[16] Memantaskan Diri

3.6K 512 37
                                    

Illyana menatap dirinya di pantulan cermin. Ia tersenyum tipis, penampilannya benar-benar berbeda kali ini. Gamis berwarna ungu muda melekat indah di tubuhnya berpadu dengan jilbab hitam segi tiga.

Hari ini ada pengajian di rumah Ali, pakaian yang Illyana gunakan adalah perberian dari Rissa yang dititipkan lewat Aisya. Awalnya Illyana ragu, merasa tidak pantas menggunakan pakaian itu, tapi dipikir-pikir apa salahnya mencoba? 'Tidak ada kata tidak pantas untuk sebuah kebaikan' kata-kata itulah yang akhirnya meyakinkan hati Illyana. Perlahan hati beku milik perempuan itu mulai mencair.

Illyana tersadar dari lamunannya ketika mendengar suara ketukan pintu.

"MasyaAllah, kamu cantik," puji Aisya langsung memeluk Illyana ketika sang putri membukakan pintu untuknya.

"Lebay, enggak usah peluk-peluk ah." Illyana mendorong pelan tubuh Aisya.

Aisya tetap tersenyum ia melihat perubahan besar dari dalam diri Illyana.  Perempuan itu tidak pernah lagi berkata kasar pada Aisya, tidak pernah lagi membentak. Ia sedikit lembut dan mulai bersikap baik pada Ibu tirinya itu.

Aisya menggandeng tangan Illyana namun ditepis oleh perempuan itu. "Kenapa?" tanya Aisya.

"Illyana enggak percaya diri, Ma," rengek Illyana.

Ma? Sontak mata Aisya langsung berkaca-kaca. Untuk pertama kalinya Illyana memanggilnya dengan sebutan 'Ma'. Tidak ada lagi kata 'gue' perempuan itu menggantinya dengan menyebut namanya sendiri.

Illyana langsung berjalan mendahului Aisya. Ia masih sedikit gengsi.

"Terima kasih ya Allah," gumam Aisya lalu menyusul langkah Illyana.

"Aku sama Illyana mau pergi dulu Mas." Aisya mencium punggung tangan Hendra yang sedang duduk sambil memangku laptop.

Hendra tersenyum menatap Illyana yang berada di samping Aisya. Putrinya itu sungguh cantik. "Kamu enggak pamit sama Papa, Ly?" tanya Hendra.

Illyana mengambil tangan Hendra untuk ia cium. "Illyana pamit," ujarnya.

Hendra tersenyum lantas mendaratkan satu kecupan lembut di kening Illyana. "Papa sayang sama kamu."

"Illyana juga sayang sama Papa," balas Illyana, Entah mengapa matanya terasa memanas sekarang, perempuan itu memeluk erat Hendra membuat pria paruh baya itu sedikit kaget.

"Maafin Illyana Pah," lirihnya.

"Kamu tidak salah apa-apa Sayang." Hendra mengelus pelan punggung Illyana.  Sementara Aisya tersenyum menatap pemandangan di hadapannya. Semoga ini menjadi awal yang baik.

***

Hidayah itu bisa datang dari mana saja, lewat apa saja. Karena pada hakikatnya hidayah itu adalah sesuatu yang Allah hadirkan untuk orang yang di kehendaki-Nya. Tidak peduli siapa pun itu, mau perampok, maling, pelacur kalau Allah menghendaki, hidayah itu akan datang menjemput mereka.

Kata-kata dari seorang ustaz yang mengisi ceramah di acara pengajian beberapa saat yang lalu itu masih terngiang di otak Illyana.

Illyana tersentak ketika seseorang menepuk pundaknya.

"Maaf, Zahwa ngagetin." Zahwa cengengesan menatap ke arah Illyana.

"Enggak apa-apa Wa," ujar Illyana lalu mengangkat beberapa piring untuk dibawa ke dapur.

"Kak Illyana cantik deh," puji Zahwa.

"Udah 3 kali ya lo bilang gitu. Ngomong sekali lagi gue kasih piring cantik."

