Hari terus berganti, Illyana tidak pernah lagi mengunjungi tempat hiburan malam yang dulu selalu ia kunjungi. Bahkan setelah memutuskan untuk berubah, Illyana belum sempat menemui teman-temannya. Illyana sibuk memperbaiki diri, mencari hal-hal yang bermanfaat untuk ia kerjakan. Mencari hoby baru untuk mengisi waktu luang. Dan sekarang perempuan itu sedang berada di toko buku.
Kali ini Illyana membeli tiga buku. Setelah kemarin membeli dua buku dan sudah habis dibaca. Setelah membayar, Illyana memutuskan untuk langsung pulang.
Illyana membawa mobil sendiri, sebelum memasuki gang menuju rumahnya perempuan itu mampir terlebih dahulu ke mini market. Membeli beberapa camilan juga susu kotak.
"Illyana?"
Illyana menoleh, mengurungkan niatnya untuk membuka mobil.
Illyana tersenyum canggung. "Lenna, Debby."
"Lo cantik banget." Illyana hanya tersenyum menanggapi ucapan Lenna.
"Mau kemana?" tanya Debby.
"Mau balik, abis dari toko buku," jawab Illyana. "Kalian mau kemana?"
"Abis dari rumah Itte, tapi dia enggak ada," jawab Lenna.
"Loh, kemana? Hari ini juga dia enggak masuk sekolah, enggak ada kabar. Biasanya kalau mau bolos atau enggak masuk dia pasti lapor ke gue."
Debby mengedikkan bahu. "Belakangan ini dia enggak pernah ikut kumpul-kumpul lagi."
"Maaf ya gue juga enggak ikut kumpul lagi belakangan ini," ujar Illyana, ia merasa tidak enak.
"Kita ngerti kok Ly." Lenna tersenyum maklum.
"Walaupun sekarang kita udah beda, bukan berarti kita enggak boleh temenan lagi 'kan? Lo masih mau kan Ly temenan sama kita?" tanya Debby.
Mata Illyana langsung berkaca-kaca. "Kalian tetep temen gue. Mau gimana pun keadaannya. Gue sayang kalian," jelas Illyana. "Nanti, kalau ada waktu gue pasti ngumpul lagi kok sama kalian," lanjutnya.
Debby dan Lenna langsung memeluk Illyana. "Kita juga sayang sama lo," ujar Lenna.
"Gue bahagia liat perubahan lo." Debby menimpali.
Illyana tersenyum. "Makasih, yaudah kalau gitu gue duluan ya," ujarnya diangguki oleh Lenna dan Debby.
***
"Assalamualaikum." Illyana mengucap salam ketika membuka pintu yang tak dikunci.
"Wa'alaikumsalam," jawab Hendra dan Aisya bersamaan. Sepasang suami istri itu sedang duduk santai di ruang keluarga.
Illyana mencium punggung tangan Aisya dan Hendra bergantian. "Besok Papa jadi berangkat ke Jepang?" tanya Illyana.
Hendra mengangguk. "Kenapa? Mau oleh-oleh?
Illyana memutar bola mata, berfikir. "Boneka Doraemon deh ya." Illyana tersenyum lebar.
Aisya terkekeh. "Ada-ada aja kamu."
"Siap Sayang." Hendra menepuk pelan pucuk kelapa Illyana yang dibalut jilbab berwarna hitam.
"Illyana ke kamar dulu." Ucapan Illyana dibalas anggukan oleh kedua orang tuanya.
Sesampainya di kamar, Illyana langsung duduk manis di atas ranjang. Bersiap membaca novel yang baru dibelinya. Perempuan itu mengambil salah satu novel lalu mulai membacanya. Namun baru sepuluh halaman, suara azan isya berkumandang. Perempuan itu menghentikan bacaannya. Dua lembar lagi masuk bab berikutnya, tanggung kalau ditinggalkan, penasaran.
Illyana menarik napas lalu menutup novel itu. Ia bergegas mengambil wudu. Tidak jadi melanjutkan aktifitas membacanya. Ada begitu banyak hal yang membuat manusia lalai akan kewajiban. Contohnya disaat main game suara azan terdengar bukannya berhenti main malah melanjutkan permainan, mengabaikan panggilan Allah. Mau ditinggalkan tanggung, akan kalah nantinya. Saat nonton tv tidak jauh berbeda, tanggung tunggu iklan dulu. Sama halnya dengan membaca novel, tanggung dikit lagi bab berikutnya mau ditinggalkan tapi penasaran. Yasudah lanjutkan saja. Iya, godaannya begitu berat.
