Akhirnya bisa senyum setelah dari tadi nahan kesel sama tuh dosen reseh. Nggak tahu deh kalau nggak ada Rishya, mungkin Caca masih diganggu tuh Dosen genit.
"Loh, Pak Kharis ada di sini to? Kebetulan saya mau kasih bingkisan ke, Bapak." Caca cuma diem, memperhatikan sikap Rishya terhadap pak Kharis. Senyam-senyum nggak jelas dengan pandangan malu-malu kucing, sama seperti Caca saat lagi khasmaran dulu.
Caca jadi malu karena inget waktu dulu, waktu dimana Caca jatuh cinta sama om Rey, apa mungkin Rishya jatuh cinta sama Pak Kharis, kalau iya tapi kenapa Pak Kharis nggak peka ya? Kan jadi kasian Rishyanya jadi berharap, eh kenapa Caca jadi mikirin mereka, kan itu bukan masalah Caca. Mumpung ada kesempatan buat kabur, lebih baik Caca pergi deh.
"Eh, emm maaf ganggu, Caca pamit dulu Pak, Rishya dari pada Caca ganggu mending Caca pergi, permisi."
"Eh, Caca kok buru-buru? Biar Bapak anterin saja, ayo!"
"Eh, enggak usah, Pak. Kan ada Rishya. Mendingan, Bapak anterin Rishya aja. Saya bisa pu, Mang ojek!" teriak Caca di tengah perbincangan tadi, mumpung ada ojek yang lewatkan, kebetulan banget Caca jadi bisa punya alasan buat pergi.
"Rishya, Caca duluan ya. Sjdah ada ojeknya nih, permisi, Pak."
"Eh, iya, Ca hati-hati ya." Rishya itu orangnya kalem, murah senyum dan enggak sombong. Meski nggak terlalu deket sama Caca tapi kita sering makan berdua di kantin, kita jadi sering curhat. Ngobrol apapun dan sering shering, secara nggak langsung kita jadi deket. Makin le sini makin akrab.
Caca pura-pura nggak lihat saat Pak kharis lihatin Caca degan tajam. Bodo ah kalau dia marah, bukan urusan Caca juga.
Tapi ya, baru juga jalan sekitar 10 meter, Caca lihat mobil om Rey di depan kampus, sambil mainin hp. Tampangnya kayak orang bingung, secara kampus udah sepi, dan juga ponsel Caca mati. Eh, duh baru inget kalau hp Caca lowbet.
"Mang, Mang berhenti, Mang berhenti." Ujar Caca sambil nepuk bahu si Mamang. Salah Caca juga yang ngomong telat sampe harus ngerem mendadak, untung nggak jatuh kan, tapi ya gitu Caca jadi lebih merapat ke si Mamang. Sampai sebuah pukulan melayang untung si Mamang nggak sampai jatuh, padahal pukulan om Rey dahsyat gitu.
"Om apa-apaan sih, main pukul orang gitu aja. Kasian kan mamang ojeknya. Cemburunya kebangetan ih." Hardik Caca sambil turun dari motor. Sesaat setelah Caca ngomong gitu ekspresi om Rey berubah drastis, kayak nggak percaya gitu. Padahal tadi raut wajahnya gelap banget, urat-urat lehernya kelihatan dan rahang bawahnya mengeras.
"Ini bukannya..."
"Apa, selingkuhan Caca gitu? Om Rey aja yang lama jemput Caca. Minta maaf gih sama si mamang, kasian tahu."
"Ya mana aku tahu kalau dia tukang ojek, kan nggak kelihatan. Jaketnya aja pake denim, dari tampang aja nggak kelihatan kalau dia tukang ojek." Iya Caca akui ojek satu ini emang beda dari yang lain, dari segi penampilan apalagi wajah, sayang dia bukan grab.
Melainkan ojek biasa yang sering jadi langanan mahasiswi kampus, awalnya Caca juga nggak percaya kalau dia tukang ojek. Kan masih muda, tampangnya juga lumayan. Jadi ya pantes kalau Caca ngiranya dia pacar salah satu mahasiswi di kampus Caca. Sampe Caca lihat sendiri kalau dia beneran tukang ojek.
"Pak, lain kali jangan asal tonjok dong, nanya baik-baik. Saya juga kan lagi kerja, Pak. Nggak mungkin lah berbuat hal aneh-aneh. Apalagi pipi sakit banget lagi, apes kenapa nggak nurunin kaca coba, biar nggak bisa di tonjok. Asem!" Rutuk si Mamang sambil lirik om Rey dengan sinis. Om Rey ngedahem sebelum akhirnya minta maaf, dia juga ngasih duit lima ratus ribu buat berobat, Caca jadi sungkan, merasa bersalah gitu.
Sesampainya di rumah Caca masih ngomel-ngomel. Apalagi kalau nggak tentang jemputan telat.
"Di maklumin lah tadi Kenzou rewel banget, nangis terus nggak tahu minta apa, sampe ketiduran."
"Ya kan hubungin Caca gitu, tahu nggak ponsel Caca udah mau lowbet tapi om Rey belum juga ngabarin Caca. Caca aja sampe di gangguin tu dosen genit, untung ada Rishya jad..."
"Siapa yang berani ganggu?" Mampus Caca keceplosan, duh semoga nggak pada berantem di kampus deh. Entar jadi runyam lagi.
"Siapa? Kok diem, jangan-jangan Pak Kharis ya? Iya kan? Kenapa nggak bilang kalau udah nikah, atau jangan-jangan kamu suka di genitin ya?"
"Ih Om Rey, kalau ngomong suka ngasal, Caca udah bilang kalau Caca udah nikah, udah punya anak. Masih aja nggak percaya, berarti bukan salah Caca dong, siapa suruh dia yang ganjen. " Elak Caca cari posisi aman, udah habis berantem sebisa mungkin ya harus ngehindarin pertengkaran. Meski sebenarnya Caca sebel di tuduh yang nggak-enggak gitu.
"Nggak bisa di biarin harus dikasih pelajaran nih,"
"Om Rey mau ngapain, nggak usah cari masalah di kampus ya, Caca nggak suka jadi pusat perhatian. Lagian sudah tahu punya istri masih muda, masih cantik di suruh nunggu sendirian di halte. Ginikan akibatnya Caca ketemu sama orang reseh."
"Ya sudah, aku minta maaf, mulai besok kalau pulang dari kampus nunggu di kelas atau langsung ke ruanganku aja okey, aku nggak suka kamu di ganggu cowok lain."
"Bilang aja cemburu, iyakan? Ngaku deh?"
"Ck, wajarlah kalau cemburu aku kan normal."
"Oh, terus Mama enggak norml dong?"
"Enak aja ngatain Mamaku nggak normal, durhaka loh ngatain Mama mertua sendiri."
"Habis, ditinggal Papa mertua pergi keluar kota beberapa hari nggak gimana-gimana tuh. Kalau Caca pasti udah tiap jam di telepon. Biar nggak bisa litik sana-lirik sini."
"Dasar." Om Rey ngomong gitu sambil ngelus kepala Caca, sama seperti om Rey merlakuin Kenzou. Di kira Caca anak kecil apa.
"Rumah tangga, harus di landasi kepercayaan. Kalau nggak saling percaya ya kacau balau dong, isinya hanya pertengkaran aja. Lagian Mama sama Papa udah hampir tiga puluh lebih membina rumah tangga, yang mereka pikirkan bukan cinta-cintaan lagi, tapi hari tua." Kekeh om Rey di akhir kalimat, padahal Caca udah serius banget dengernya, kan Caca pikornya bisa buat pembelajaran gitu. Nggak tahunya malah di isengin.
"Huh, dasar anak durhaka, nyumpahin, Papa, Mamanya cepet tua."
"Eh, siapa yang bilang nyumpahin, aku kan cuma bilang hari tua."
"Intinya, nyumpahin cepet tuakan?"
"Enggak, beda."
"Sama."
"Beda."
"Sama."
"Ngeyel banget sih kalau di kasih tahu, istrinya siapa sih. Gemesin." Ya gitu, Ujung-ujungnya om Rey cubit kedua pipi Caca di sofa ruang tengah, tempat biasanya kita berkumpul. Saling bercanda, adu ketangkasan. Jelas Caca kalah, enggak pernah menang. Kita jadi kayak orang pacaran. Jarang-jarang loh bisa gini, bkasanya ada Kenzou yang rusuh. Jadi semua perhatian tercurahkan buat Kenzou, kalau sekarang mah bebas. Mau ngapain aja, nggak takut ada yang ganggu lagi. Aduh kesannya kok Caca jahat banget ya, sesekali nggk masalah lah.
"Ah, om Rey mah."
"Udah nggak kuat ya, aku siap kok buat muasin."
"Mesum," Caca tabok aja mukanya, pelan kok, yang ada om Rey jhstru terkekeh.
"Ya kamu ngedesah-desah gitu kan, siapa tahu udah nggak nggak tahan."
"Siapa suruh ngegelitikin. Udah ah minggir, Caca haus." ujar Caca sambil nyingkirin tubuh om Rey yang ada di atas tubuh Caca.
"Haus, apa haus?"
"Om,"
"Bilang honey gitu?"
"Nggak mau."
"Aku cium nih,"
"Nih, nih cium aja nih." Ujar Caca sambil monyongin bibir. Tapi sayang itu justru pilihan terfatal Caca, buktinya Caca dihabisin om Rey, habis-habisan. Encok deh encok.
***
Maaf kalau ada kata-kata yang nggak berkenan di bulan puasa, tapi sebisa mungkin enggak semenonjol seperti biasanya kok.
Tanpa revisi ya. Mohon dimaklumin authornya lagi mager.
KAMU SEDANG MEMBACA
ISTRI SANG DOSEN KILLER #2
Random"Kuliah? dengan status Istri dari Dosen Killer di kampus. Paling ditakuti, disegani. dan paling dihindari. Meski killer tapi memiliki sisi lain loh?"-Caca *** Ini kisah kehidupan Caca setelah kehadiran babby Zou. yang pasti rumah jadi ramai, akan...