[3] Muhammad Ali Ibrahim

4.6K 549 8
                                    

Dua golongan dari penghuni neraka yang belum aku temui; suatu kaum  yang selalu membawa cemeti bagaikan ekor-ekor sapi, dengannya dia memukuli manusia, dan wanita-wanita yang berpakaian tapi telanjang, cenderung tidak taat, berjalan melenggak-lenggok, rambut mereka seperti punuk onta, mereka tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium bau surga padahal bau surga tercium dari jarak sekian". HR. Muslim.

***

Kelopak mata yang dihiasi bulu mata lentik itu perlahan mengerjap mencoba menyesuaikan cahaya yang tertangkap retina. Setelah matanya terbuka dengan sempurna Illyana bangun dari berbaringnya, ia menatap seluruh bagian ruangan yang didominasi warna putih dengan berbagai macam pernak pernik  bermotif Barca. Illyana bisa menyimpulkan bahwa pemilik kamar ini adalah seorang laki-laki.

Illyana memegangi kepalanya berusaha mengingat kembali kejadian tadi malam mengapa ia bisa ada di tempat ini.

Setelah beberapa detik, Illyana mulai mengingat semuanya. Tadi malam ia pergi ke club bersama Itte. pulang lebih dulu, diganggu preman dan ada seorang lelaki yang menolongnya. Hanya itu yang Illyana ingat setalahnya ia tidak mengingat apa-apa lagi.

Illyana beranjak dari kasur melangkahkan kakinya ke arah pintu. Menuruni anak tangga dengan langkah pelan setelah itu berhenti ketika melihat empat orang yang sedang menikmati sarapan di ruang makan yang berhadapan dengan tangga.

Tanpa sadar bibir mungil Illyana melengkung, membentuk senyuman tipis. Keluarga yang ia lihat kini terlihat sangat bahagia. Tiba-tiba Illyana merasa iri dibuatnya.

"Kamu udah bangun," ujar seorang perempuan ketika melihat Illyana sedang berdiri pada anak tangga terakhir. Ia beranjak dari duduknya untuk menghampiri Illyana.

"Itu gadis yang kamu tolong tadi malam Li?" tanya Ibrahim pada anak lelakinya.

Muhammad Ali Ibrahim, lelaki yang kini menggunakan seragam putih abu-abu itu mengangguk sebagai jawaban.

"Kok aku nggak tau kalau Bang Ali tolongin orang?" Perempuan dengan seragam putih biru itu menatap ke arah sang kakak. Dia Zahwa, adik perempuan Ali.

"Kamu udah tidur makanya enggak tau," jawab Ali.

"Nama kamu siapa?" tanya Rissa, Ibunda Ali. Perempuan itu memperhatikan Illyana yang tampak masih bingung.

Illyana merapikan rambutnya. "Illyana, Tante," jawabnya.

"Kamu ganti baju dulu ya, abis itu sarapan," ujar Rissa diiringi senyuman.

Illyana mengangguk, ia merasa tidak nyaman menggunakan baju yang sudah semalaman tidak diganti. Apalagi aroma alhokol masih tercium cukup jelas.

"Tapi kayaknya baju Tante enggak muat deh sama kamu." Rissa memperhatikan tubuh Illyana yang mungil, tidak sesuai dengan tubuhnya yang agak tinggi dan berisi.

"Yaudah aku baju ini aja Tante."

"Baju anak Tante kayaknya muat sama kamu." Rissa menatap Illyana lalu berganti menatap Zahwa yang masih menyantap sarapan yang ada di hadapannya.

"Zahwa, ambilin baju kamu buat Kak Illyana, ya," pinta Rissa pada putrinya.

"Iya Bunda." Zahwa menurut, ia berdiri dari duduknya.

Ibrahim ikut berdiri lalu menghampiri Illyana. "Rumah kamu di mana?" tanya Ibrahim.

"Kompleks indah nomor lima, Om," jawab Illyana.

"Enggak jauh dong dari sini, nanti kamu pulangnya diantar sama istri Om ya." Ucapan Ibrahim mendapat anggukan dari Illyana.

"Aku berangkat ke kantor dulu." Ibrahim menatap ke arah Rissa.

"Hati-hati Mas," ujar Rissa seraya mencium punggung tangan suaminya dan berganti dengan ibrahim yang mencium kening Rissa.

Lagi-lagi Illyana dibuat iri dengan pasangan di hadapannya, ia rindu dengan kebersamaan kedua orang tuanya yang sudah lama tidak bisa ia lihat lagi. Dulu, Hendra, papanya selalu mencium kening mamanya ketika ingin berangkat bekerja.

"Nih Bun, bajunya." Zahwa datang membawa baju yang dipinta Rissa.

Kedatangan Zahwa menyadarkan Illyana dari lamunan, perempuan itu mengerjap.

"Enggak ada baju lain?" Illyana memperhatikan baju gamis berwarna putih yang sedang ia pegang, perempuan itu meneliti pakain itu dengan dahi berkerut.

"Emangnya baju itu kenapa?" tanya Rissa.

"Bajunya kayak baju kuntilanak." Illyana menjawab asal.

"Yaudah sini kalau enggak mau." Zahwa mengambil baju itu dari tangan Illyana.

"Eh, Zahwa nggak boleh gitu." Rissa memperingati.

"Masa baju Zahwa di bilang kayak baju kuntilanak," kesal Zahwa, ia cemberut.

"Emang bener kok, kuntilanak 'kan bajunya emang gitu. Warna putih terus panjang," ujar Illyana.

"Walau bajunya kayak baju kuntilanak, tapi mampu menutup aurat," balas Zahwa. "Dari pada baju Kakak, kekurangan bahan." Zahwa melanjutkan ucapannya, ia tak terima dengan perkataan Illyana yang menyebut bajunya seperti baju kuntilanak.

Illyana mengepalkan kedua tangannya berusaha menahan emosi.

"Zahwa, siapa yang ngajarin kamu ngomong enggak sopan kayak gitu?" tanya Ali dengan nada tegas, lelaki itu berdiri di samping Rissa. Ia baru saja selesai menyantap makanannya.

"Aku cuma ngasih tau, Bang." Zahwa membela diri.

"Cara kamu salah," balas Ali.

"Udah-udah." Rissa melerai kedua anaknya.

"Illyana, maafin Zahwa, ya." Rissa mengelus lembut puncak kepala Illyana. Sementara Zahwa membuang pandang ke arah lain.

Illyana mengangguk, untung saja orang tua Zahwa baik padanya. Kalau tidak, sudah bisa dipastikan wajah perempuan cantik itu memerah bahkan luka akibat cakaran darinya.

"Ali berangkat dulu Bun," ujar Ali seraya mencium punggung tangan Rissa.

Illyana menatap lelaki di depannya. Ia seperti mengenal wajah itu, apa mungkin lelaki itu yang tadi malam menolongnya?

"Lo yang tadi malam nolongin gue?" tanya Illyana.

"Iya." Ali menjawab singkat dan jelas.

"Ayo Bang berangkat, nanti kita telat," ujar Zahwa setalah mencium punggung tangan Rissa. Perempuan itu menarik tangan Ali.

"Nih, Bun bajunya." Zahwa menyerahkan baju gamis putih itu pada Rissa. Setalah itu ia dan Ali berjalan ke luar rumah.

"Beneran enggak mau pakai baju ini?" tanya Rissa.

"Mau kok Tante." Illyana mengambil baju itu dari tangan Rissa sebagai bentuk menghargai.

Rissa tersenyum. "Yaudah kamu ganti baju, abis itu sarapan baru Tante anterin kamu pulang." Ucapan Rissa diangguki oleh Illyana, perempuan itu tersenyum tipis.

***

Jangan lupa tinggalkan vote dan komentar.

Terima kasih karena sudah membaca cerita ini💙

Sajadah Cinta Illyana | Sudah TerbitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang