.
"Kau cerita dulu, baru aku mandi," nego Lyssa kepada Nyx.
"Tidak, kau mandi dulu," tolak Nyx dengan gelengan. Dan tiba-tiba satu pertanyaan melintas di pikirannya. "Tunggu .... Bagaimana bisa kau tidak tahu tentang ini, Lys?" tanya Nyx menatap Lyssa dengan mata memicing.
Lyssa yang mendapatkan pertanyaan secara tiba-tiba itu kaget, dan menggaruk tengkuknya. Keadaan tiba-tiba berbalik.
"Kau benar, Nyx! Seharusnya aku mandi dulu!" tutur Alyssa dan secara cepat berlari ke kamar mandi, menghindari tatapan penasaran dari Nyx.
Nyx hanya menggeleng-gelengkan kepalanya sembari terkekeh, dan tidak penasaran sama sekali.
• • •
"Kita harus mengetatkan penjagaan di perbatasan Kave."
Di ruang khusus untuk diskusi yang kedap suara, raja Jedrej bersama para panglima kepercayaan Jedrej Akalie sedang mendiskusikan perbatasan Kave, yaitu perbatasan antara kerajaan Akalie dan kerajaan Lavera.
Setelah tiga hari berada di sana dan menyaksikan sendiri bagaimana kondisi perbatasan. Raja Jedrej sungguh tercengang, para penyihir Clarzarea sudah mulai memasuki daerah kekuasaan Akalie, setelah mereka menguasai kerajaan Lavera, kini kerajaan Akalie menjadi target mereka selanjutnya.
Clarzarea Witch adalah para penyihir yang haus akan kekuasaan, karena itulah para manusia memandang para penyihir adalah musuh mereka sedari dulu.
"Hamba mempunyai satu rencana, Yang Mulia." Panglima tempur dari tim Grefar tiba-tiba mempunyai sebuah ide.
Jedrej mengangguk, membiarkan ketua dari para prajurit Grefar itu menyerukan rencananya. Dengan cekatan panglima itu menjelaskan rencananya, membuat para panglima lain mendengarkan dengan seksama. Ada yang mengangguk-angguk setuju, ada yang menggeleng, ragu akan rencana panglima dari Grefar tersebut.
Tanpa berpikir panjang, Jedrej langsung menyahut, "Tidak. Itu rencana yang buruk." Jedrej mengetuk-ngetuk kan jarinya ke meja. "Mereka memiliki kekuatan yang cukup kuat. Akan sangat sulit mengalahkan para penyihir. Sekalipun kita menyerang mereka secara tiba-tiba."
Salah satu panglima menyahut, "Lagipula, kita tidak tahu tempat persembunyian mereka di mana. Mereka benar-benar cerdik."
Mereka melanjutkan diskusinya. Tiba-tiba suara pintu terketuk terdengar, dan masuklah Zephran dengan gagahnya.
"Serahkan padaku untuk menjaga perbatasan Kave," celetuk Zephran dengan tiba-tiba, sehingga membuat para panglima dan raja Jedrej menatapnya.
Zephran menghampiri salah satu kursi, dan duduk dengan santainya.
"Apakah kau memiliki rencana, Zephran?" tanya Jedrej masih tidak lepas menatap anak bungsunya itu.
Zephran menggeleng. "Belum ...." Dia menatap para panglima. "Tapi biarkan aku yang mengatasinya."
Salah satu panglima menggeleng. "Tidak, Pangeran. Itu berbahaya. Kau hanya akan membahayakan dirimu sendiri. Biarkan kami yang mengurusnya."
Zephran menatap sinis panglima yang baru saja berbicara. "Apakah kau meragukan aku?"
Tatapan tajam terlontar dari mata biru milik Zephran, membuat panglima tersebut menundukkan pandangannya.
Suara Jedrej terdengar, "Dia benar, Zephran. Biarkan para panglima dan prajuritnya yang mengurus."
Zephran menatap ayahnya untuk meyakinkan. "Percayalah padaku, Raja."
Jedrej mengusap wajahnya. "Jika aku mengizinkan mu, apakah ibumu mengizinkan?"
Zephran tersenyum. "Serahkan padaku, Ayah." Zephran bangkit dari kursinya dan berjalan mengarah ke pintu keluar. "Aku mengundurkan diri," pamitnya dan berjalan ke ruangan Magaly.
• • •
A/N:
Mau kasih tau aja, makin ke sini, ceritanya makin serius yaa, dan ada konfliknya yang pasti. So, stay tune terus yaa. Jangan bosen-bosen baca cerita abal-abal ini, hehe.
Jangan lupa vote dan komenn yaaa.
Thx all,
regards,
.Mosya Caramello.
15/okt/19
KAMU SEDANG MEMBACA
Dzaldzara
FantasyPernah menginjak rank #1 Fantasy, #1 Kerajaan on 2021 dan rank #1 Romantis on 2022. Disarankan follow sebelum baca, biar nyaman bacanya. ••• Tanganku...