"Kak Illyana cantik." Zahwa menadahkan kedua tangannya pada Illyana. "Mana piring cantiknya?"

"Nih." Illyana menyerahkan piring yang tadi ia bawa pada Zahwa. "Sekalian bawa ke dapur."

Zahwa berdecak. "Kak Illyana nyebelin deh."

"Bodo amat." Illyana langsung pergi mendahului langkah Zahwa menuju dapur.

Rissa dan Aisya sedang mencuci piring sambil berbincang ringan.

"Udah habis piringnya?" tanya Rissa ketika Zahwa membawa beberapa piring dan meletakkannya.

"Udah habis belum Kak?" Zahwa menatap Illyana.

"Kayaknya habis."

"Kita samperin Bang Ali yuk." Zahwa menarik tangan Illyana. Perempuan itu pasrah saja mengikuti langkah Zahwa.

Di ruang keluarga Ali sedang duduk sambil menonton televisi. Zahwa pun duduk di sebelah Ali lalu memeluk lelaki itu, sedangkan Illyana memilih duduk di samping Zahwa.

"Kak." Zahwa memanggil Illyana, kepalanya bersandar di dada Ali.

"Apaan?"

"Santai dong Kak," balas Zahwa karena nada bicara Illyana yang tidak santai.

Ali terkekeh mendengar ucapan Zahwa.

"Bang," panggil Zahwa.

"Kenapa Wa?" Ali menyahut dengan suara lembut.

"Nah gini, enak di dengarnya enggak kayak kak Illyana tadi."

"Hmmm." Illy hanya mengguman, malas menanggapi Zahwa.

"Kak Illyana."

"Apa sih?" Illyana mulai kesal.

"Dipeluk sama Bang Ali enak tahu, nyaman bengat." Zahwa semakin membenamkan kepalanya dalam dekapan Ali.

"Ngomong apa sih?" Ucapan Ali tidak ditanggapi oleh Zahwa.

"Terus?" Illyana mengerutkan keningnya, heran.

"Kakak enggak pengen coba?"

"Coba ngapain?"

"Dipeluk Bang Ali."

"Udah pernah kali." Ucapan Illyana membuat Zahwa langung mengurai pelukan dan menegakkan tubuhnya. Sementara Ali memalingkan wajah, malu. Ia ingat kapan Illyana memeluknya bahkan pelukan itu bertahan cukup lama.

"Hah, serius?" Zahwa menatap intens ke arah Illyana.

Illyana mengangguk mantap. Zahwa beralih menatap Ali.

"Kok Abang peluk cewek yang bukan mahrom sih?"

Ali melirik Illyana yang sedang asyik memakan kue kering yang berada meja. Perempuan itu bersikap biasa saja.

"Itu enggak sengaja Wa," jelas Ali.

"Peluk kok bisa enggak sengaja? Pasti sengaja lah!"

"Enggak sengaja Wa, serius."

"Zahwa enggak percaya masa." Zahwa menggeleng keras. Sementara Illyana terkikik geli mendengar perdebatan antara kakak beradik itu.

"Zahwa bilangin ke bunda--

"Eh jangan." Ali memotong cepat ucapan Zahwa sedangkan Illyana menatap perempuan itu lamat-lamat.

Zahwa menatap geli ke arah Ali lalu berganti menatap Illyana. "Zahwa mau bilang ke bunda kalau udah lulus sekolah Bang Ali mau nikahin Kak Illyana." Zahwa langsung berlari setelah mengucapkan kalimat itu.

"Biar pelukannya bisa sengaja!" teriak Zahwa dari kejauhan sambil menjulurkan lidahnya.

Sementara Ali dan Illyana sama-sama salah tingkah. Illyana jadi terbayang bagaimana jika nanti ia benar menikah dengan Ali.

"Eh kok malah ngebayangin sih?" Illyana memejamkan mata rapat-rapat, ia merutuki dirinya sendiri. Sementara Ali tampak serba salah, mungkin juga salah tingkah. Entahlah.

Sajadah Cinta Illyana | Sudah TerbitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang