Luhurkan kalimatmu, dan tak usah kau tinggikan suara. Hujanlah yang menumbuhkan bunga-bunga, bukan petir-guruhnya.
-Salim A Fillah-
***
Seorang satpam membuka pagar ketika mobil hitam milik Rissa ingin masuk.
"Makasih ya Tante," ujar Illyana pada Rissa yang duduk di kursi kemudi.
"Sama-sama Sayang," balas Rissa diiringi senyuman.
"Mampir dulu yuk Tan," ajak Illyana, perempuan itu baru saja turun dari mobi.
"Boleh." Rissa menerima ajakan Illyana dengan senang hati.
Illyana membuka pintu besar berwarna putih yang tidak terkunci itu. Setelahnya ia memasuki rumah bersama Rissa di sampingnya. Kehadiran mereka langsung disambut oleh orang tua Illyana yang tampak gelisah, bahkan Aisya terlihat mondar-mandir sebelumnya.
"Ya ampun Sayang kamu dari mana aja?" tanya Aisya seraya memeluk Illyana erat.
"Apasih?" Illyana mendorong tubuh Aisya cukup keras agar perempuan itu melepas pelukannya.
"Kamu dari mana aja? kamu enggak apa-apa 'kan?" Raut wajah Aisya terlihat cemas, ia meraih tangan Illyana namun dengan kasar perempuan itu menepisnya.
"Enggak usah lebay deh! Lo punya mata 'kan? seharusnya lo enggak usah tanya gimana keadaan gue." Nada bicara Illyana meninggi, raut sinis terpancar jelas di wajahnya.
"Mama sama Papa khawatir banget sama kamu," ujar Aisya lirih.
Rissa beristigfar dalam hati ketika melihat sikap Illyana yang begitu kasar pada perempuan yang baru Rissa ketahui adalah orang tua Illyana.
"Kamu dari mana saja Ly? Handphone kamu enggak aktif, Itte juga enggak tahu keberadaan kamu. Papa hampir dibuat gila karna kamu enggak pulang semalaman." Hendra, papa dari Illyana itu terlihat frustrasi.
Illyana memutar bola matanya malas. "Handphone Illyana mati makanya enggak bisa dihubungi, Papa tenang aja Illyana baik-baik aja kok," jelas Illyana.
Hendra menghela napas lega, ia beralih menatap Rissa. "Mbak siapa ya?"
Rissa tersenyum seraya menangkup tangannya di depan dada. "Nama saya Rissa," ujarnya memperkenalkan diri.
Aisya tersenyum lalu mengulurkan tangannya pada perempuan yang memakai jilbab syar'i itu. "Saya Aisya." Aisya ikut memperkenalkan diri dengan ramah.
"Kenapa Mbak Rissa bisa bersama Illyana?" tanya Hendra.
Rissa melirik ke arah Illyana sebelum berbicara. "Illyana pingsan di jalan dan ditolong sama anak saya," jelas Rissa membuat Hendra dan Aisya mengangguk mengerti.
"Terima kasih karena telah menolong putri Saya," ujar Hendra.
"Sama-sama Pak," balas Rissa, ia tersenyum tipis.
"Makasih ya Tante udah anterin Illyana," ujar Illyana sopan.
"Sama-sama Sayang," Rissa tersenyum pada Illyana. "Sepertinya saya harus pamit sekarang." Perempuan itu menatap kedua orang tua Illyana.
"Kenapa buru-buru? minum dulu lah."
"Masih ada urusan, lain kali deh Mbak," ujar Rissa, mendengar hal itu Aisya mengangguk mengerti. Setelahnya ia diantar ke luar oleh Illyana.
"Kamu mau makan Sayang?" tanya Aisya ketika melihat Illyana ingin menaiki tangga.
"Enggak usah sok peduli sama gue!"
"Illyana, kamu enggak boleh kasar sama Mama. Rendahkan suara kamu!" tegur Hendra.
"Belain aja terus," ketus Illyana seraya mendorong bahu Aisya.
"Illyana!"
Illyana sama sekali tidak peduli dengan bentakan Hendra, ia melangkahkan kakinya menaiki tangga menuju kamar.
"Enggak apa-apa Mas," Aisya mengusap pundak Hendra, perempuan itu mencoba menenangkan sang suami yang mulai tersulut emosi.
***
Illyana meninggalkan mobilnya di belakang sekolah lalu ia masuk lewat jalan pintas yang selalu ia lalui ketika ingin membolos atau terlambat seperti ini. Setelah berhasil melewati ruang guru dengan cara mengendap-endap, perempuan itu berjalan santai memasuki kelas. Kehadiran guru yang sedang mengejar seolah ia anggap tidak ada.
"Illyana, kamu tau sekarang jam berapa?" tanya Ibu Lala selaku guru bahasa indonesia.
Illyana menghentikan langkahnya tepat di depan meja guru. "Jam sembilan lewat lima menit." Illyana melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Perempuan itu tampak santai padahal ia telah melakukan kesalahan. "Saya telat, Ibu mau menghukum saya?" lanjutnya.
"Ibu sudah bosan menghukum kamu." Ibu Lala meletakkan buku paket ke atas meja cukup keras sebagai pelampiasan kesalnya pada Illyana.
"Bagus kalau gitu." Illyana berjalan ke kursinya yang berada di barisan nomor dua.
"Illyana, sudah berapa kali ibu bilang seragam kamu itu kekecilan sudah waktunya diganti!" Ibu Lala setengah berteriak, emosinya memuncak karena ulah Illyana semakin melunjak.
"Seragam kekecilan masih aja dipakai, kayak enggak mampu beli aja." Itte berkomentar.
"Kamu juga sama, sebelas dua belas sama sahabat kamu." Ibu Lala menatap tajam ke arah Itte. Membuat seisi kelas bersorak meledek dua perempuan cantik itu.
Sebelum duduk di kursinya Illyana sempat melirik ke arah lelaki yang duduk berjarak satu kursi dengannya. Lelaki itu fokus ke depan tak melirik sedikit pun ke arah Illyana.
"Woy setan, semalem lo kemana hah?" tanya Itte ketika Illyana duduk di sampingnya.
"Ceritanya panjang, nanti gue ceritain." Ucapan Illyana diangguki oleh Itte.
"Baik anak-anak pelajaran hari ini cukup sampai di sini." Ibu Lala mengakhiri pelajaran ketika bel tanda istirahat berbunyi.
"Baik Bu," sahut seisi kelas serentak.
Illyana dan Itte keluar dari kelas, di perjalanan menuju kantin mereka menjadi pusat perhatian beberapa siswa. Bagaimana tidak, seragam putih ketat yang membuat lekukan tubuh terlihat menonjol dengan rok pendek di atas lulut serta wajah yang cantik menjadi pemandangan yang sayang untuk dilewatkan.
"Gue tau gue cantik, tapi liatinnya biasa aja kali," ujar Itte pada salah satu siswa yang menatap ke arahnya. Sedangkan Illyana tak peduli pada berbagai macam tatapan yang tertuju untuknya.
Suara ramai yang beradu dengan dentingan sendok dan piring serta suara mengobrol disela tawa para murid langsung menyambut kedatangan Illyana dan Itte ketika sesampainya mereka di kantin. pemandangan seperti ini sudah biasa disaat jam istirahat seperti sekarang ini.
Setelah memesan mie ayam kesukaan mereka, Illyana dan Itte duduk di kursi kosong yang berada di pojok kanan kantin.
"Lo belum cerita kenapa semalem lo enggak balik." Itte memulai obrolan.
"Oke, jadi ceritanya gini..." Illyana mulai menceritakan kejadian semalam pada Itte. "Dan, cowok yang nolongin gue itu satu kelas sama kita," ujar Illyana diakhir cerita.
"Siapa?" tanya Itte penasaran.
Illyana menunjuk lelaki yang baru saja memasuki kantin.
"Ali?"
"Mungkin, gue enggak tau namanya." Illyana mengedikkan bahu.
"Dia baru masuk tadi pagi."
"Oh." Illyana merespon seadanya, bersamaan dengan itu Ibu kantin datang membawakan mie ayam pesanan Illyana dan Itte.
***
Jangan lupa baca Al-Kahfi💙
KAMU SEDANG MEMBACA
Sajadah Cinta Illyana | Sudah Terbit
Espiritual[Follow akun Author terlebih dahulu sebelum membaca] Sajadah Cinta Illyana, Ketika aku bersujud karna cinta-Nya. Genre : Spiritual - teenfiction