Illyana mengerjakan salat isya, tak lupa ia juga mengerjakan salat sunah dua rakaat sebelum dan sesudah isya. Selesai salat Illyana mengambil Al-Quran dan membacanya.
***
Ali sedang belajar bersama dengan Zahwa di ruang keluarga, lebih tepatnya Ali yang mengajari Zahwa.
"Kalau ini gimana Bang?" Zahwa menunjuk salah satu soal yang terdapat di buku matematika yang terbuka di hadapannya.
Ali mengerutkan kening tampak berpikir.
"Ish lama banget mikirnya, bilang aja enggak bisa."
"Bisa Wa."
"Yaudah jawab."
"Tapi lupa."
"Itu namanya enggak bisa Bang," kesal Zahwa.
"Bisa Wa, waktu Abang masih SMP. Sekarang udah lupa karena Abang udah kelas 12," jelas Ali.
"Seharusnya pelajaran waktu SMP itu jangan dilupain."
"Enggak ngelupain, tapi seiring berjalannya waktu ya lupa sendiri."
"Kenapa sih?" Rissa ikut bergabung di tengah-tengah Ali dan Zahwa.
"Bang Ali nih, ngelupain pelajaran SMP," adu Zahwa.
"Bunda kira ada apa ribut-ribut."
"Udah ah lanjut nanti aja." Zahwa mengemasi buku-bukunya, menatap kesal ke arah Ali.
"Apa?" tanya Ali.
"Enggak apa-apa. Bodo amat." Zahwa langsung bergegas pergi.
Ali terkekeh." Siapa suruh enggak belajar huu," ledek Ali yang tak mendapat respon apa-apa dari Zahwa.
Rissa berdehem. "Gimana penampilan Illyana?" tanya Rissa.
Ali menautkan kedua alisnya. "Gimana apanya?" Ali balik tanya.
"Mamanya Illyana cerita sama Bunda kalau Illyana udah berjilbab."
Ali mengangguk. "Iya Bunda. dia cantik," ujar Ali tanpa sadar. Lelaki itu langsung menutup mulutnya dengan tangan.
Rissa menahan senyum. "Kamu bilang apa barusan, Illyana cantik?" goda Rissa.
Ali menggaruk pelipisnya, salah tingkah. "Cantik lah Bunda, semua cewek cantik," jawab Ali.
"Bunda pernah muda. Bunda tahu apa yang kamu rasain sekarang."
Ali menunduk. "Ali sayang sama Illyana." Ali berkata jujur.
"Sesama manusia memang harus saling menyayangi 'kan?"
"Bunda, Ali serius." Wajah Ali memelas. Rissa terkekeh geli.
"Kamu mau nikah sama dia?" tanya Ibrahim yang baru saja keluar dari kamar.
Ali tersentak kaget, begitu pula dengan Rissa.
"Mas nguping?"
"Enggak sengaja dengar." Ibrahim duduk di samping istrinya.
Ibrahim menepuk pundak Ali. "Jawab dong pertanyaan Ayah tadi."
"Ali masih sekolah Yah, belum kerja. Kalau nikah mau dikasih makan apa anak orang? Rebusan batu?"
Ibrahim terkekeh."Niat kamu baik kalau seandainya ingin menikahi Illyana. Tapi untuk sekarang belum waktunya," jelas Ibrahim. "Kamu sayang 'kan sama dia? Cinta 'kan sama dia?"
Ali mengangguk pelan mendengar pertanyaan ayahnya. Sekarang Ali telah yakin dengan perasaannya. Yakin bahwa apa yang ia rasakan pada Illyana adalah cinta.
"Ibaratkan sebuah bunga. Biarkan bunga itu tumbuh dan mekar jangan buru-buru memetiknya. Apalagi memetik sebelum waktunya, itu hanya akan merusak sang bunga. Jaga dulu bunga itu baik-baik dengan cara yang benar. Nanti, disaat waktunya telah tiba percaya lah kamu akan menikmati keindahan bunga itu." Ibrahim menatap serius ke arah Ali. "Paham?"
Ali mengangguk. Ibrahim dan Rissa kompak tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sajadah Cinta Illyana | Sudah Terbit
Spiritual[Follow akun Author terlebih dahulu sebelum membaca] Sajadah Cinta Illyana, Ketika aku bersujud karna cinta-Nya. Genre : Spiritual - teenfiction